|
KORAN
SINDO, 08 Juli 2013
Pemerintah telah menaikkan harga
bahan bakar minyak, namun defisit neraca berjalan dan perdagangan tampaknya
masih jauh panggang dari api.
Masalah hakiki dalam perekonomian Indonesia bukanlah rendahnya harga bahan bakar minyak, melainan rendahnya daya saing ekonomi kita. Globalisasi cenderung menaikkan barang-barang impor. Sebaliknya, apabila suatu negara tidak mampu bersaing, ekspor tidak berkembang. Keadaan ini dapat memperburuk kondisi neraca pembayaran. Efek buruk lain dari globalisasi terhadap neraca pembayaran adalah pembayaran neto pendapatan faktor produksi dari luar negeri cenderung mengalami defisit. Investasi asing yang bertambah banyak menyebabkan aliran pembayaran keuntungan (pendapatan) investasi ke luar negeri semakin meningkat.
Tidak berkembangnya ekspor dapat berakibat buruk terhadap neraca pembayaran. Sistem pembayaran tidak bebas nilai terhadap globalisasi karena itu juga berpotensi membuat neraca perdagangan menjadi defisit atau surplus. Paul Krugman pada Oktober 2008 telah mengingatkan: “Highly leveraged financial institutions [HLIs], which do a lot of cross-border investment [....] lose heavily in one market [...] they find themselves undercapitalized, and have to sell off assets across the board. This drives down prices, putting pressure on the balance sheets of other HLIs, and so on.”
Saat ini perekonomian Indonesia memasuki periode yang tak lazim ketika neraca perdagangan terjadi defisit. Defisit neraca perdagangan Indonesia pada Januari 2012 sebesar USD0,17 miliar, menurun dibandingkan pada defisit neraca perdagangan pada Desember 2012 yaitu USD0,19 miliar. Penurunan defisit neraca perdagangan pada Januari 2013 ini disebabkan oleh penurunan nilai impor dari USD15,58 miliar pada Desember 2012 menjadi USD15,55 miliar pada Januari 2013. Padahal neraca perdagangan Indonesia pada Januari 2012 surplus USD1,02 miliar, namun menurun menjadi defisit USD0,17 miliar pada Januari 2013.
Defisit neraca perdagangan pada Januari 2013 disebabkan oleh nilai impor yang meningkat dari USD14,55 miliar pada Januari 2012 menjadi USD15,55 miliar pada Januari 2013, di samping kinerja ekspor pada Januari 2013 yang menurun sebesar 1,24% dibanding Januari 2012. Transaksi debit yang menyebabkan mengalirnya arus uang (devisa) dari dalam negeri ke luar negeri menjadi semakin dominan. Transaksi ini disebut transaksi negatif (-) karena menyebabkan berkurangnya posisi cadangan devisa.
Transformasi perekonomian di era globalisasi ternyata akhirnya kembali mendera neraca perdagangan Indonesia. Kennedy dan Cohen menyimpulkan bahwa transformasi ini telah membawa kita pada globalisme, sebuah kesadaran dan pemahaman baru bahwa dunia adalah satu. Giddens menegaskan, kebanyakan dari kita sadar bahwa sebenarnya diri kita turut ambil bagian dalam sebuah dunia yang harus berubah tanpa terkendali yang ditandai dengan selera dan rasa ketertarikan akan hal sama, perubahan dan ketidakpastian, serta kenyataan yang mungkin terjadi.
Sejalan dengan itu, Peter Drucker menyebutkan globalisasi sebagai zaman transformasi sosial. Cochrane dan Pain menegaskan bahwa globalisasi sebuah kenyataan yang memiliki konsekuensi nyata terhadap bagaimana orang dan lembaga di seluruh dunia berjalan. Mereka percaya bahwa negara-negara dan kebudayaan lokal akan hilang diterpa kebudayaan dan ekonomi global yang homogen. Meskipun demikian, para globalis tidak memiliki pendapat sama mengenai konsekuensi terhadap proses tersebut.
Posisi teoritis ini berpendapat bahwa globalisasi seharusnya dipahami sebagai “seperangkat hubungan yang saling berkaitan dengan murni melalui sebuah kekuatan, yang sebagian besar tidak terjadi secara langsung”. Mereka menyatakan bahwa proses ini bisa dibalik, terutama ketika hal tersebut negatif atau, setidaknya, dapat dikendalikan. Semakin berkembangnya industri dan kebutuhan akan bahan baku serta pasar juga memunculkan berbagai perusahaan multinasional di dunia.
Di Indonesia misalnya sejak politik pintu terbuka, perusahaan- perusahaan Eropa membukaberbagaicabangnyadiIndonesia. Freeport dan Exxon dari Amerika Serikat, Unilever dari Belanda, British Petroleum dari Inggris adalah beberapa contohnya. Perusahaan multinasional seperti ini tetap menjadi ikon globalisasi hingga saat ini. Beberapa kelompok proglobalisme juga mengkritik Bank Dunia dan IMF. Mereka berpendapat bahwa kedua badan tersebut hanya mengontrol dan mengalirkan dana kepada suatu negara, bukan kepada suatu koperasi atau perusahaan.
Sebagai hasilnya, banyak pinjaman yang mereka berikan jatuh ke tangan para diktator yang kemudian menyelewengkan dan tidak menggunakan dana tersebut sebagaimana mestinya, meninggalkan rakyatnya dalam lilitan utang negara, dan sebagai akibatnya, tingkat kemakmuran dan daya saing akan menurun yang tercirikan oleh defisit neraca perdagangan.
Seyogianya sistem pembayaran dapat menciptakan perdagangan luar negeri yang lebih bebas. Kondisi itu akan memungkinkan setiap negara memperoleh pasar yang jauh lebih luas dari pasar dalam negeri serta modal dapat diperoleh dari investasi asing dan terutama dinikmati oleh negara-negara berkembang. Kekurangan modal dan tenaga ahli serta tenaga terdidik yang berpengalaman kebanyakan dihadapi oleh negara-negara berkembang. Bukan hanya itu, dengan sistem pembayaran yang efektif dan efisien, kebijakan neraca pembayaran dan moneter dapat diarahkan untuk pembangunan sektor industri dan berbagai sektor lainnya.
Pembangunan ini bukan saja dikembangkan oleh perusahaan asing, melainkan terutamanya melalui investasi yang dilakukan perusahaan swasta domestik. Perusahaan domestik ini seringkali memerlukan modal dari bank atau pasar saham. Dana dari luar negeri terutama dari negara-negara maju yang memasuki pasar uang dan pasar modal di dalam negeri dapat membantu menyediakan modal yang dibutuhkan tersebut.
Ancaman masa kini dari defisit perdagangan terhadap sistem pembayaran adalah melalui masuknya investasi portofolio khususnya ketika neraca perdagangan defisit. Salah satu efek penting dari globalisasi adalah pengaliran investasi (modal) portofolio yang semakin besar. Investasi ini terutama meliputi partisipasi dana luar negeri ke pasar saham. Ketika pasar saham sedang meningkat, dana ini akan mengalir masuk, neraca pembayaran bertambah bak, dannilai uang akan bertambah baik.
Benar yang dikatakan Krugman, ketika harga-harga saham di pasar saham menurun, dana dalam negeri akan mengalir ke luar negeri, neraca pembayaran cenderung menjadi bertambah buruk, dan nilai mata uang domestik merosot. Ketidakstabilan di sektor keuangan ini dapat menimbulkan efek buruk kepada kestabilan kegiatan ekonomi secara keseluruhan khususnya sistem pembayaran. Jangan anggap remeh dampak dahsyat yang akan ditimbulkan oleh defisit neraca perdagangan terhadap sistem pembayaran! ●
Masalah hakiki dalam perekonomian Indonesia bukanlah rendahnya harga bahan bakar minyak, melainan rendahnya daya saing ekonomi kita. Globalisasi cenderung menaikkan barang-barang impor. Sebaliknya, apabila suatu negara tidak mampu bersaing, ekspor tidak berkembang. Keadaan ini dapat memperburuk kondisi neraca pembayaran. Efek buruk lain dari globalisasi terhadap neraca pembayaran adalah pembayaran neto pendapatan faktor produksi dari luar negeri cenderung mengalami defisit. Investasi asing yang bertambah banyak menyebabkan aliran pembayaran keuntungan (pendapatan) investasi ke luar negeri semakin meningkat.
Tidak berkembangnya ekspor dapat berakibat buruk terhadap neraca pembayaran. Sistem pembayaran tidak bebas nilai terhadap globalisasi karena itu juga berpotensi membuat neraca perdagangan menjadi defisit atau surplus. Paul Krugman pada Oktober 2008 telah mengingatkan: “Highly leveraged financial institutions [HLIs], which do a lot of cross-border investment [....] lose heavily in one market [...] they find themselves undercapitalized, and have to sell off assets across the board. This drives down prices, putting pressure on the balance sheets of other HLIs, and so on.”
Saat ini perekonomian Indonesia memasuki periode yang tak lazim ketika neraca perdagangan terjadi defisit. Defisit neraca perdagangan Indonesia pada Januari 2012 sebesar USD0,17 miliar, menurun dibandingkan pada defisit neraca perdagangan pada Desember 2012 yaitu USD0,19 miliar. Penurunan defisit neraca perdagangan pada Januari 2013 ini disebabkan oleh penurunan nilai impor dari USD15,58 miliar pada Desember 2012 menjadi USD15,55 miliar pada Januari 2013. Padahal neraca perdagangan Indonesia pada Januari 2012 surplus USD1,02 miliar, namun menurun menjadi defisit USD0,17 miliar pada Januari 2013.
Defisit neraca perdagangan pada Januari 2013 disebabkan oleh nilai impor yang meningkat dari USD14,55 miliar pada Januari 2012 menjadi USD15,55 miliar pada Januari 2013, di samping kinerja ekspor pada Januari 2013 yang menurun sebesar 1,24% dibanding Januari 2012. Transaksi debit yang menyebabkan mengalirnya arus uang (devisa) dari dalam negeri ke luar negeri menjadi semakin dominan. Transaksi ini disebut transaksi negatif (-) karena menyebabkan berkurangnya posisi cadangan devisa.
Transformasi perekonomian di era globalisasi ternyata akhirnya kembali mendera neraca perdagangan Indonesia. Kennedy dan Cohen menyimpulkan bahwa transformasi ini telah membawa kita pada globalisme, sebuah kesadaran dan pemahaman baru bahwa dunia adalah satu. Giddens menegaskan, kebanyakan dari kita sadar bahwa sebenarnya diri kita turut ambil bagian dalam sebuah dunia yang harus berubah tanpa terkendali yang ditandai dengan selera dan rasa ketertarikan akan hal sama, perubahan dan ketidakpastian, serta kenyataan yang mungkin terjadi.
Sejalan dengan itu, Peter Drucker menyebutkan globalisasi sebagai zaman transformasi sosial. Cochrane dan Pain menegaskan bahwa globalisasi sebuah kenyataan yang memiliki konsekuensi nyata terhadap bagaimana orang dan lembaga di seluruh dunia berjalan. Mereka percaya bahwa negara-negara dan kebudayaan lokal akan hilang diterpa kebudayaan dan ekonomi global yang homogen. Meskipun demikian, para globalis tidak memiliki pendapat sama mengenai konsekuensi terhadap proses tersebut.
Posisi teoritis ini berpendapat bahwa globalisasi seharusnya dipahami sebagai “seperangkat hubungan yang saling berkaitan dengan murni melalui sebuah kekuatan, yang sebagian besar tidak terjadi secara langsung”. Mereka menyatakan bahwa proses ini bisa dibalik, terutama ketika hal tersebut negatif atau, setidaknya, dapat dikendalikan. Semakin berkembangnya industri dan kebutuhan akan bahan baku serta pasar juga memunculkan berbagai perusahaan multinasional di dunia.
Di Indonesia misalnya sejak politik pintu terbuka, perusahaan- perusahaan Eropa membukaberbagaicabangnyadiIndonesia. Freeport dan Exxon dari Amerika Serikat, Unilever dari Belanda, British Petroleum dari Inggris adalah beberapa contohnya. Perusahaan multinasional seperti ini tetap menjadi ikon globalisasi hingga saat ini. Beberapa kelompok proglobalisme juga mengkritik Bank Dunia dan IMF. Mereka berpendapat bahwa kedua badan tersebut hanya mengontrol dan mengalirkan dana kepada suatu negara, bukan kepada suatu koperasi atau perusahaan.
Sebagai hasilnya, banyak pinjaman yang mereka berikan jatuh ke tangan para diktator yang kemudian menyelewengkan dan tidak menggunakan dana tersebut sebagaimana mestinya, meninggalkan rakyatnya dalam lilitan utang negara, dan sebagai akibatnya, tingkat kemakmuran dan daya saing akan menurun yang tercirikan oleh defisit neraca perdagangan.
Seyogianya sistem pembayaran dapat menciptakan perdagangan luar negeri yang lebih bebas. Kondisi itu akan memungkinkan setiap negara memperoleh pasar yang jauh lebih luas dari pasar dalam negeri serta modal dapat diperoleh dari investasi asing dan terutama dinikmati oleh negara-negara berkembang. Kekurangan modal dan tenaga ahli serta tenaga terdidik yang berpengalaman kebanyakan dihadapi oleh negara-negara berkembang. Bukan hanya itu, dengan sistem pembayaran yang efektif dan efisien, kebijakan neraca pembayaran dan moneter dapat diarahkan untuk pembangunan sektor industri dan berbagai sektor lainnya.
Pembangunan ini bukan saja dikembangkan oleh perusahaan asing, melainkan terutamanya melalui investasi yang dilakukan perusahaan swasta domestik. Perusahaan domestik ini seringkali memerlukan modal dari bank atau pasar saham. Dana dari luar negeri terutama dari negara-negara maju yang memasuki pasar uang dan pasar modal di dalam negeri dapat membantu menyediakan modal yang dibutuhkan tersebut.
Ancaman masa kini dari defisit perdagangan terhadap sistem pembayaran adalah melalui masuknya investasi portofolio khususnya ketika neraca perdagangan defisit. Salah satu efek penting dari globalisasi adalah pengaliran investasi (modal) portofolio yang semakin besar. Investasi ini terutama meliputi partisipasi dana luar negeri ke pasar saham. Ketika pasar saham sedang meningkat, dana ini akan mengalir masuk, neraca pembayaran bertambah bak, dannilai uang akan bertambah baik.
Benar yang dikatakan Krugman, ketika harga-harga saham di pasar saham menurun, dana dalam negeri akan mengalir ke luar negeri, neraca pembayaran cenderung menjadi bertambah buruk, dan nilai mata uang domestik merosot. Ketidakstabilan di sektor keuangan ini dapat menimbulkan efek buruk kepada kestabilan kegiatan ekonomi secara keseluruhan khususnya sistem pembayaran. Jangan anggap remeh dampak dahsyat yang akan ditimbulkan oleh defisit neraca perdagangan terhadap sistem pembayaran! ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar