|
Perkembangan jumlah
kendaraan bermotor yang cukup pesat dewasa ini sangat berdampak terhadap
masalah transportasi publik. Hal ini terutama dirasakan di kota-kota besar,
seiring dengan terjadinya kemacetan yang berdampak pemborosan atau inefisiensi.
Karena itu, ke depan perlu solusi komprehensif untuk mengatasi masalah itu.
Pemerintah harus lebih serius membenahi angkutan publik, seperti membangun
subway, monorel, dan berbagai sarana alternatif modern lain di kota-kota besar.
Masalah transportasi publik
paling kentara terjadi di Ibu Kota Jakarta. Karena itu, DPR mendorong
pengembangan berbagai infrastruktur, seperti Bandara Internasional
Soekarno-Hatta. Bandara yang terletak di Cengkareng, Tangerang, Banten, itu
secara spesifik memerlukan peningkatan kapasitas sarana terminal dan jalur
angkutan kereta yang bersifat pro rakyat.
Kondisi Bandara
Soekarno-Hatta sudah tidak memadai, terutama sejak disahkannya UU No 1/2009
tentang Penerbangan. Data tahun 2009 mengungkapkan, arus penumpang di bandara
itu menembus angka 30 juta orang per tahun, sementara kapasitas Terminal I dan
Terminal II hanya 18 juta. Belum lagi lalu lintas pergerakan pesawat dan kargo,
juga sangat tinggi.
Namun, masalah kronis
transportasi dan angkutan massal di Jakata adalah kemacetan di jalan raya yang
makin parah dari tahun ke tahun. Siapa pun warga Jakarta merasakan kemacetan
membuat jarak tempuh perjalanan makin panjang untuk jarak yang sama dibanding
beberapa tahun lalu.
Sejauh ini memang banyak
solusi yang ditawarkan, tetapi belum ada yang mampu mengatasi masalah kemacetan
lalu lintas di jalan raya. Sekarang Pemprov DKI Jakarta tengah membenahi
angkutan massal. Namun, solusinya harus didukung perilaku dan budaya
masyarakat.
Bagaimanapun, masalah
kemacetan Jakarta sangat berdampak terhadap akses menuju "gerbang
negara", Bandara Soekarno-Hatta. Jalan Tol Sedyatmo yang berkapasitas 150
ribu kendaraan harus menanggung 120 ribu mobil per hari, sehingga tidak bisa
lagi diharapkan menjadi akses cepat dan lancar menuju bandara.
Di sisi lain, pertumbuhan
Bandara Soekarho-Hatta saat ini sebesar 10 persen saja dengan jumlah penumpang
43 juta orang pada tahun 2010. Lima tahun ke depan, angka itu niscaya melonjak
drastis menjadi 65 juta orang. Karena itu, angkutan massal alternatif kereta
bandara sangat diperlukan.
Bagaimanapun, masalah
transportasi publik di kota besar berdampak serius pada perekonomian maupun
pariwisata dan sektor lain. Karena itu, pembenahannya pun harus melibatkan
berbagai pihak atau dilakukan secara terpadu agar bisa memberikan kenyamanan
bagi warga dan siapa saja yang menginjakkan kakinya di gerbang Ibu Pertiwi.
Sangat rasional apabila penumpang pesawat yang ingin menuju bandara membutuhkan
akses alternatif, termasuk kereta api sebagai pilihannya.
Begitu juga dengan
pergerakan warga atau mobilitas penduduk, sangat rasional apabila didukung
transportasi publik yang nyaman sehingga semua aspek kegiatan akan saling
mendukung untuk kemajuan bangsa. Karena itu, masalah transportasi publik
sebagai salah satu sektor yang paling berdampak bagi kemajuan ekonomi bangsa
perlu mendapatkan perhatian serius. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar