Klakson
Irfan Budiman ; Wartawan Tempo
|
TEMPO.CO, 22 November 2013
Ketika klakson tak berfungsi, kita pun mati
gaya. Sama gawatnya ketika kita diserang sariawan: sulit berhubungan alias
berkata-kata dengan "dunia luar".
Padahal kita tahu, jalan di Jakarta begitu
ruwet dan sumpek. Selalu ada yang membuat kita terpaksa membunyikan
klakson. Sedang asyik-asyik melenggang, tiba-tiba mikrolet berhenti untuk
menurunkan atau mengambil penumpang, atau sepeda motor memotong tanpa
memberi suatu tanda pun. Klakson ditekan, lumayan kekesalan yang telah lama
menggumpal seakan mencair, lalu tersalurkan dengan bunyi klakson.
Jalan di Jakarta memang membuat stok
kesabaran siapa saja terkuras habis. Saat itulah klakson menjadi mulut
untuk menggerutu, mengumpat. Klakson juga tiba-tiba menjerit saat traffic
light berganti warna dari merah ke hijau. Seketika itu, di perempatan jalan
riuh pula dengan bunyi klakson yang bersahut-sahutan meminta kendaraan di
depannya segera berjalan. Padahal pendar cahaya lampu merah masih terlihat.
Juga saat antre memasuki underpass atau
flyover. Kendaraan di Jakarta berebut masuk ke kolong dengan harapan tidak
kena macet. Padahal waktu yang ditempuh lewat underpass itu sama saja
dengan melintasi jalan di sebelahnya yang memang pada ujungnya harus
melewati lampu merah.
Tapi semua orang yang berada di balik kemudi
berpikir sama. Akibatnya, mereka harus saling menunggu. Dan, lagi-lagi,
klakson bersahutan karena tiba-tiba ada kendaraan lain yang menyelak
berebut masuk.
Klakson, berasal dari kata bahasa Yunani
kuno, yaitu "klazo", yang artinya menjerit. Dari bahasa itu
pulalah bunyi trompet tersebut diadaptasi. Klakson sendiri awalnya adalah
merek trompet mobil yang mulai dipakai di awal 1900, Klaxon. Merek ini
jugalah yang masuk ke negeri ini dan menjadi kata ganti untuk bel mobil.
Persis seperti kata odol-yang berasal dari merek, untuk pasta gigi.
Saat awal digunakan, klakson digunakan
sebagai penanda kepada pengendara lain untuk waspada. Dalam peraturannya,
membunyikan klakson dilakukan pada saat-saat yang diperlukan. Mengingatkan
orang yang menyeberang agar hati-hati atau meminta jalan untuk melewati
kendaraan di depannya.
Namun rupanya klakson yang letaknya hanya
beberapa milimeter dari jemari bisa menyalak kapan saja dan dalam keadaan
apa saja. Bahkan kita tidak pernah tahu persis berapa kali dalam sehari
klakson itu ditekan.
Sebentar lagi jalan-jalan Jakarta akan makin
sumpek. Penyebabnya, low cost green car atau mobil murah. Sampai Rabu lalu,
sebanyak 20 ribu mobil ini, menurut berita di koran ini, sudah laku
terjual. Boleh jadi pemiliknya dia-dia juga karena tak pernah ada yang
melarang seseorang memiliki kendaraan lebih dari satu.
Parahnya lagi, penjualan mobil-mobil ini
mencapai 40 persen di kota-kota pinggiran Jakarta, yang tiap hari akan
nyelonong ke Ibu Kota. Itu baru tambahan dari mobil murah yang tidak boleh
memakai Premium. Belum lagi mobil-mobil lainnya.
Jalan-jalan Jakarta dan juga di pinggirnya
akan makin padat dan merayap. Jalan-jalan di kota ini makin riuh dengan
bunyi klakson. Karena mobil baru, biar pun murah, sudah pasti klaksonnya
akan berfungsi dengan baik. Dan, pemilik mobil itu tentu tidak mau mati
gaya. ●
|
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar