SELALU ada kegairahan
baru meneliti 38 kabupaten dan kota di Jawa Timur. Dinamika kompetisi
daerah terekam dalam penilaian setiap Otonomi Awards (OA) sejak 12 tahun
yang lalu. Sangat terasa dinamika itu pada malam-malam pleno peneliti untuk
pemeringkatan daerah di hari-hari menjelang puncak OA malam ini. Seru dan
ketat.
Siapa yang naik
panggung? Itu semua dalam amplop pemenang yang akan dibuka oleh pembawa
acara OA di JX International Surabaya nanti malam. Yang perlu
digarisbawahi: ada sedikit kemunduran atau stagnasi meskipun yang dominan
tetap aneka inovasi yang bermekaran.
Kegairahan
tinggi dirasakan dalam inovasi layanan kesehatan. Kami sampai pusing
menentukan ranking-nya. Skor antardaerah kian berimpit di level tinggi.
Daerah kian peduli dengan kesehatan rakyatnya. Baik kota maupun kabupaten,
semua merasa malu kalau tidak membuat rakyatnya kian sehat.
Di bidang
ekonomi juga begitu. Kota dan kabupaten juga kian bergairah menggaet
investor. Baik yang sudah menjadi wilayah industri maupun wilayah agraris,
beberapa daerah sangat bersemangat menghamparkan karpet merah untuk
investor. Memang kegairahannya tidak semerata inovasi kesehatan karena di
titik-titik tertentu ada yang lebih mencuat.
Bagaimana
pemerataan? Bermekaran inovasi untuk memeratakan kesempatan ekonomi warga
yang berada jauh dari pusat kota atau kabupaten. Beberapa wilayah terlihat
menonjol, tetapi wilayah lain tetap tidak bisa diremehkan. Maraknya inovasi
bidang pemerataan ini bisa berkontribusi pada membaiknya indeks Gini alias
makin berkurangnya kesenjangan.
Untuk
pemberdayaan ekonomi, kian jamak wilayah yang melibatkan perempuan.
Meskipun, tentu saja, tidak melupakan peran kaum lelaki. Ada yang
menggabungkan kekuatan keduanya.
Di bidang
lingkungan dan sanitasi, setelah beberapa tahun berikhtiar dan berinovasi,
banyak wilayah yang mapan. Secara standar, banyak daerah sudah tidak punya
isu serius untuk problem-problem kesehatan dasar. Namun, dari pendalaman
tim peneliti JPIP, tetap ada yang melanjutkan inovasi secara elegan.
Beberapa daerah bersaing ketat untuk menyehatkan lingkungan ini karena
langsung dirasakan rakyat.
Bidang
pendidikan tetap menjadi primadona inovasi. Penggelontoran anggaran yang
besar mendorong dibuatnya terobosan untuk kian meningkatkan pemeratan dan
mutu pendidikan. Selain memprioritaskan pembangunan fasilitas-fasilitas
yang kian memadai, banyak yang secara sadar membangun peningkatan soft
skill di antara pelaku pendidikan.
Inovasi di
bidang politik lokal tetap memunculkan beberapa item yang menonjol. Meski
banyak daerah yang landai di bidang ini, kalau diteliti lebih dalam,
sebenarnya beberapa tetap menunjukkan ikhtiar makin meningkatkan kualitas
interaksi dengan publik. Tidak hanya lancar, tetapi solutif.
Secara
keseluruhan, gairah berinovasi makin menyala. Kalau ada kesan stagnan di
beberapa bidang, sebabnya daerah merasa sudah lolos dari persoalan dasar.
Mereka tinggal menjalankannya secara rutin. Ada juga daerah yang terkesan
tidak berdaya mengingat luasnya masalah, tetapi itu sangat sedikit.
Durasi dan
rotasi kepemimpinan memang memengaruhi fluktuasi ini. Namun, wilayah yang
sudah melembagakan inovasi dengan peraturan mengikat, terutama peraturan
daerah (perda), akan tetap bisa menunjukkan semangatnya. Keterjagaan ini
kian kuat apabila inovasi daerah ini diprovinsikan atau dinasionalkan.
Setelah membaca
selayang pandang, sembari sesekali menukik untuk meneliti detail data, bisa
dicatat, ternyata daerah tetap dan makin getol berinovasi. Dari survei
publik, yakni menanyai rakyatnya, dampak inovasi-inovasi ini sangat
terasakan langsung. Kehidupan terasa lebih baik dengan menerobos kejumudan.
Para pemimpin daerah juga terasa terpacu ketika melihat daerah lain berbuat
untuk memperkuat daerahnya atau melayani rakyat lebih baik. Keyakinan kami
bahwa "tidak ada kemajuan tanpa kompetisi" masih relevan setelah
melampaui satu dekade JPIP menjadi penyemangat dan mitra kritis pelaksanaan
otoda.
Kampanye
negatif dari Jakarta kepada daerah kadang memang membuat daerah
bertanya-tanya. Apalagi yang disuarakan oleh pusat, termasuk oleh
Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri, kerap berupa
berlembar-lembar catatan dosa. Entah kasus korupsi kepala daerahlah. Atau
kerusuhan pilkadalah. Atau borosnya anggaranlah. Meski diiringi "lagu
parau" yang terus berdenging itu, syukurlah, inovasi daerah terus
terpacu.
Setelah 13
tahun otoda, banyak indikator yang menunjukkan kemajuan signifikan dan
tidak terbantah, termasuk indeks pembangunan manusia atau IPM (Wawan
Sobari, Evaluasi Serampangan Otoda, Jawa Pos, 27 November 2013). Otoda yang
tetap tegap melangkah meski ada nafsu meresentralisasi dengan berbagai bullying opini.
Daerah di mana
pun di Indonesia, setidak-tidaknya di wilayah yang dipantau JPIP (Jatim,
Sulsel, Kaltim, Kalbar, Kalsel, NTT, NTB, Papua, Bali, serta wilayah lain),
terus berinovasi dengan cerdik menyiasati keterbatasan. Panggung Otonomi Awards XII 2013 Jatim malam
ini bisa jadi contoh tampilnya para champion. Dan, Indonesia menuju champion sangat bisa diupayakan dari
daerah. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar