DALAM
kunjungan saya ke Indonesia, saya mendapatkan kesempatan berharga untuk
mengenal secara lebih dekat negara yang muda, dinamik, dan tangguh ini.
Tampak jelas bahwa Indonesia
saat ini memegang peran yang semakin penting sebagai mesin pertumbuhan
kawasan Asia Timur Pasifik dan semakin berpengaruh di tingkat dunia.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia
yang cukup kuat dalam satu dekade terakhir—mencapai rata- rata 5,7 persen
untuk periode 2003-2012—berhasil membawa jutaan penduduk negara ini keluar
dari lingkaran kemiskinan. Kini, tingkat kemiskinan Indonesia berada di 12
persen, separuh dari tingkat kemiskinan pada 1998 ketika negara ini terkena
dampak krisis keuangan Asia. Pengelolaan makroekonomi yang solid telah
menyelamatkan Indonesia dari krisis dunia 2008, dengan tingkat pertumbuhan
4,5 persen pada 2009. Meskipun permintaan domestik diakui sebagai pendorong
utama pertumbuhan, Indonesia juga diuntungkan oleh peningkatan ekspor
komoditas, kepercayaan investor, dan arus masuk modal swasta.
Namun, peningkatan tekanan
eksternal terhadap neraca, yang didorong oleh penurunan harga komoditas
serta kebijakan moneter AS yang diperkirakan makin ketat di masa depan,
seakan mengingatkan kita akan kerentanan negara ini terhadap perubahan
sentimen investor. Tanggapan kebijakan terhadap guncangan ini, yaitu
melalui peningkatan suku bunga dan pengetatan fiskal, bisa membantu
perbaikan neraca rekening (current account balance). Namun, hal ini juga
akan memperlambat pertumbuhan dari 6,2 persen pada tahun 2012 menjadi 5,6
persen untuk tahun ini. Walaupun demikian, pertumbuhan ini tetap lebih
tinggi dibandingkan dengan kebanyakan negara G-20.
Di satu pihak, hal tersebut
cukup melegakan. Di lain pihak, Indonesia tidak bisa terus mengandalkan
tingkat pertumbuhan moderat apabila ingin memenuhi aspirasinya untuk
mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat Indonesia. Indonesia masih
memiliki 29 juta jiwa penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan
nasional. Selain itu, masih ada juga 65 juta jiwa penduduk yang walaupun
kini telah berada di atas garis kemiskinan, sangat rentan untuk jatuh
kembali ke bawah garis kemiskinan. Kesenjangan sosial semakin lebar.
Indikator pembangunan manusia dan infrastruktur pun masih tertinggal
dibandingkan dengan negara-negara lain sekawasan.
Perlu kebijakan kokoh
Menyadari situasi yang dihadapi
kebanyakan negara berpendapatan menengah, Indonesia telah mengambil langkah
bijak untuk menekankan perlunya bertindak cepat guna menghindari ”jebakan”
negara berpendapatan menengah. Perekonomian yang bertumbuh pesat mutlak
diperlukan untuk menanggapi sejumlah tantangan di atas. Bila Indonesia
hendak menjadi negara berpenghasilan tinggi pada 2030, yaitu 12.000 dollar
AS per kapita, negara ini perlu tumbuh hingga 9 persen per tahun selama 16
tahun ke depan. Jika tidak bisa mencapai tingkat pertumbuhan tersebut, Indonesia
harus tumbuh lebih dari 6 persen bila ingin menghindari jebakan negara
berpenghasilan menengah.
Waktu yang dimiliki Indonesia
tidak banyak. Dalam kurun satu dekade, Indonesia akan mulai menua. Proporsi
penduduk usia produktif diperkirakan hanya terus meningkat sampai tahun
2025. Dividen demografi yang telah dinikmati negara ini selama puluhan
tahun akan mulai memudar, dan pertumbuhan cepat akan lebih sulit dicapai.
Berita baiknya, Indonesia berada
di lingkungan yang menguntungkan. Asia Timur adalah mesin pendorong
pertumbuhan dunia. Pada tahun 2030, dua pertiga pertumbuhan global
diperkirakan berasal dari kawasan ini, dan kelas menengah kawasan Asia
Timur diperkirakan meningkat menjadi lebih dari tiga miliar jiwa penduduk.
Lebih dari 35 persen penanaman modal asing (foreign direct investment/FDI)
dunia bersumber dari kawasan ini, dan proporsi ini diperkirakan akan terus
meningkat seiring dengan peningkatan pendapatan regional. Kawasan Asia yang
berkembang ini telah menyerap 30 persen arus masuk FDI dunia dan Indonesia
tetap merupakan salah satu tujuan investasi yang atraktif.
Mengingat ketatnya persaingan
untuk menangkap peluang investasi di kawasan ini, Indonesia memerlukan
kebijakan-kebijakan yang kokoh, baik secara absolut maupun relatif. Saat
ini, Indonesia masih tertinggal dalam hal kualitas infrastruktur, iklim
usaha, dan kinerja logistik (biaya dan waktu yang diperlukan dalam
melakukan transaksi perdagangan), yang semua ini sangat penting bagi
investasi dan pertumbuhan.
Agar dapat bertumbuh cepat,
mempertahankan daya saing, dan mengurangi kerentanan, strategi pertumbuhan
yang didorong produktivitas merupakan pendekatan terbaik bagi Indonesia.
Hanya melalui peningkatan pertumbuhan produktivitas pekerja, Indonesia akan
mampu mengatasi semakin tingginya tekanan untuk menaikkan upah buruh tanpa
mengakibatkan terkikisnya daya saing dan lapangan pekerjaan.
Indonesia akan mampu menghadapi
tantangan tersebut bila secara konsisten menerapkan reformasi penting di
bidang-bidang prioritas. Prioritas tersebut termasuk peningkatan investasi
di bidang infrastruktur, termasuk infrastruktur perkotaan. Pengembangan
sumber daya manusia perlu mengutamakan penguatan keterampilan, dan
perbaikan kualitas perburuhan. Penting juga perbaikan pasar finansial guna
menyalurkan sumber daya ke arah pemanfaatan yang lebih produktif, dan
penyediaan bantuan sosial yang lebih efektif bagi masyarakat yang rentan.
Semua upaya reformasi ini tentu
memiliki sejumlah tantangan. Grup Bank Dunia siap berbagi pengalaman dari
pelaksanaan reformasi serupa dari berbagai negara. Hal ini merupakan bagian
dari komitmen menyeluruh Grup Bank Dunia untuk membantu bangsa yang besar
ini mewujudkan masa depan yang lebih baik lagi bagi semua masyarakat
Indonesia. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar