Rabu, 21 Agustus 2013

Harga dan Cadangan Pangan

Harga dan Cadangan Pangan
Achmad Suryana ;   Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian
REPUBLIKA, 20 Agustus 2013

Terjadinya fluktuasi harga beberapa jenis pangan pada periode menjelang, selama, dan sesudah bulan Ramadhan yang berulang setiap tahun sudah dimaklumi masyarakat luas. Intensitas fluktuasi harga untuk setiap jenis pangan pada periode tersebut berbeda, dipengaruhi oleh tingkat kesulitan pengelolaan dan penyimpanan setiap jenis pangan, serta besarnya pengaruh ekspektasi para pedagang dalam mengambil keuntungan. 

Dibandingkan dengan bulan Ramadhan tiga tahun terakhir, pada tahun ini harga-harga pangan lebih bergejolak dan pada level yang lebih tinggi. Ada tiga jenis pangan yang menyedot perhatian publik dan menyibukkan pemerintah untuk mengatasinya, yaitu daging sapi, cabai merah, dan bawang merah.

Yang patut dicatat, fluktuasi harga ketiga pangan tersebut tetap berlangsung, padahal pemerintah telah berupaya meredamnya dengan berbagai kebijakan, termasuk memperlancar distribusi, memberi kesempatan mempercepat impor bagi yang sudah memperoleh izin, dan menambah alokasi volume impor yang cukup besar. Perilaku pergerakan harga ketiga komoditas tersebut ternyata tidak terjadi pada harga beras, yang mempunyai nilai stategis secara ekonomis, sosial, dan politis. 

Pengelolaan stabilisasi pasokan dan harga pangan pokok merupakan kewajiban pemerintah yang diamanatkan Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan (Pasal 13). Dalam UU Pangan ini dinyatakan bahwa sumber utama penyediaan pangan nasional berasal dari produksi dalam negeri dan cadangan pangan nasional (CPN). Bila dari kedua sumber tersebut tidak mencukupi, barulah dapat dipenuhi dari impor, (Pasal 14).

Dengan demikian, ada dua hal yang sangat jelas dan tegas diamanatkan UU Pangan. Pertama, impor merupakan upaya terakhir atau the last resort dalam rangka menyediakan pangan yang cu- kup bagi seluruh penduduk dengan harga terjangkau daya beli masyarakat. Kedua, CPN merupakan instrumen penting dalam memenuhi penyediaan pangan dan untuk menjaga stabilisasi harga pangan.

Indonesia baru memiliki cadangan pangan pemerintah untuk beras saja, yang pelaksanaannya dikelola Bulog. Memasuki awal Ramadhan tahun ini volume beras di bawah pengelolaan Bulog sebesar 2,94 juta ton, dan seminggu setelah Lebaran masih pada tingkat aman dengan volume 2,80 juta ton. 

Sebenarnya, saat ini volume cadangan beras pemerintah (CBP) relatif sedikit. Dari hampir tiga juta ton beras yang dikelola Bulog, hanya 350 ribu ton yang merupakan CBP. Beras ini siap dimanfaatkan kapan saja untuk operasi pasar guna menjaga stabilitas harganya dan didistribusikan kepada masyarakat yang terkena bencana guna mengatasi rawan pangan transien (sementara). 

Dalam iklim ekstrem yang susah diprediksi, pasar internasional pangan yang tidak dapat dipercayai sepenuhnya bagi pemenuhan volume dan harga yang diingin kan, dan masyarakat yang tidak menghendaki adanya ketergantungan pada pangan impor, maka amanat UU Pangan yang mewajibkan pemerintah mengembangkan CPN menjadi suatu langkah yang sangat strategis. Dengan membentuk CPN yang cukup, diharapkan gejolak harga pangan akan dapat diredam.

Untuk membangun CPN tersebut, ada empat hal yang harus dirancang. Pertama, perlu ditetapkan komoditas pangan yang perlu dijaga stabilisasi pasokan dan harganya, karena untuk membangun CPN ini biaya yang harus ditanggung pemerintah akan cukup besar. Pemilihan komoditas sebaiknya difokuskan pada pangan yang mempunyai dampak strategis bagi ekonomi, sosial, dan politik nasional. 

Untuk tahap awal, lima komoditas pangan pokok, yaitu beras, jagung, kedelai, minyak goreng, dan gula, serta bawang merah dan cabai merah dapat dipertimbangkan untuk dibentuk cadangan pangannya, namun tidak perlu semuanya. Pemilihan jenis dan jumlah komoditas akan terkait dengan perencanaan sistem pengadaan, penyimpanan, dan penyalurannya.

Sesuai UU Pangan, CPN terdiri atas cadangan pangan pemerintah (pusat) dan cadangan pangan pemda provinsi, kabupaten/kota, desa, serta cadangan pangan masyarakat (Pasal 23 dan 27). Karena itu, langkah kedua perlu dibuat pengaturan pembagian tugas yang jelas dan terukur antara pemerintah pusat dan daerah, serta peran masyarakat. Salah satu pengaturan tugas tersebut di antaranya pemda tidak harus memiliki cadangan pangan yang sama dalam jenis dan jum- lahnya dengan yang dimiliki pemerintah pusat, tetapi dapat disesuaikan dengan pola konsumsi pangan setempat.

Ketiga adalah pembagian beban dalam membagun CPN tersebut. Porsi terbesar tetap harus diambil oleh pemerintah pusat, karena stabilisasi harga terkait erat dengan aspek ekonomi makro dan stabilitas ekonomi dan politik nasional. Peran pemda disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah dan besarnya jumlah penduduk di wilayahnya. 

Cadangan pangan masyarakat dibangun oleh masyarakat sendiri dalam bentuk lumbung pangan masyarakat atau cadangan pangan desa. Selain itu, sesuai dengan keperluannya, cadangan pangan beras berada pula pada setiap rumah tangga, penggilingan, pedagang, industri pengolahan, dan pengguna pangan seperti restoran. 

Keempat berupa penetapan besarnya volume CPN yang dapat memainkan peran untuk menjaga stabilitas harga. Pada prinsipnya besarnya volume CPN untuk setiap komoditas pangan ditentukan oleh jenis pangan, sifat fisik dan kimia pangan, peran penting komoditas tersebut dalam ekonomi nasional, dan frekuensi kejadian dan beratnya volatilitas harga pangan, serta antisipasi kerawanan pangan akibat kekurangan pangan (gagal panen) dan bencana. ● 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar