Jangan Lekas Puas
Diri
Faisal Basri ; Ekonom
|
KOMPAS,
10 Februari 2014
TRANSAKSI
perdagangan luar negeri mengalami surplus selama tiga bulan berturut-turut
dengan kecenderungan membesar. Pada Oktober 2013, surplus perdagangan hanya
0,03 miliar dollar AS, lalu naik menjadi 0,79 miliar dollar AS pada November,
dan meningkat tajam lagi menjadi 1,52 miliar dollar AS pada Desember.
Peningkatan surplus perdagangan itu lebih disebabkan kenaikan ekspor yang
lebih tinggi ketimbang kenaikan impor dan penurunan impor.
Data produk
domestik bruto triwulan IV-2013 yang dirilis Badan Pusat Statistik, Rabu
(5/2), juga menunjukkan geliat ekspor. Tak tanggung-tanggung, ekspor menyumbang
hampir dua pertiga pertumbuhan ekonomi triwulan IV-2013, melampaui sumbangan
konsumsi rumah tangga sebesar 51 persen. Selama lebih dari satu dasawarsa,
konsumsi rumah tangga hampir selalu jadi penopang utama pertumbuhan ekonomi.
Menurut
Menteri Keuangan, penguatan kinerja ekspor belakangan ini menunjukkan
kebijakan pemerintah dan Bank Indonesia untuk mengatasi defisit perdagangan
berhasil efektif (Kompas, 4/2). Prestasi yang lebih ”spektakuler” disampaikan
Wakil Menteri Perdagangan dalam konferensi pers, Senin (3/2), ”Surplus nonmigas tahun 2013 meningkat
118,2 persen dibandingkan tahun lalu yang hanya mencapai 3,9 miliar dollar
AS.”
Pemerintah tak
boleh lekas puas. Peningkatan ekspor Desember bisa dikatakan semu karena dua
alasan. Pertama, penyumbang terbesar peningkatan ekspor adalah minyak dan
gas, yakni senilai 638 juta dollar AS. Padahal, di bulan yang sama, impor
minyak dan gas juga naik sebesar 283 juta dollar AS. Walaupun pada Desember
nilai defisit perdagangan minyak turun, ternyata volume impor bahan bakar
minyak (BBM) masih saja naik, dari 2,7 juta ton pada November menjadi 2,9
juta ton pada Desember atau kenaikan sebesar 7,4 persen. Kenaikan harga BBM
bersubsidi ternyata belum cukup ampuh menurunkan konsumsi BBM. Terbukti dari
konsumsi BBM bersubsidi pada semester II-2013 naik dibandingkan dengan
semester I-2013 masing-masing 15,5 juta ton dan 14,1 juta ton atau naik
sebesar 9,9 persen. Kedua, lonjakan ekspor bijih, kerak, dan abu besi senilai
280 juta dollar AS dari November ke Desember.
Sepanjang 2013, ekspor
komoditas tambang belum diolah itu naik tajam sebesar 1,46 miliar dollar AS.
Apalagi penyebabnya kalau bukan tindakan pengusaha menggenjot ekspor
menjelang pemberlakuan larangan ekspor mineral mentah mulai 12 Januari 2014.
Kenaikan
ekspor kedua komoditas primer itu mencapai 918 juta dollar AS, hampir sama
dengan peningkatan ekspor total sebesar 1,04 miliar dollar AS.
Peningkatan
surplus perdagangan nonmigas selama 2013 sebesar 4,66 miliar dollar AS juga
semu. Hampir sepertiga peningkatan itu disumbang oleh peningkatan ekspor
mineral mentah. Surplus perdagangan nonmigas yang meningkat lebih banyak
disebabkan penurunan impor ketimbang peningkatan ekspor sebagaimana terlihat
dari penurunan impor mesin dan peralatan sebesar 1,8 miliar dollar AS. Penurunan
ini yang menjelaskan mengapa pertumbuhan pembentukan modal tetap bruto pada
triwulan IV-2013 masih terus menurun untuk keenam kalinya berturut-turut
sejak triwulan III-2012. Peningkatan ekspor mineral mentah dan penurunan
impor mesin menyumbang 70 persen terhadap peningkatan surplus perdagangan
nonmigas.
Sudah begitu,
transaksi perdagangan total justru mengalami peningkatan defisit, dari 1,6
miliar dollar AS tahun 2012 menjadi 4,1 miliar dollar AS tahun 2013.
Rongrongan defisit migas kian menjadi-jadi. Pada 2013 defisit migas naik 125
persen menjadi 12,6 miliar dollar AS sehingga menambah tekanan terhadap
defisit akun lancar (current account).
Tekanan dari sektor migas akan terus berlanjut karena produksi minyak mentah
2014 diperkirakan lebih rendah dari 2013 (826.000 barrel per hari), bahkan
bisa jadi di bawah 800.000 barrel per hari.
Akar persoalan
sudah terang benderang. Masalah keseimbangan eksternal kian memburuk. Pada
masa Orde Baru, kita hanya mengalami defisit akun lancar, tetapi sekarang juga
defisit perdagangan total.
Janganlah
mengambinghitamkan pertumbuhan ekonomi sebagai biang keladi peningkatan akun
lancar sebagaimana dikatakan mantan Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution.
Benahilah industri manufaktur, perkokoh strukturnya. Perkuat di tengah agar
impor bahan baku/penolong dapat ditekan. Porsi impor bahan baku/penolong
dalam impor total terus naik, dari 73,1 persen tahun 2012 menjadi 76,1 persen
pada 2013. Impor plastik dan barang dari plastik serta bahan kimia organik
saja tahun 2013 sudah menyedot devisa senilai 15 miliar dollar AS. Belum lagi
impor besi dan baja yang menghabiskan 10 miliar dollar AS.
Membangun
industri tidak bisa dengan cara simsalabim seperti sesumbar Menteri Koordinator
Perekonomian yang mengatakan, dengan pengolahan dan pemurnian produk tambang,
ekspor akan meningkat 27 miliar dollar AS pada 2016-2017.
Tekanan
terhadap akun lancar akan semakin berat mengingat pertumbuhan industri
manufaktur hampir selalu lebih rendah daripada pertumbuhan ekonomi.
Akibatnya, peranan industri manufaktur dalam produk domestik bruto melorot
secara konsisten, dari titik tertingginya 29 persen pada 2001 menjadi hanya
23,7 persen tahun 2013.
Musuh
perekonomian adalah penguasa yang bekerja sama dengan para pemburu rente yang
tidak rela industri kita kokoh, khususnya industri yang mengolah bahan baku.
Kalau struktur industri kita kokoh, mereka bakal kehilangan rente, terutama
dari perdagangan ekspor dan impor minyak mentah, BBM, kondensat, dan nafta. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar