|
WAJAH politik kita hingga saat ini tampak semakin pucat
karena tubuh politik nasional sedang digerogoti aneka macam penyakit akibat
salah kelola oleh para politikus. Politik uang, dus perilaku politik para
politikus yang gemar melakukan korupsi dan doyan menerima suap adalah
bibit-bibit penyakit yang tidak henti-hentinya menggerogoti tubuh politik
nasional.
Setiap
hari, publik tidak henti-hentinya mendengar dan membaca di media elektronik dan
media cetak tentang perilaku busuk dari para politikus itu. Politik yang di
zaman lampau terutama di masa Yunani kuno dikatakan Aristoteles sebagai sangat
indah karena sebagai wahana membangun masyarakat utama--masyarakat
sejahtera-itu kini telah berubah wajah menjadi begitu menjijikkan.
Politik yang dikatakan kotor itu pun lekat dengan tubuh politik nasional.
Politik yang dikatakan kotor itu pun lekat dengan tubuh politik nasional.
Maka,
apatisme, rasa terasing, masa bodoh, bahkan rasa muak publik terhadap kehidupan
politik pun kini menyeruak. Itu setali tiga uang dengan sikap tidak suka publik
dengan para politikus nasional, baik di pusat maupun di daerah, baik di parpol
maupun di legislatif. Apa kah perilaku para politikus akan berubah menjadi
lebih baik dan kehidupan politik akan berkembang menuju pencerahan yang
mencerdaskan publik?
Patologi psikopolitik
Sebenarnya,
rakyat menaruh harapan yang besar terhadap politik nasional beserta para
politikusnya, terutama ketika pemilu atau pemilu kada digelar. Karena dari
perhelatan demokrasi pemilu atau pemilu kada itulah lahir pemimpin yang
diharapkan dapat membawa rakyat menuju ke masa depan yang lebih baik.
Namun,
ternyata dari perhelatan demokrasi yang satu ke perhelatan demokrasi yang
lainnya, nasib rakyat tetap sama saja. Pemimpin yang datang dan pergi selalu
tidak pernah memenuhi janji-janji politiknya. Janjijanji politik selalu
ditelannya pascaterpilih dan rakyat dilupakan dan dibiarkan bergelut dengan
nasib buruknya yang selalu diimpit aneka kesulitan ekonomi. Sebaliknya,
pemimpin terpilih berkonsentrasi mencari setiap peluang ekonomi di seputar ring
kekuasaan untuk menambah pundi-pundi kekayaan pribadi, dus mengembalikan modal
yang telah dikeluarkan dalam perebutan kekuasaan.
Dari
kebijakan yang satu ke kebijakan lainnya, meski diketahui itu sangat mencekik
leher rakyat, tidak pernah terlihat usaha-usaha konkret dari pemimpin untuk
mentransformasikan rasa gundah personal mereka ke dalam tindakan politik spesifik
yang konkret untuk menyelamatkan nasib rakyat. Para pemimpin seperti tidak
memiliki niat yang tulus yang diikuti terobosanterobosan jitu membawa rakyat
untuk bisa ke luar dari jeratan-jeratan kesulitan ekonomi yang mereka hadapi.
Yang
terlihat, rakyat seperti ditinggalkan sendiri meratapi nasibnya dalam
mengarungi kehidupan bernegara yang teramat kejam. Negara pun seperti kosong
peran kuncinya yang seharusnya memiliki kekuasaan untuk menyelesaikan persoalan
rakyat. Dalam menghadapi keperkasaan tembok kapitalisme, kesaktian negara leleh
bak es krim. Demi rasa aman kekuasaan, para penguasa dan para politikus sebagai
representasi negara akhirnya hanya bersedia berselingkuh dengan kekuatan
kapitalis. Para politikus hanya ibarat amuba kekuasaan yang merusak kehidupan
warga politik yang berhati mulia.
Tak
pelak, wajah politik dari hari ke hari bukan lagi tampak pucat, melainkan
semakin tidak elok dan menjijikan. Itulah patologi psikopolitik nasional yang
sebenarnya sudah berada di luar kewajaran. Situasi abnormal politik yang
mendorong lahirnya ungkapan sarkastis Auberon Waugh bahwa sebenarnya tidak
seorang pun yang tertarik untuk menempatkan karier di bidang politik pada
prioritas utama, kecuali mereka yang pincang secara sosial dan emosional.
Karena
itu, tidak menghe rankan kehidupan politik sulit diharapkan berjalan baik dan
normal, atau selalu berjalan dalam ketidakwajaran alias abnormal. Mengapa?
Karena politik dikendalikan oleh orang-orang yang pincang secara sosial dan
emosional. Kalau tidak mau dikatakan politik kita dikendalikan para psikopat. Ciri
psikopat adalah orangorang yang berwatak egosentris, tidak punya empati pada
kesulitan hidup orang lain dan tidak pernah menyesali perbuatan buruknya, serta
tidak punya usaha melakukan sesuatu yang lebih baik. Sosok ini bisa dilekatkan kepada para politikus kita?
Psikoterapi politik
Perlu
digarisbawahi, abnormalitas politik nasional saat ini tidak bisa dianggap
biasa-biasa saja, saat politik tidak bisa dijalankan dalam balutan politik uang
dengan para politikus, terutama di tingkat elite parpol, secara sadar
melibatkan diri dalam berbagai skandal yang memalukan. Sementara itu, rakyat
dibiarkan terkurung dalam kesulitan ekonomi yang jauh dari kesejahteraan dan
kemakmuran yang diimpikan.
Karena
itu, kini dibutuhkan suatu revitalisasi terhadap dunia politik sekaligus
memformat ulang perilaku politisi. Meskipun keberhasilannya bisa dikatakan
absurd, tetapi betapa penting untuk diusahakan. Sekurang-kurangnya, dengan itu
dapat diharapkan naluri-naluri dan seleraselera rendah para politikus yang
egosentris yang hanya memperjuangkan materi dan kekuasaan dapat tereliminasi,
agar dapat hadir ruang-ruang politik yang bergairah dan memungkinkan lahirnya
politisi generasi baru yang dapat berkiprah untuk mencerdaskan dan mencerahkan
kehidupan bangsa.
Lebih
daripada itu, dibutuhkan suatu psikoterapi politik. Dalam psikoterapi politik,
meminjam ungkapan Reza Indragiri Amriel (2001), tidak lebih sebagai suatu
eksplorasi kontemplatif dalam rangka menemukan dinamika psikis pribadi-pribadi
yang meskipun tersembunyi, tetapi sangat kuat pengaruhnya dalam
melatarbelakangi pola tingkah individu di kancah kehidupan politik yang kian absurd.
Dalam
hal ini, psikoterapi politik harus dijadikan sebagai suatu kebutuhan yang urgen
sekaligus solusi konkret untuk pemulihan politik, dus perbaikan perilaku
politik para politikus. Setidaknya, itu dilakukan untuk mencegah ekses yang
lebih buruk lagi di tengah perilaku politisi yang kian mengecewakan rakyat dan
terus membusukkan citra agung politik. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar