Sabtu, 26 Oktober 2013

Menyingkapkan Peluang 2014

Menyingkapkan Peluang 2014
Rikard Bagun  ;    Pemimpin Redaksi Kompas
KOMPAS, 25 Oktober 2013


Sorotan tajam mata masyarakat Indonesia, seperti tanpa berkedip sedikit pun, semakin terfokus kepada cakrawala tahun 2014. Sangat diharapkan hasil pemilu tahun 2014 dapat menghadirkan pemimpin baru yang mampu mengantarkan perubahan ke arah yang lebih baik, lebih kuat, lebih cepat, dan lebih tinggi.
Tahun 2014 memang tergolong tahun menentukan dalam siklus seleksi kepemimpinan bangsa Indonesia. Proses seleksi pemimpin ataupun pergulatan politik dan ekonomi Indonesia tahun depan berlangsung di tengah impitan kondisi dunia yang masih tertekan oleh krisis keuangan global.
Namun, kondisi dunia tahun depan bukan tanpa hiburan karena ada Piala Dunia di Brasil. Sekalipun berlangsung di kaki langit yang jauh di Brasil, masyarakat Indonesia akan bergabung dalam keceriaan menikmati tayangan pesona Piala Dunia.

Di luar ekspresi kegembiraan atas pesta olahraga itu, bangsa Indonesia tidak boleh kehilangan konsentrasi dalam melaksanakan pemilu. Semakin kuat terdengar pertanyaan, apakah bangsa Indonesia mampu melakukan seleksi pemimpin yang dapat mengantarkan negeri ini menjadi lebih baik, atau dalam moto pertarungan Olimpiade, menjadi lebih kuat (fortius), lebih cepat (citius), dan lebih tinggi (altius).

Tentu saja harapan yang melambung tinggi dan berlebihan terhadap pemimpin baru hanya akan menjadi sebuah lamunan jika tidak diikuti kesadaran dan pemahaman betapa proses perubahan juga membutuhkan waktu dan kesabaran, tidak seperti membalikkan telapak tangan. Sungguh diperlukan kemampuan mengidentifikasi semua peluang dan tantangan sebagai realitas yang berlapis-lapis, yang perlu dikelola. Dalam semangat itu pulalah, harian Kompas mengeluarkan edisi khusus setebal 106 halaman pada hari ini sebagai bagian upaya pencarian pemecahan atas beragam persoalan bangsa dan negara.

Upaya mengungkapkan peluang dan tantangan, yang dilakukan Kompas dan lembaga-lembaga lain, tidak banyak maknanya jika tidak sampai menggerakkan pikiran dan tindakan nyata bagi transformasi kehidupan berbangsa yang berjangkauan jauh ke depan.
Perlu terobosan

Proses transformasi hanya bisa dicapai dengan melakukan terobosan, lebih-lebih karena berbagai sendi kehidupan sosial, politik, ekonomi, dan budaya kedodoran. Sistem dan institusi juga tidak efektif karena lemahnya fungsi koordinasi, sinkronisasi, dan sinergi.

Kalangan elite pun gagal memperlihatkan budaya unggul karena semakin jauh terperangkap oleh jebakan perilaku saling menyandera dalam intrik politik dan tarik-menarik kepentingan yang lebih bersifat transaksional. Kegaduhan politik sangat kencang pada upaya menciptakan sensasi panggung, tetapi minim pesan, kesan, serta miskin substansi gagasan perubahan.

Jauh lebih memprihatinkan tentu saja gejala korupsi yang terkesan cenderung mengganas di kalangan elite. Banyak kalangan bergumam, mengapa korupsi tidak surut-surut juga. Sesungguhnya sudah banyak upaya membendung praktik korupsi, tetapi keganasannya tetap luar biasa.

Sekadar ilustrasi, korupsi menjadi salah satu sandungan yang membawa kehancuran Kekaisaran Romawi. Negarawan dan orator ulung Marcus Tullius Cicero sampai kehilangan kata-kata mengecam para koruptor. Kecaman keras terhadap para pelaku korupsi ternyata tidak efektif sehingga membuat Cicero yang sangat frustrasi akhirnya berpaling mengecam waktu dan tabiat. Sangat terkenal jeritan frustrasi Cicero: O Tempora, O Mores! (Oh Waktu, Oh Tabiat!). Hampir senada, keluhan pujangga Rangga Warsita: Zaman Edan! Bukan manusia yang dinilai edan, melainkan zaman mengalami kegilaan.
Namun, sejelek-jeleknya
keadaan, peluang Indonesia menjadi bangsa kuat, maju, dan berpengaruh sangat terbuka lebar. Bangsa Indonesia mempunyai basis kemampuan kuat untuk bergerak maju yang ditopang sisa-sisa sumber daya alam dan pasar domestik besar yang didukung 240 juta penduduk.

Sudah muncul berbagai ramalan tentang Indonesia menjadi negara maju dalam hitungan beberapa tahun ke depan. Namun, jangan cepat terbuai ramalan karena jauh lebih penting kewaspadaan dan kesungguhan menjalankan program nyata untuk menciptakan lapangan kerja serta mengurangi kesenjangan, ketimpangan pembangunan, kemiskinan, dan keterbelakangan.

Proyeksi angka pertumbuhan ekonomi sekitar 6 persen, yang diikuti angka inflasi tinggi, dipandang kurang memadai untuk memacu kemajuan yang berkelanjutan. Juga semakin dikhawatirkan kemungkinan Indonesia sulit melepaskan diri dari jebakan negara berpendapatan menengah, middle income trap.


Bangsa Indonesia membutuhkan terobosan, yang perlu digerakkan oleh pemimpin baru. Pemimpin hasil pemilu tahun depan sangat penting untuk menjamin proses transformasi, yang sangat menentukan nasib perjalanan bangsa selanjutnya.  ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar