Rabu, 06 November 2013

Menguatkan Pilar Industri

Menguatkan Pilar Industri
Sandiaga S Uno   Indonesia Forum
KOMPAS, 06 November 2013


SEBAGAI rencana strategis saat ini dan masa mendatang, dengan segala peluang, tantangan, dan ancaman yang akan dihadapi, selain fondasinya harus kukuh, transformasi ekonomi Indonesia yang inklusif di bidang industri membutuhkan pilar penyangga yang kuat.

Pilar itu antara lain pemanfa- atan sumber daya alam yang memberi nilai tambah, kesiapan sumber daya manusia, dan pasokan energi dari sumber terba- rukan. Ketiga pilar itu butuh alat pendukung berupa teknologi mutakhir, lembaga pendidikan terbaik, dan kebijakan pemerintah yang implementatif.

Pada tingkat implementasi, nilai dasar yang harus dipegang adalah kebijakan dan keterlibatan semua pemangku kepentingan secara integral, sinergis, dan terangkai dengan baik dari hulu hingga hilir. Kementerian, pemerintah daerah, kalangan usahawan, perbankan, perguruan tinggi, dan pemangku kepentingan lainnya harus duduk bersama dan bergandengan tangan.

Pemerintah pusat dan daerah duduk bersama mendukung kebijakan yang berpihak. Dorong sebanyak mungkin pelaku usaha dari level industri kecil untuk naik kelas dengan memberi berbagai pelatihan, modal, kebijakan yang mempermudah pengelolaan bisnis, fasilitas, infrastruktur, dan kepastian hukum.

Kalangan usahawan tentu saja berkepentingan mengembangkan lebih lanjut berbagai produk yang mereka hasilkan. Bekerja sama dengan perguruan tinggi dan lembaga riset, membiayai dan menciptakan berbagai teknologi yang mendukung upaya pengembangan produk dan penghiliran. Usahawan harus bekerja sama dengan pemerintah dan perguruan tinggi mendorong lahirnya sekolah dan lembaga pelatihan yang mendidik generasi muda Indonesia yang terampil dan berdaya saing global.

Tak hanya itu, kalangan usahawan—bekerja sama dengan pemerintah pusat ataupun daerah—bersedia mengundang para pelajar berkunjung ke perusahaan dengan tujuan menumbuhkan kebanggaan kepada produk dalam negeri sejak dini.

Dari sisi pembiayaan, peran perbankan sangat strategis karena darah dari industri adalah dana—tentu saja—dengan tingkat suku bunga yang kompetitif. Sementara itu, perguruan tinggi berperan melakukan berbagai riset mengembangkan teknologi dan produk unggulan sebagai bagian dari program penghiliran. Perguruan tinggi juga harus mau mendengar kebutuhan kalangan usahawan terkait dengan kualitas lulusannya yang tak hanya terampil, tetapi juga bermoral.

Di era globalisasi industri, semua negara menjadi mata rantai pasar global. Kondisi ini tentu saja harus dilihat sebagai peluang sekaligus ancaman. Peluang, jika pelaku industri mampu menembus pasar global itu. Ancaman, apabila di pasar domestik pelaku industri nasional tidak berdaya.

Untuk itu semua, selain tiga pilar dan alat pendukungnya, produk industri nasional harus memiliki ciri khas Indonesia: harga murah, dapat diproduksi dengan cepat dalam jumlah banyak, kualitasnya terbaik, dan berorientasi konsumen.

Penghiliran

Penghiliran merupakan stra- tegi yang mutlak dilakukan di seluruh sektor industri yang basis produksinya sumber daya alam. Dengan mengembangkan produk jadi, nilai tambah dan pasokan kebutuhan dalam negeri akan dapat dipenuhi sendiri. Apa yang telah dicanangkan Kementerian Perindustrian mendorong penghiliran harus diteruskan, disertai dengan dukungan kementerian terkait. Tak hanya industri manu- faktur, sektor migas, peternakan, pertanian, dan perkebunan juga harus melakukan hal serupa.

Penghiliran akan melahirkan banyak sekali industri baru yang akan menyerap tenaga kerja. Sektor pertanian, perkebunan, dan peternakan yang dimodernisasi akan menyerap ratusan ribu tenaga kerja dan mengembangkan banyak kawasan industri di luar Jawa. Inilah strategi transformasi ekonomi Indonesia yang inklusif: selain mendorong pemerataan pengembangan industri di sejumlah daerah, juga akan menyerap banyak tenaga kerja. Implikasinya, gini rasio akan semakin rendah. Data Bank Dunia melansir bahwa hingga 2011, tingkat gini rasio Indonesia adalah 38,1 persen. Jadi, masih ada kesenjangan yang tinggi. Penyebabnya pertumbuhan ekonomi yang keropos, ditopang tingkat konsumsi domestik. Bukan oleh produktivitas.

Di era industri global, human capital merupakan kekuatan utama untuk membangun keunggulan kompetitif dalam jangka panjang. Dengan keunggulan demografi yang dimiliki, Indonesia akan menjadi negara yang sumber daya manusianya kompetitif. Dari mulai hulu hingga hilir, pelaku industri harus benar-benar disiapkan. Bukan hanya pekerja yang terampil, melainkan juga calon pengusahanya. 

Pendidikan, pelatihan, pemagangan, dan berbagai bentuk pemberian ilmu pengetahuan dan keterampilan harus dilakukan dengan merata dan meluas. Dengan demikian, tak hanya pekerjanya yang hebat, tetapi juga lahir para usahawan di bidang industri yang hebat. Dengan demikian, kita akan bisa keluar dari ”jebakan kelas menengah” yang mungkin terjadi.

Di bidang pertanian, peternakan, dan perkebunan, saat ini terjadi kehilangan generasi pekerja dan pelaku usaha karena anak mudanya lebih memilih bekerja di sektor manufaktur. Sementara itu, modernisasinya relatif terlambat. Hal ini menjadi tantangan tersendiri mengingat produk pertanian, perkebunan, dan peternakan menjadi salah satu kebutuhan dasar di masyarakat. Saat ini pemenuhannya lebih banyak melalui impor. Dengan pasar yang besar dan fakta bahwa akan menyerap begitu besar tenaga kerja, sektor tersebut harus mendapatkan perhatian utama. Itu tak bisa hanya dilaku- kan di bagian hilir. Dari hulu sudah disiapkan sebaik mungkin. Mulai SMK hingga perguruan tingginya harus disiapkan.

Energi terbarukan

Pada 2013 diperkirakan konsumsi minyak nasional mencapai 50 juta kiloliter. Produksi minyak dalam negeri hanya 840-850 barrel per hari. Keadaan ini harus diwaspadai. Jangan sampai Indonesia jadi negara pengimpor minyak terbesar di dunia. Karena itu, kelanjutan program energi yang terbarukan harus benar-benar direalisasikan dengan baik dengan kapasitas besar. Persoalan intinya terletak pada dukungan pemerintah secara penuh agar perbankan mau menyediakan kredit sehingga pihak swasta mau berinvestasi.

Indonesia berpontensi mengembangkan energi terbarukan yang cukup banyak, sejak yang bersumber dari geotermal, minihidro, dan sebagainya. Anugerah yang patut disyukuri dengan mengoptimalkannya, bukan membiarkannya tak terkelola.

Ketiga pilar ini menyangga bangunan bernama industri nasional. Menjadi tugas bersama menguatkannya sehingga pembangunan ekonomi yang berkeadilan dan menyejahterakan terlaksana dan terasa anak bangsa. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar