|
KOMPAS,
04 Juli 2013
Satu tahun pemerintahan Mursi
menandai kegagalan pelembagaan hasil-hasil gerakan rakyat 25 Januari 2011.
Pemerintahan baru Mesir mengemban amanat untuk mewujudkan cita-cita gerakan
rakyat tersebut.
Namun, satu tahun berlalu, tak ada
tanda-tanda kehidupan Mesir baru yang dicita-citakan itu akan terwujud.
Sebaliknya, Mesir di bawah pemerintahan Mursi terus diwarnai gejolak politik,
impitan ekonomi, keterpecahan masyarakat, isu diskriminasi, ”ikhwanisasi”
lembaga-lembaga negara, dan kecurigaan masih kuatnya agenda transnasional kelompok
penguasa.
Demokrasi
versus revolusi
Menyikapi hal itu, para elite
politik dan rakyat Mesir seperti terbelah. Satu pihak menginginkan proses
demokrasi harus tetap dihormati. Proses demokrasi harus tetap menjadi penentu
pergantian kekuasaan. Adanya cara lain dalam merebut kekuasaan, seperti
pengerahan massa seperti sekarang ini, bisa menimbulkan preseden sangat buruk
bagi kehidupan bernegara negeri itu pada waktu-waktu mendatang.
Karena itu, mereka menurunkan massa
gabungan beberapa kelompok Islamis (kecuali dari kelompok al-Nur/Salafi)
sebagai tandingan terhadap gerakan oposisi yang menuntut Mursi mundur. Mereka
mengusung slogan membela legitimasi presiden sebagai hasil demokrasi yang sah
dan membela konstitusi. Dua hal itu, bagi mereka, merupakan garis merah yang
tidak boleh disentuh melalui gerakan massa seperti sekarang.
Itulah
sesungguhnya prinsip demokrasi yang menjadi salah satu cita-cita revolusi
rakyat 25 Januari.
Beruntung, konsentrasi gerakan
kelompok ini berada di Masjid Rab’ah al-Adawiyah yang cukup strategis, tetapi
terpisah dari arah Tahrir yang merupakan pusat gerakan oposisi. Penulis pernah
tinggal di kawasan Rab’ah itu selama enam bulan. Masjid itu sejak dahulu
tampaknya menjadi salah satu konsentrasi kegiatan kelompok Ikhwan.
Sementara kelompok-kelompok oposisi
berpandangan, satu tahun sudah cukup memberikan penilaian terhadap pemerintahan
yang mereka sebut sebagai ”pemerintahan Mursid” ini. Bagi mereka,
mempertahankan pemerintahan sekarang berarti membawa Mesir ke jurang
keterpurukan yang semakin dalam. Karena itu, rakyat harus bergerak untuk
menarik kembali kepercayaan mereka dari pemerintah yang jelas-jelas tidak
kapabel.
Pengumpulan tanda tangan yang
diklaim mencapai lebih dari 22 juta menunjukkan, gerakan ini memiliki
legitimasi kuat untuk mewakili seluruh rakyat Mesir. Legitimasi itu, bagi
mereka, lebih kuat daripada dukungan rakyat terhadap Mursi dalam Pemilu
Presiden 2012. Bagi mereka, rakyat sudah terbukti menarik kembali kepercayaan
mereka terhadap pemerintahan Mursi. Karena itu, mundurnya Presiden Mursi adalah
solusi politik yang ideal bagi krisis yang mendera Mesir saat ini.
Keengganan Mursi menuruti tuntutan
mereka membuat kelompok tersebut ”memaksakan” revolusi jilid II. Maidan
al-Tahrir dipandang sebagai jalan penyelesaian akhir terhadap persoalan ini.
Para elite mereka terus membangun imajinasi bahwa pemerintahan Mursi tak
ubahnya pemerintahan Mubarak yang sangat kuat dan menindas, padahal keduanya
sama sekali berbeda.
Kompromi
Dengan pengerahan massa yang
sama-sama dengan jumlah luar biasa besar dan ”militan”, akan sangat sulit ada
pihak yang akan mencapai seluruh tujuannya. Keduanya harus rela melakukan
kompromi atas keinginan masing-masing. Tidak seluruh keinginan mereka dapat
tercapai. Waktu 48 jam yang diberikan tentara Mesir kepada pihak-pihak yang
bertikai untuk mengambil kompromi politik tidak bisa dipandang main-main.
Meski demikian, untuk mencapai
kompromi politik bukan perkara mudah sebab kedua kelompok sudah telanjur
bergerak terlalu jauh di lapangan dengan jumlah massa yang sangat besar dan
”militan”. Psikologi massa dengan jumlah seperti itu sangat tidak mudah
ditebak. Massa kedua kelompok tidak akan mudah dikendalikan di lapangan,
apalagi kelompok oposisi yang tidak disatukan dalam satu kepemimpinan yang
kuat.
Ngototnya kedua pihak dengan
keinginan masing-masing bisa berakibat fatal: jumlah korban dalam skala besar,
kehancuran demokrasi Mesir, dan lingkaran dendam yang tidak berkesudahan akan
mewarnai generasi-generasi Mesir ke depan. Sungguh, itu adalah harga yang teramat
mahal. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar