Minggu, 10 November 2013

“Reinventing” Nilai Kepahlawanan

“Reinventing” Nilai Kepahlawanan
Harjoko Sangganagara  ;   Dosen STIA Bagasasi Bandung,
Doktor UPI Bandung, Kerabat KRT Radjiman Wediodiningrat
KORAN JAKARTA, 09 November 2013


Hari Pahlawan 10 November bisa dijadikan momentum bagi generasi kini untuk mengenal dialektika perjuangan dan kepribadian para pejuang dalam mewujudkan kemerdekaan. Di samping itu, peringatan Hari Pahlawan selalu mencuatkan pertanyaan mengenai sosok pahlawan masa depan negeri ini.

Peringatan tahun ini ditandai dengan pemberian gelar pahlawan nasional kepada para pejuang, yakni Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Radjiman Wediodiningrat, Lambertus Nicodemus Palar, dan TB Simatupang. Penting kiranya melakukan reinventing nilai kepahlawanan yang bisa membawa kemajuan dan kejayaan bangsa dalam arti sesungguhnya. 

Di era sekarang, untuk menuju kejayaan bangsa, dibutuhkan usaha keras dan cerdas segenap bangsa serta diwarnai karya-karya inovatif agar bisa menerobos persaingan global. Dalam perjalanan ke depan, bangsa membutuhkan pahlawan inovasi untuk memenangi persaingan global dan mengatasi gonjang-ganjing "The Great Disruption" yang tengah melanda dunia.

Kegigihan dalam berjuang serta dialektika para pahlawan bangsa untuk kemajuan juga telah diperlihatkan Dokter KRT Radjiman Wediodiningrat sejak belia. Pada usia 20 tahun, Radjiman sudah lulus STOVIA Batavia dengan prestasi tinggi sehingga langsung diangkat sebagai dokter Gubernemen Belanda. 

Radjiman adalah tokoh pergerakan Indonesia Merdeka yang berwawasan luas dan memiliki kepribadian matang sehingga dipercaya menjadi Ketua Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Dia kemudian menjadi anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).

Di dalam BPUPKI, Radjiman bisa dibilang sangat inovatif dan berwibawa dalam memimpin sidang-sidang penting bagi terwujudnya NKRI. Terbukti sidang-sidang BPUPKI tidak pernah deadlock. Perjuangan panjang Radjiman menuju Indonesia Merdeka pada hakikatnya untuk mewujudkan kemajuan bangsa di tengah pergaulan bangsa-bangsa dunia dikerjakan sampai mengembuskan napas terakhir di lereng Gunung Lawu, Desa Walikukun, Kabupaten Ngawi, 20 September 1952.

Pada era globalisasi sekarang, gelar atau predikat pahlawan tidak lagi dimonopoli mereka yang berjuang mengangkat senjata. Predikat pahlawan bisa saja diberikan kepada sosok yang memberi dampak positif pada masyarakat luas, seperti halnya para pelaku ekonomi. Kata pahlawan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Sanskerta yang terdiri dari dua kata, yakni pahla dan wan. Pahla mengandung makna "buah", sementara wan untuk sebutan orangnya (bersangkutan). 

Dalam pengertian secara luas, pahlawan adalah orang yang menghasilkan buah karya untuk kepentingan bangsa dan negara atau seorang pejuang gagah berani yang mengorbankan jiwa dan raga untuk kepentingan bangsa.

Pada saat ini, bangsa Indonesia sangat membutuhkan pahlawan ekonomi yang mampu membuat terobosan untuk menciptakan nilai tambah dan kesejahteraan rakyat luas. Pahlawan ekononi bukan sosok yang membuat kebijakan ala Sinterklas dengan cara membagi-bagikan uang tunai dan menjalankan kebijakan eufimisme pembangunan yang berbasis utang sehingga melahirkan pertumbuhan ekonomi yang tidak bermutu.

Pahlawan masa depan langkahnya harus berani vivere pericoloso (menyerempet-nyerempet bahaya). Selain itu, mereka harus gandrung pada kebinekaan. Mereka mampu menuangkan ide demi inovasi, seperti Sergey Brin dan Larry Page, pendiri Google. Pahlawan masa depan mampu membangkitkan energi kolektif bangsa ke arah kemajuan berupa modal sosial untuk mengatasi masalah kebangsaan secara bersama-sama, gotong royong. 

Pahlawan masa depan juga mampu membuat semacam new deal (tawaran baru) yang lebih konkret, realistis, dan egaliter bagi rakyat. New deal bukanlah pernyataan politik murahan yang mudah hilang tertiup angin, tetapi terobosan brilian guna mengatasi krisis dan secara terus-menerus dikomunikasikan dengan rakyat.

Banyak

Negeri ini membutuhkan banyak pahlawan inovasi untuk menuju kejayaan bangsa dari segala macam disiplin ilmu dan keanekaragaman budaya, baik tingkat dunia maupun lokal, yang memiliki arti strategis dalam kehidupan berbangsa. Pahlawan inovasi bukan dilahirkan. Berbicara tentang inovator memang memprihatinkan lantaran negeri ini ternyata memiliki indeks inovasi rendah. 

Kebudayaan menjadi strategis bagi perjalanan bangsa ke depan, terutama menumbuhkan kultur inovasi sebagai kunci persaingan bangsa. Maka, penting sekali membuat strategi kebudayaan yang fokus pada inovasi. Menumbuhkan budaya inovasi jangan hanya bersifat seremonial. 

Kegiatan inovatif sebaiknya dilakukan masyarakat luas yang bervariasi. Di sini diperlukan proses belajar. Dalam konteks ekonomi makro, learning sebagai salah satu komoditas ekonomi penting, sementara prosesnya dapat melalui berbagai mekanisme perorangan atau kelompok. 

Agar rakyat mampu berinovasi, harus ada upaya meningkatkan kemampuan ilmu dan teknologinya dengan memperkuat kapasitas learning-nya. Jadi, aliran informasi dan knowledge dari sumber-sumber ilmu dan teknologi ke masyarakat perlu terus-menerus difasilitasi lewat pendidikan formal dan nonformal.

Budaya inovasi negeri ini akan membaik jika daya kreativitas masyarakat ditumbuhkan dengan berbagai infrastruktur dan insentif. Pada dasarnya, kreativitas dapat berkembang di semua lini sejauh negara menghargai dan mendorong warga untuk berkreasi. Dalam persaingan global yang sangat ketat dewasa ini, diperlukan berbagai right brain training untuk menggenjot daya kreasi warga.

Menurut Steve Jobs, kreativitas berarti kemampuan mengaitkan berbagai macam atau bidang sehingga menjadi produk bernilai tambah. Budaya inovasi dengan titik berat proses kreatif sebaiknya menjadi muatan kurikulum di sekolah-sekolah. Betapa pentingnya penyelarasan pola pikir kreatif warga dalam berbagai disiplin ilmu. 

Kreativitas diharapkan lahir dari berbagai disiplin ilmu dan bersenyawa menjadi produk luar biasa. Di masa mendatang, kekuatan ekonomi dunia dan kejayaan suatu bangsa sangat ditentukan dengan talenta, imajinasi, dan kreativitas. Ada baiknya direnungkan seruan Bung Karno sebagai pendiri bangsa sekaligus teladan nyata terkait kunci kemajuan dan kebesaran bangsa dalam tajuk "Ascensia Recta".

Ini terkait dengan kebesaran dan kemegahan seni budaya dan daya inovasi negeri ini. Hal itu bisa dilihat dari karya-karya fisik yang sangat fenomenal dan masih berdiri megah hingga kini. Begitu pula dengan konsepsi dan pemikiran Bung Karno untuk bangsa dan warga dunia yang hingga kini masih relevan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar