Sabtu, 24 Agustus 2013

Kasus Suap, Konvensi dan Citra Partai Demokrat

Kasus Suap, Konvensi dan Citra Partai Demokrat
Felix Jebarus ;    Analis Komunikasi Politik & Pengajar the London School, Jakarta
KORAN SINDO, 24 Agustus 2013


Dengan meledaknya berita penangkapan Rudi Rubiandini oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), nyaris mereduplah gegap gempita konvensi Partai Demokrat. Seperti diulas hampir semua media massa, pada Selasa 13 Agustus 2013 KPK berhasil menangkap Rudi Rubiandini, Kepala SKK Migas. 

KPK menyita sejumlah barang bukti USD 400.000; 27.000 dolar Singapura; Bersama Rubiandini, dibekuk Deviardi yang mengantar USD400.000. Lalu, Simon Gunawan Tanjaya, pemilik Kernel Oil Pte Ltd yang berbasis di Singapura. Di rumah Deviardi, penyidik KPK menyita USD200.000. Selain uang, KPK pun menyita sebuah motor gede merek BMW. Setelah melakukan pemeriksaan intensif, KPK menetapkan ketiga orang itu: Rudi Rubiandini, Deviardi, dan Simon Gunawan Tanjaya, sebagai tersangka. 

Tidak terhenti di situ, pada 15 Agustus 2013 atau dua hari setelah penangkapan Rubiandini, KPK pun menyita sejumlah uang di ruangan Sekjen Kementerian ESDM Wayono Karno. Di sini KPK menemukan uang USD200.000. KPK juga menemukanuang sebesarUSD320.000di dalam kotak deposit milik Rudi Rubiandini di Bank Mandiri. Selanjutnya di brankas ruang kerja Rudi Rubiandini di kantor SKK Migas, KPK mendapatkan uang 600.000 dolar Singapura, USD20.000 dan 180 gram emas. 

Pertanyaannya, mengapa penangkapan Rudi Rubiandini yang tercatat sebagai Guru Besar ITB dan pernah meraih penghargaan sebagai dosen teladan ITB itu menyedot perhatian publik? Betapa tidak, cukup banyak pejabat pemerintah, politisi yang telah diciduk KPK, dan saat ini masih menjalani proses hukum. Pertanyaan lain, apakah peristiwa itu terkait dengan konvensi Partai Demokrat? Ataukah, peristiwa itu terjadi secara kebetulan? 

Lalu, apa “makna pesan” dibalik penangkapan Rudi Rubiandini itu? Dari perspektif komunikasi politik, berbagai aspek: situasi, konteks, aktor yang terkait peristiwa penyuapan ini berelasi dan memberikan makna pesan komunikasi. Keterkaitan itu terjalin baik dalam konteks pekerjaan yang dilakukan maupun dalam kaitan dengan aktivitas politik yang dilakukan para tokohnya. 

Sebagai Kepala SKK Migas, Rubiandini harus melaporkan berbagai kegiatan yang berkaitan dengan pelaksanaan kontrak kerja sama kepada Menteri ESDM Jero Wacik. Secara fungsional, Rubiandini menjalin koordinasi/komunikasi dengan Jero Wacik yang dalam aktivitas politik tercatat sebagai Majelis Tinggi Partai Demokrat. Dari segi konteks, penangkapan terhadap Rubiandini dilakukan dalam interaksinya dengan pihak-pihak yang memiliki kepentingan bisnis dengan aktivitas permigasan. 

Relasi Rubiandini dan Jero Wacik, berikut para pebisnis di sektor migas dari perspektif komunikasi bisa melahirkan berbagai interpretasi misalkan: apakah Rubiandini menerima suap untuk memperkaya dirinya semata, ataukah untuk pihak lain? Apakah pebisnis itu menjadikan Rubiandini sekadar mediator sebelum menjangkau pihak lebih tinggi dan memiliki autoritas dalam keputusan bisnis di sektor permigasan? dan sebagainya. 

Dari segi waktu, kasus suap ini berlangsung dalam situasi, di mana Partai Demokrat menyelenggarakan konvensi serta berbagai persiapan menuju Pemilu 2014. Semua partai politik termasuk Demokrat sangat membutuhkan dana besar. Sebagai seorang pejabat negara yang juga politisi Demokrat, Jero Wacik memang berhak untuk menegaskan bahwa penyuapan terhadap Rubiandini tidak ada kaitannya dengan aktivitas Partai Demokrat. 

Namun, kata-kata Jero Wacik itu tentu tidak sertamerta memaksa publik percaya apalagi sepakat. Publik bisa saja memberikan interpretasi yang berbeda terhadap pesan yang disampaikan itu. Persepsi publik akan bergulir semakin variatif bahkan liar, terutama bila dikaitkan dengan penemuan sejumlah uang yang tercecer di kantor Sekjen ESDM, sebagaimana telah diutarakan di atas. 

Peristiwa ini seakan-akan meyakinkan publik bahwa dana yang disita KPK itu adalah dalam rangka penyelenggaraan konvensi Demokrat. Kegiatan konvensi Partai Demokrat sebagaimana yang disampaikan para pengamat politik, bila dilakukan secara jujur, terbuka dan demokratis, bisa jadi salah satu upaya memperbaiki citra Demokrat yang sudah terpuruk, menyusul berbagai kasus korupsi oleh para politisinya. 

Hadirnya berbagai tokoh eksternal, seperti Effendi Ghazali, Christianto Wibisono, Soegeng Sarjadi, Taufiequrrahman Ruki, dan berbagai tokoh lain yang memiliki kredibilitas, mampu menabur harapan bahwa, melalui konvensi ini, Demokrat membangun niat untuk menjadi instrumen politik atau demokrasi yang baik. Namun, kasus suap yang terkait dengan Kepala SKK Migas bukan tidak mungkin akan kembali merusak citra partai Demokrat. 

Persepsi publik tidak mungkin bisa diredup oleh pernyataan seorang Jero Wacik atau pun pidato normatif SBY sebagai Ketua Umum Partai Demokrat. Kini, yang sangat mendesak dan perlu bagi publik adalah: informasi yang terbuka, jujur dan akurat berkaitan dengan keterkaitan politisi partai dengan kasus suap itu. 

Berbagai hal itu hanya mungkin diwujudkan manakala Jero Wacik mampu bersikap proaktif terhadap KPK dan bukan sebaliknya, membentengi diri dengan berbagai informasi palsu. Langkah itu pula yang bisa menjadi salah satu upaya untuk memperbaiki citra partai ini sehingga tidak bertambah hancur. ● 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar