|
Membenahi secara berkesinambungan
sistem pendidikan yang telah berjalan haruslah menjadi satu agenda utama
pemerintahan yang sedang berkuasa. Karena, sejatinya pendidikan bukanlah melulu
sekadar memberikan keterampilan kepada anak didik untuk pemenuhan kebutuhan
dasar (pangan, papan dan sandang) melalui pelatihan. Pendidikan juga bukan
sekedar mengajarkan anak benar atau salah. Namun, lebih dari itu pendidikan
adalah sebuah strategi membangun sebuah peradaban bangsa dengan cara memberikan
kesadaran moral dan nilai bagi kehidupan anak ke depan.
Pendidikan adalah proses investasi
jangka panjang dalam bentuk human investment, modal penting dalam pembangunan
suatu bangsa. Perselingkuhan antara kekuasaan dan kapitalisasi pendidikan
mengarah pada kecenderungan politisasi pendidikan. Akibatnya, pendidikan lepas
dari fungsi utama dan akhirnya terkebiri tujuan pendidikan itu sendiri.
Memosisikan pendidikan sebagai
sebuah strategi pembangunan peradaban bangsa berarti proses ini melibatkan
seluruh elemen masyarakat. Pendidikan bukan hanya urusan sekolah, tetapi juga
keluarga, organisasi atau perkumpulan sosial dan masyarakat. (Mushthafa, 2013: 10) Pendidikan tidak
bisa berjalan sendiri-sendiri, harus ada partisipasi berbagai kalangan untuk
menggapai cita-cita mulia pendidikan.
Masyarakat dan tokoh-tokoh yang
didukung rakyat telah menyadari pentingnya fungsi pendidikan itu. Bahwa
pendidikan adalah hak seluruh rakyat Indonesia telah termaktub dalam UUD 1945.
Bangsa Indonesia sudah bertekad bulat untuk membawa Indonesia keluar dari
belenggu pendidikan.
Perjalanan panjang yang telah
ditempuh dalam membangun pendidikan berkeadaban telah menunjukkan titik terang
dan harapan baru. Namun, masih juga ada kesemrawutan dan hal-hal yang harus
dibenahi berkaitan pengelolaan pendidikan yang bebas dari berbagai kepentingan.
Kurikulum 2013
Yang menarik ditelisik, mengapa
saat anggaran dalam APBN yang begitu besar tercurah pada pendidikan, pada saat
itu pula mutu pendidikan tidak semakin membaik? Kualitas pendidikan cenderung
stagnan dan bahkan banyak terjadi penyelewengan hingga membuat para pemerhati
pendidikan gelisah.
Kegelisahan tentang pengelolaan
pendidikan ini telah berulang kali disuarakan. Beragam pendapat menyuarakan
bahwa pendidikan kita akhir-akhir ini cenderung dicemari kebijakan 'liar'. Ada
tarik-menarik kepentingan dan campur aduk kepentingan politik praktis dalam
kebijakan pendidikan. Terlalu banyak campur tangan yang bermain dalam
kebijakan. Seperti, yang saat ini diributkan, Kurikulum 2013. Ada kesan
pemaksaan bahwa Kurikulum 2013 harus diterapkan, sebagai buah karya
pemerintahan dalam upaya membuat perubahan.
Lalu, pendidikan kita sering kali
juga dicemari pemikiran kotor yang tujuannya bukan murni untuk memajukan
pendidikan itu sendiri. Namun, ditengarai sebagai lahan basah untuk 'bancakan'
korupsi. Seperti dikutip di media massa bahwa objek korupsi terbesar dana
pendidikan ada pada dana alokasi khusus yang ditransfer ke daerah dan dana
bantuan operasional sekolah (BOS).
Jadi inilah mengapa mutu
pendidikan kita tidak beranjak maju atau stagnan. Karena, berbagai pihak yang
telah diserahi tugas sebagai orang yang berkewajiban menggelola pendidikan
lebih tertarik membicarakan uang atau proyek daripada bagaimana meningkatkan
mutu pendidikan itu sendiri.
Maka, tidaklah salah jika
pendidikan kita terus terlilit masalah. Tidak cukup hanya sampai di situ, para
pihak yang diserahi tugas mengelola pendidikan apabila dituding gagal dalam
mengangkat mutu pendidikan akan melakukan pembelaan diri. Dengan berbagai cara,
satu di antaranya dengan berwacana.
Namun, sayangnya wacana tetaplah wacana
tanpa ada realisasinya. Tak heran kalau Mohammad Abduhzen menyebutnya orang
seperti ini tergolong hipokrit karena mereka bertindak tidak sesuai ucapan:
berbicara hal baik, tetapi tidak mempraktikkannya (Pendidikan Kaum Hipokrit).
Melihat kondisi pendidikan kita
sekarang ini, maka dibutuhkan kemampuan yang handal dan terampil, disertai niat
ikhlas untuk bekerja dalam mengelola pendidikan. Agar kebijakan yang dibuat
benar-benar sesuai peruntukkannya. Termasuk didalamnya pengelolaan anggaran
pendidikan. Sehingga sasaran kegiatan pendidikan akan tercapai dan terarah.
Artinya, diperlukan orang-orang yang mampu menciptakan public value, meminjam
istilahnya Bryson (2004) yang berupaya menghasilkan inisiatif, kebijakan dan
program untuk memajukan pendidikan dengan biaya yang logis.
Public value juga
berarti perubahan yang dilakukan oleh institusi pengelola pendidikan untuk
memberikan efek atau dampak di masa depan dan lebih baik. Kemudian, program
pengembangan kebijakan pendidikan hendaknya juga lebih bersifat antisipatif,
yaitu pendidikan yang bisa menjawab tantangan masa depan. Agar generasi emas
yang telah dicita-citakan tidak terseok-seok dalam mengarungi derasnya
kompetisi di masa datang.
Kebijakan yang antisipatif dan
mampu menjawab kebutuhan ke depan bisa terealisasi jika ada komitmen yang kuat
dari pemegang otoritas pendidikan dengan didukung oleh berbagai kebijakan yang
fokus dan konsisten.
Sebagai penutup, jika pemerintahan
saat ini ingin dikenang dengan manis dalam catatan sejarah dan ingatan
masyarakat maka berbuatlah yang terbaik bagi pendidikan. Inilah saatnya untuk
bangun dari tidur panjang dan keluar dari keterpurukkan. Semoga. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar