Saatnya
Membina Kemampuan Kolektif Pribumi Sumbar
Mochtar Naim ; Sosiolog
|
KORAN
JAKARTA, 10 Februari 2014
Ke mana lagi kita akan belajar untuk itu kecuali ke negara leluhur
para konglomerat non-pri itu sendiri, yaitu RRC, Tiongkok, selain Jepang dan
Korea. Dan di Asia Tenggara sendiri, contoh yang sama juga belakangan
dilakukan oleh Malaysia, Vietnam dan Thailand. Di sana, di negara-negara
tetangga kita itu, dengan mengutamakan pembangunan yang berorientasi bottom-up, demi kesejahteraan rakyat terbanyak, yaitu pribumi sendiri,
para pemodal dari luar harus mengikuti ketentuan-ketentuan yang ditentukan
oleh pemerintah setempat.
Bukan sebaliknya seperti yang
terjadi di Indonesia dan Filipina selama ini di mana para konglomerat itu
yang cenderung mendikte dan bertangan di atas. Yang terjadi di Filipina dan
Indonesia itu adalah kerja sama yang saling menguntungkan antara kelompok
“pengusaha” konglomerat non-pri dengan kelompok “penguasa” pribumi dalam
menggenjot pembangunan di semua bidang, di darat, laut dan udara, sehingga
orang luar melihat bahwa pembangunan ekonomi di Indonesia khususnya berjalan
lancar dan meningkat setiap tahun.
Rakyat Sumatera Barat dengan
para pemimpinnya yang tergabung ke dalam TTS (Tungku nan Tigo Sajarangan,
Tali nan Tigo Sapilin), yakni Ninik Mamak, Alim Ulama dan Cerdik Pandai,
ditambah dan diperkuat oleh Bundo Kanduang dan Pemudanya, mulai saat ini
sudah harus menentukan sikap dan seia sekata dalam membangun Sumatera Barat
ke masa depan dengan tujuan untuk sebesar-besar kemakmuran dan kesejahteraan
bagi seluruh rakyat , yang sewajarnya dimulai dari bawah, yaitu nagari dalam
konteks Sumbar.
Dengan kita menentukan bahwa
pembangunan itu harus dimulai di nagari, karena semua rakyat kita ada di
nagari, walau sebagian berusaha di rantau. Bayangkan, kalau semua kita, baik
yang di ranah maupun yang di rantau, bersama-sama dan bekerjasama membangun
masing-masing nagari, Sumbar secara keseluruhan sendirinya akan terbangun.
Karena filosofi keminangan kita bersumbu pada adagium ABS-SBK, maka corak
pembangunan apapun harus kita serasikan dengan adagium itu, dan di bidang
ekonomi khususnya kita membangun sistem ekonomi koperasi syari’ah.
Kecuali yang sifatnya
individual sendiri-sendiri, maka ekonomi nagari haruslah merupakan usaha
bersama berbentuk koperasi syariah itu. Nagari di Sumbar kecuali sebagai
unit kesatuan administratif pemerintahan sebagai bahagian yang
integral dari NKRI, pada waktu yang sama nagari adalah juga unit kesatuan
ekonomi yang sifatnya korporatif berbadan hukum dengan bentuk
koperasi syari’ah nagari. Apalagi karena sejak semula nagari ada, nagari
juga memiliki aset-aset berharga yang mempunyai nilai ekonomis yang
tinggi, seperti tanah ulayat, baik berupa hutan-rimba-belukar-perbukitan
dan tanah sawah, parak dan pantai dan danau sekalipun. Belum pula yang
berupa aset kampung dengan segala fasilitas dan kekayaan yang ada, termasuk
keterampilan budidaya industri rumah tangga yang punya kecakapan dan
kemahiran dalam berindustri, seperti sulaman dan industri pakaian, makanan,
perabotan, dan sebagianya. Jika semua itu digarap melalui bentuk
usaha koperasi syari’ah itu, maka kerja sama dengan bank-bank syariah
dalam usaha permodalan dari bermacam usaha dari industri kecil dan rumah
tangga itu, akan bisa kita luncurkan dan giatkan. Dan itulah persisnya yang
terjadi di Tiongkok, Jepang dan Korea di mana tidak ada usaha industri kecil
dan rumah tangga yang tidak berbentuk koperasi dan yang seluruhnya di support serta dilindungi oleh
pemerintah dan negara.
Untuk usaha ekonomi dan
industri dalam berbagai bentuk yang berskala menengah ke atas, sendirinya
badan usaha berbentuk BUMN dan lainnya dengan juga melibatkan koperasi
syariah kerakyatan, perlu dilakukan. Dan dalam rangka kerja sama dengan pihak
luar sekalipun, yakni dengan korporasi multinasional, usaha koperasi syariah
di nagari harus juga diikutsertakan manakala asset ekonomi kerakyatan seperti
tanah, air, sungai, danau, pantai, dsb, juga termasuk yang diperlukan dalam
usaha korporasi bersama itu.
Sebuah konsep pembangunan
ekonomi yang berorientasi kerakyatan di bumi Minangkabau-Sumatera Barat
yang berbasiskan nagari itu dari sekarang sudah harus digagaskan secara
bersama dari unsur kepemimpinan TTS dengan pemerintah dan perguruan
tinggi. Tahun 2014 ini adalah tahun yang baik untuk memulainya. Mari secara
bersama dan sendiri-sendiri kita memutar otak kita untuk memikirkan dan menggarapnya.
Kiranya Allah membukakan jalan dan peluang bagi kita dalam membangun kampung
halaman pemberian Allah ini. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar