Sabtu, 06 Juli 2013

Lain Ciliwung, Lain Vitava

Lain Ciliwung, Lain Vitava
Hadi S Alikodra ;  Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB,
Pernah berkarir di Kemeneg Lingkungan Hidup
SUARA KARYA, 04 Juli 2013


Secara umum, masalah lingkungan di Indonesia, khususnya sungai, sama dengan yang pernah terjadi di Eropa. Sungai Vltava (sungai terbesar di Ceko), dua dekade lalu sangat buruk dan menguning. Baunya tidak sedap. Bahkan tidak memungkinkan untuk sekadar mencuci tangan, apalagi diminum. Mirip Sungai Ciliwung. 

Semua perubahan dimulai dengan adanya peraturan yang baik mengenai kebijakan industri, termasuk subsidi untuk menerapkan teknologi ramah lingkungan. Sampai saat ini pun, Pemerintah Ceko masih memberikan subsidi bagi industri yang memiliki pengolahan limbah dan pengendalian kualitas udara. Di samping itu, sosialisasi pentingnya membersihkan sungai terus dilakukan. Pendekatan kepada warga dilakukan secara intensif dan manusiawi, agar mereka tidak membuang limbah ke sungai.

Bagi bangsa Eropa, pekerjaan adalah sesuatu yang vital dan merupakan harga diri. Nah, ketika Eropa, termasuk Ceko, dilanda pengangguran, kondisi ini dimanfaatkan untuk kampanye lingkungan. Saat itu, jumlah pengangguran di Ceko 15%. Pemerintah menyatakan, pelestarian lingkungan, termasuk membersihkan sungai, akan berdampak pada pengurangan pengangguran. Perbaikan lingkungan adalah salah satu strategi mendasar sebagai pendukung perekonomian. Sampah, misalnya, kalau dibiarkan mengganggu lingkungan. 

Tapi, kalau dimenej dengan baik, sampah adalah sumber penghasilan. Di Jerman, misalnya, manajemen sampah bisa menyerap ratusan ribu tenaga kerja. Di Ceko, manajemen sampah juga bisa menyerap ribuan pekerja. Mulai dari pengangkutan, pemilahan, pemrosesan, hingga menjadi aneka macam produk - mulai dari kompos, tas, mainan, dan bahan-bahan industri lainnya.

Semua ini akan berdampak pada kebersihan lingkungan, perbaikan kualitas air, dan perbaikan kondisi lingkungan lainnya. Motto penanganan sampah adalah cara terbaik untuk menghilangkan sampah adalah tidak menghasilkan sampah. Caranya banyak, melalui daur ulang atau pemanfaatan sampah untuk industri dan kerajinan. Masyarakat harus diajarkan bahwa sampah adalah adalah potensi ekonomi.

Menteri Lingkungan Hidup Republik Ceko, Tomas Chalupa saat menelusuri Kali Ciliwung, Rabu, 15 Mei 2013 lalu, menuturkan, setelah 23 tahun pemerintah dan masyarakat berupaya memperbaiki dan fokus menjernihkan Sungai Vltava, kondisinya kini berubah sama sekali. Sungai Vltava, airnya jernih, orang bisa mandi, bahkan minum air sungai. Orang bisa memancing ikan trout. Ikan ini menjadi simbol kualitas air yang baik. Kini, air Vltava nyaris dapat diminum langsung. Oleh sebab itu, hampir 93% mayoritas penduduk Praha dapat aliran air minum segar di rumahnya, dan 85% dari populasi penduduk memiliki sistem terkoneksi air bersih untuk digunakan kembali setelah dipakai. (Majalah Detik, 15 Juni 2013)

Lalu, bagaimana warga Jakarta melihat dan mengelola Ciliwung? Cita-cita membersihkan dan menormalkan Sungai Ciliwung sudah terlontar sejak zaman Ali Sadikin hampir setengah abad lalu. Tapi, kenyataannya, Ciliwung bukannya makin bersih dan normal, tapi makin kotor. Ciliwung bagaikan tempat pembuangan sampah dan WC penduduk sekitarnya.

Gubernur Sutiyoso, dulu pernah bercita-cita menjadikan Ciliwung sebagai 'jalan tol' burung dari Gunung Halimun ke Jakarta. Ini untuk mendukung tema Jakarta yang diusung Bang Yos: Jakarta berkicau. Sebab, kicauan burung adalah simbol lestarinya alam. Bagaimana caranya mendatangkan burung ke Jakarta? Bang Yos mempunyai gagasan: sepanjang Sungai Ciliwung ditanam pohon-pohon yang buahnya jadi kesukaan burung seperi pohon ceri, pisang, jambu, dan lain-lain. Bayangannya: Burung-burung dari Gunung Halimun akan senang berada di sepanjang Ciliwung untuk mencari makan dan akhirnya sampai ke Jakarta. 

Bagaimana hasilnya? Nyaris tak ada, alias gagal. Sejak Bang Yos lengser, rupanya tak ada lagi Gubernur DKI yang bercita-cita memperbaiki Ciliwung sehingga jadi jalan tol burung. Gubernur Fauzi 'Foke' Bowo yang mengaku ahlinya Jakarta (waktu kampanye), ternyata tak berbuat apa-apa untuk memperbaiki Ciliwung.

Kini, harapan memperbaiki Ciliwung berada di pundak Gubernur Jokowi. Gayanya yang suka blusukan dan mau bekerja keras sampai tuntas memberikan harapan kepada warga Jakarta untuk 'menormalkan' Sungai Ciliwung. 'Menormalkan' yang dimaksud adalah membuat Ciliwung seperti zaman VOC abad ke-18, yang airnya bersih, banyak ikan, dan jadi jalur lalu lintas yang aman manusia dan burung. Jika Gubernur Praha dan masyarakatnya mampu membuat Sungai Vltava yang kondisinya sama dengan Ciliwung menjadi sungai yang bersih dan asri, mestinya Gubernur Jakarta pun mampu.

Gubernur Jokowi sekarang tengah menormalkan Waduk Pluit yang mendangkal dan menyempit. Jika berhasil, jelas akan mengurangi intensitas banjir di wilayah Jakarta, terutama Barat. Menormalkan Waduk Pluit memang sulit karena Pemda harus berhadapan dengan 'mafia' macam-macam yang terkait dengan Pluit. Untungnya, Jokowi dan Ahok siap menghadapi itu semua.

Perjuangan untuk menormalkan Ciliwung jelas akan lebih berat. Mafianya lebih banyak. Kita berharap Jokowi dan Ahok mampu mengatasinya. Jika Ciliwung normal, banyak hal yang akan didapat warga DKI. Tak hanya bisa mancing, tapi juga berekreasi di pinggir sungai. Lebih dari itu, Ciliwung dengan anak-anak sungainya akan menjadikan Jakarta makin indah. Belanda dulu ingin menjadikan Jakarta sebagai Venesia dari Timur (East Venesia). Kita tahu, Kota Venesia di Italia ini terkenal dengan sungai-sungainya yang banyak dan indah. Jakarta dengan 13 sungainya, jika dinormlakan, niscaya lebih indah dari Venesia. 

Bagaimana Bang Jokowi? Warga Jakarta ingin melihat Ciliwung kembali normal dan menjadi sungai yang jernih serta banyak ikannya seperti cerita Sungai Vltava di atas. Selamat Ultah Jakarta! ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar