Pengalaman
saya bekerja di berbagai perusahaan, mulai dari ketika saya masih seorang
fresh graduate dan bekerja sebagai assistant product line manager, hingga
detik ini saya memimpin beberapa perusahaan, saya sering sekali bertemu
orang-orang yang bilang ”Ya”, tapi tidak melakukan.
Bahkan bukan hanya tidak melakukan, mereka juga mengeluh terus-menerus atas
apa yang telah diputuskan dan diinstruksikan kepada mereka. Bagi Anda yang
saat ini sudah bekerja atau sedang memimpin perusahaan, saya yakin apa yang
akan saya ilustrasikan di sini sering Anda temui di keseharian Anda di
kantor. Ketika rapat, banyak masalah, ide, dan kesempatan yang
dipresentasikan serta dibahas. Satu per satu biasanya dibahas secara
mendalam.
Masalah yang ada didiskusikan cara penyelesaiannya. Ide dan kesempatan
diuji ketangguhannya. Pada umumnya, pimpinan rapat yang baik akan
memastikan bahwa semua yang dibahas di rapat tersebut memiliki action
plan-nya alias ketika keluar dari ruang rapat semua jelas akan apa yang
harus dilakukan masing-masing individu. Di dalam sebuah rapat sangatlah
wajar apabila terjadi perbedaan pendapat. Rapat tidak diadakan untuk ajang
semua bilang ”Setuju”.
Rapat diadakan untuk menyelesaikan masalah dan membuat segala sesuatu yang
sudah dianggap baik menjadi lebih baik lagi. Di dalam proses ini, tidak
semua orang harus setuju atas pendapat atau ide yang disampaikan rekan
kerja. Itulah kenapa, pada umumnya semakin seru topik yang dibahas semakin
lama rapatnya. Jangan heran kalau ada yang sampai rapat delapan jam atau
bahkan harus dilanjutkan pada keesokan harinya. Tapi, itulah rapat.
Ajang saling menantang pendapat dan ide yang dilontarkan. Tujuannya apa?
Supaya apa pun yang diputuskan dalam rapat adalah solusi penyelesaian
terbaik sebuah masalah dan ide terbaik untuk pencapaian sebuah target.
Nah, yang menjadi problem adalah banyak anggota rapat yang ketika di dalam
ruang rapat diam saja alias tidak memberikan masukan apa-apa, tapi begitu
keluar ruang rapat, mereka mengeluh dan menyabotase (tidak melakukan atau
memperlambat proses) apa yang telah diputuskan di ruang rapat.
Atau, banyak juga yang ketika rapat memberikan pendapatnya yang
berseberangan dengan ide yang dilontarkan di awal, kemudian terus
berargumentasi (ini wajar), dan ketika hasil keputusannya tidak sesuai
dengan apa yang dia anggap terbaik, ketika keluar ruang rapat dia juga
mengeluh dan menyabotase hasil keputusan rapat. Ini sebuah contoh tindakan
orang-orang dewasa yang tidak dewasa!
Semua anggota rapat harus sadar bahwa rapat ini diadakan untuk
menyelesaikan masalah dan mendapatkan ide terbaik untuk perusahaan, bukan
untuk segelintir karyawan. Ini tugas pimpinan rapat untuk memastikan bahwa
keputusan rapat memang bukan untuk hanya kebaikan segelintir karyawan,
sebuah departemen atau divisi, dan sebagainya, melainkan lebih untuk
kebaikan dan kemajuan perusahaan.
Jadi, dengan kesadaran akan hal ini, sudah sepantasnya, apa pun hasil
keputusan rapat yang telah diambil di ruang rapat harus didukung. Hasil
keputusan rapat harus dijalankan dengan sebaik mungkin. Oleh siapa? Oleh
semua orang yang terkait. Mungkin ada di antara Anda yang bertanya, ”Lantas
bagaimana kalau keputusan yang diambil tidak sesuai pendapat saya?”
Jawaban saya: ”Apakah menurut Anda, yang memberikan pendapat dan hasil keputusan
rapat tersebut dibuat berdasarkan niatan untuk membuat perusahaan lebih
baik atau lebih hancur?” Kalau Anda merasa bahwa niatannya adalah baik,
hanya caranya saja yang menurut Anda bukan yang terbaik, sepantasnya Anda
mendukung hasil keputusan tersebut.
Kita sebagai manusia tidak mungkin betul terus. Judgement kita terhadap apa
yang baik dan salah, baik dan lebih baik, itu semua dipertajam oleh
orangorang di sekeliling kita, dan pengalaman kita. Kita harus sadar bahwa
tidak ada manusia yang sempurna. Kalau pada masa lalu banyak pemikiran kita
yang tepat, bukan lantas keputusan kita hari ini pasti tepat.
Kan tidak? Nah, dengan pemikiran yang ‘rendah hati’ inilah yang seharusnya
membuat kita mampu menerima hasil keputusan rapat yang memang punya niatan
untuk membuat perusahaan lebih baik lagi.
Satu hal yang harus saya sampaikan di sini. Menurut saya, ada pengecualian
untuk tidak mendukung hasil keputusan rapat. Apa itu? Kalau hasil keputusan
rapatnya untuk melakukan sesuatu yang bertolak belakang dengan hati nurani
kita. Contohnya apa? Misal, hasil rapatnya memutuskan untuk Anda memberikan
uang suap atau untuk menyabotase sebuah proyek (melakukan tindakan
kriminal).
Kalau hati nurani Anda bertolak belakang dengan keputusan ini, sampaikan di
ruang rapat. Atau Anda bisa menghadap ke atasan Anda dan menyatakan
keberatan Anda yang berdasarkan atas hati nurani Anda. Apabila keputusan
rapat tetap harus dijalankan, Anda berhak untuk tidak ikut serta dalam
mendukung hasil rapat tersebut. Saya pernah dalam keadaan seperti ini
ketika dulu saya bekerja.
Apa yang saya lakukan bukan hanya tidak mendukung hasil rapat, melainkan
saya menjadi orang yang membongkar skandal yang terjadi hingga ke kantor
pusat brand tersebut. Saya sempat mendapat tekanan luar biasa, tapi saya
percaya, itulah yang harus saya lakukan, demi kebaikan brand yang saya
pegang. Apakah lantas dengan tindakan yang saya lakukan itu karier saya
mati?
Saya seperti hari ini adalah jawaban dari apa yang saya pegang teguh
dalammenjalankanpekerjaanatau bisnis saya. Jadi, teamwork itu bermula dari
ruang rapat. Kita harus menghargai apa yang menjadi keputusan bersama, apa
yang merupakan hasil rapat harus kita dukung.
Bukan hanya didukung seadanya, melainkan harus kita lakukan dengan sebaik
mungkin. Itu semua boleh tidak kita lakukan, bahkan kita tentang kalau
memang hasil keputusan rapat tersebut tidak baik bagi perusahaan (hanya
menguntungkan segelintir orang) dan bertolak belakang dengan hati nurani
Anda (korupsi, tindakan kriminal, dan sebagainya).
Mau jadi pemimpin? Jadilah anggota tim yang mampu menghargai pendapat orang
lain dan mendukung keputusan bersama. See
you ON TOP! ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar