Minggu, 02 Februari 2014

Kenapa Saya Mencintai Si “Dia”?

Kenapa Saya Mencintai Si “Dia”?

Sawitri Supardi Sadarjoen ;   Penulis Rubrik Konsultasi Psikologi Harian Kompas, Dekan Fakultas Psikologi Universitas YARSI
KOMPAS,  02 Februari 2014
                                                                                                                       
                                                                                         
                                                      
Pernahkah Anda bertemu dengan pasangan perkawinan yang kalau diperhatikan mereka bukanlah pasangan yang serasi, tetapi mereka justru terlihat bahagia dan seolah tak terpisahkan. Kenapa bisa demikian? Padahal pada kita sendiri sering tidak mampu menjawab pertanyaan, ”Kenapa saya mencintai si dia?”.

Saya berkenalan dengan pasangan suami istri yang bahagia dan tenteram, padahal suaminya adalah sosok yang suka sekali kegiatan di luar rumah, setiap minggu kalau tidak berenang, ia tenis, dan banyak terlibat dengan kegiatan sosial. Sementara istrinya adalah sosok ibu rumah tangga yang lebih suka menikmati hari-hari dalam rumah dan enggan keluar rumah kalau tidak terpaksa.

Mengapa bisa begitu? Mengacu pada berbagai faktor yang berpengaruh terhadap kebahagiaan kehidupan perkawinan, Money J, mengungkap bahwa kita memiliki apa yang disebut peta-cinta (love-map). Peta-cinta tersebut adalah sekelompok pesan yang terintegrasi dalam otak manusia yang menjabarkan ketertarikan kita dan ketidaktertarikan kita pada sesuatu. Peta tersebut menggambarkan preferensi kita pada rambut, warna bola mata, suara, aroma, dan bentuk tubuh.

Peta tersebut juga memiliki rekaman jenis kepribadian yang cocok dengan kita, apakah tipe yang hangat, atau tipe yang bersahabat, atau tipe yang kuat tapi pendiam. Pendek kata, kita jatuh cinta kepada seseorang yang cocok dengan apa yang ada dalam peta-cinta kita. Ketahuilah bahwa pada usia 8 tahun, peta-cinta kita menjadi pola untuk pilihan pasangan ideal kita mulai berperan.

Saat saya memberi kuliah, beberapa kali saya bertanya kepada para mahasiswa yang sudah menikah atau sedang dalam tahap berpacaran, tentang apa yang membuat Anda menikahi pasanganmu atau melakukan pendekatan terhadap pacarmu. Jawabannya di sekitar, ”dia adalah pribadi kuat dan independen”, ”dia memiliki sense of humor” atau ”dia memiliki senyum yang manis”.

Saya percaya pada pernyataan mereka dan saya langsung bertanya tentang bagaimana pribadi ibu mereka, ternyata apa yang mereka gambarkan tentang ibu mereka analog dengan gambaran mereka tentang pasangan perkawinan atau pacar mereka. Ya, memang ibu kita adalah sosok cinta kita yang pertama dan sangat berarti sejak kelahiran kita; yang menggoreskan pesan pertama dalam peta-cinta kita.

Saat kita masih kanak-kanak, ibu adalah pusat perhatian kita dan kita juga menjadi pusat perhatian ibu. Jadi karakteristik ibu meninggalkan kesan yang tidak terhapuskan dalam peta-cinta kita, dan kita selalu tertarik kepada orang-orang yang memiliki rupa mirip dengan ibu kita, baik dalam segi bentuk tubuh, sense of humor-nya. Bila ibu kita hangat dan suka memberi, maka kita akan tertarik kepada seseorang yang hangat dan pemberi juga. Bila ibu kita keras dan dan temperamental, tanpa disadari kita juga menyukai seseorang yang keras dan temperamental pula.

Pengaruh ibu terhadap anak lelaki

Ibu memberikan pengaruh tambahan bagi anak lelakinya. Ibu yang hangat dan penuh kasih akan membuat anak lelakinya memiliki impresi umum tentang perempuan sebagai sosok yang hangat dan manis. Mereka akan tumbuh sebagai sosok lelaki yang hangat, mampu memberikan respons afektif kepada pasangannya dan akan bersikap kooperatif pada lingkungan rumahnya kelak.

Pengaruh ayah terhadap anak perempuan

Ayah yang bersikap hangat, penuh kasih kepada anak perempuannya, maka anak perempuannya yakin akan daya tariknya saat bergaul dengan lingkungan sosialnyanya kelak, serta-merta ia pun yakin pula akan arah ketertarikannya terhadap sosok pribadi yang mana yang patut dipilih sebagai pasangan perkawinannya kelak. 

Namun bila ayah adalah sosok yang bersikap dingin, pendiam, keras, maka anak perempuan mereka pun akan merasa kurang menarik dan kecuali kurang mampu mengungkapkan kasihnya di lingkungannya kelak, ia pun secara umum akan memandang lelaki sebagai sosok yang dingin dan tidak atraktif.

Peta-cinta dan kebutuhan akan pasangan komplementer

Peta-cinta yang ada dalam benak juga membuat orang tersebut akan lebih memahami dirinya sendiri, dan menyadari kebutuhan dirinya akan jenis pribadi pasangan perkawinannya. Banyak pula orang yang justru tertarik pada sosok yang memiliki pribadi yang berlawanan dengan kepribadian dirinya, namun tanpa disadari merupakan pribadi yang komplementer. Artinya, orang yang pendiam, misalnya, akan merasa membutuhkan seseorang yang banyak bicara atau seseorang yang banyak bicara membutuhkan sosok pendengar sebagai pasangan, karena peran komplementer di antara mereka membuka peluang bagi saling mengisi dan diisi dalam relasinya.

Jadi walaupun di antara mereka terdapat perbedaan karakternya, perbedaan kepribadian, namun mereka mampu menjalin relasi perkawinan yang membahagiakan kedua belah pihak, karena mereka merasa mampu saling mengisi dan diisi dalam perannya.

Akhir kata pertanyaan, ”kenapa saya mencintai dia”, akan terjawab dan jawaban pertanyaan tersebut mudah-mudahan dapat lebih mencerahkan hubungan perkawinan kita dengan pasangan yang telah kita pilih beberapa tahun yang lalu. Semoga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar