|
SUARA KARYA, 03 Juni 2013
Sejalan
dengan peringatan Hari Lahir Pancasila tanggal 1 Juni, menarik untuk
direnungkan kita bersama, yaitu adanya dua nilai yang sangat mempengaruhi
sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara Indonesia. Kedua
nilai tersebut adalah nilai-nilai Pancasila dan nilai-nilai demokrasi. Terkait
hal itu, ada beberapa pertanyaan yang tampaknya memerlukan jawaban masuk akal.
Pertama, manakah di antara kedua
nilai tersebut yang paling mempengaruhi kehidupan kebangsaan dan kenegaraan
kita hari ini? Pancasila atau demokrasi?
Kedua, apakah nilai demokrasi dapat
menggantikan nilai Pancasila?
Ketiga, nilai manakah yang
semestinya menjadi lebih utama? Nilai Pancasila atau nilai demokrasi? Lalu,
apakah kedua nilai tersebut setara atau tidak?
Nilai-nilai Pancasila digali dari
akar kesejarahan dan falsafah masyarakat Indonesia serta merupakan abstraksi
dari nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat Indonesia. Nilai-nilai Pancasila
secara jelas termaktub dalam sila-silanya, yaitu: (1) Ketuhanan Yang Maha Esa;
(2) Kemanusian Yang Adil dan Beradab; (3) Persatuan Indonesia; (4) Kerakyatan
Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan; (5)
Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Sedangkan nilai-nilai demokrasi
digali dari akar kesejarahan dan falsafah masyarakat, bangsa-bangsa dan negara
lainnya serta merupakan abstraksi dari nilai-nilai universal.
Adapun nilai-nilai demokrasi
antara lain: kebebasan, persamaan, pluralisme, keterbukaan, rasionalisme,
legitimasi pilihan rakyat dan lain-lain. Terhadap pertanyaan pertama,
kelihatannya secara faktual, yang paling banyak dikutip dalam berbagai makalah,
media dan seminar adalah demokrasi ketimbang Pancasila.
Orang yang paling sering mengutip
demokrasi seakan-akan lebih reformis, dan yang sering mengutip Pancasila
seakan-akan agak konservatif. Sehingga, terdapat kecenderungan lebih kuat
secara sistemik penanamannya di masyarakat, nilai demokrasi ketimbang nilai
Pancasila.
Menyaring Nilai
Sejalan pandangan yang menyatakan
bahwa Pancasila tidak boleh dikultuskan apalagi dijadikan "agama".
Patut juga kita mengingatkan jangan sampai demokrasi juga dikultuskan dan
seakan-akan menjadi agama baru bagi masyarakat Indonesia. Demokrasi pun perlu
kita kritisi. Misalnya, pengertian "kebebasan" sebagai nilai
demokrasi tentunya berbeda dengan "kebebasan" sebagai nilai Pancasila
bahwa kebebasan bukanlah berarti 'bebas-sebebasnya'.
"Persamaan" sebagai
nilai demokrasi bisa berbeda maknanya dengan "persamaan" sebagai
nilai Pancasila.
"Keterbukaan" sebagai
nilai Pancasila, bukan berarti kita boleh secara terbuka menghinakan orang lain
sesuka hati kita di ruang publik. Peraturan daerah walau mendapat legitimasi
dari rakyat daerah setempat, tetapi tidak boleh mengancam Persatuan Indonesia
(Sila Ketiga Pancasila). Dengan demikian, nilai-nilai demokrasi harus disaring
untuk selanjutnya diambil saripatinya yang cocok bagi masyarakat, bangsa, dan
negara Indonesia.
Sebagai bagian dari masyarakat
Indonesia, mestinya kita bangga memiliki Pancasila. Pancasila semestinya
menjadi pedoman kita dalam mengelola negara. Pancasila sebagai falsafah, jiwa,
nafas dan semangat bernegara dalam setiap membentuk Undang-Undang (termasuk RUU
Ormas).
Pembentukan peraturan
perundang-undangan harus mencerminkan dan diilhami oleh nilai-nilai Pancasila,
bukanlah asal mengadopsi nilai demokrasi semata.
Pancasila merupakan alat ukur dan
pedoman yang memberi arah pembangunan demokrasi Indonesia, bukan sebaliknya.
Demokrasi yang hendak kita bangun adalah demokrasi berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa; demokrasi yang berdasarkan Kemanusian Yang Adil dan Beradab;
demokrasi yang memperkokoh Persatuan Indonesia; demokrasi yang berdasarkan
Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksaan Dalam Permusyawaratan
Perwakilan; serta demokrasi yang ber-Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat
Indonesia.
Oleh karena itu, nilai Pancasila
tidaklah setara dengan nilai demokrasi. Nilai Pancasila lebih utama ketimbang
nilai demokrasi dan nilai demokrasi tidak dapat menggantikan nilai Pancasila.
Akhirnya, kita patut bersyukur
karena pendiri bangsa ini telah mewariskan Pancasila, sehingga kita semua tidak
perlu memikirkan "jalan ketiga demokrasi" sebagaimana pemikiran
Antoni Giddens. Karena, Indonesia telah memiliki Pancasila sebagai jalan
pertama dan jalan utama yang justru memberi arah demokrasi. Jadi, kita boleh
mempersilahkan bangsa dan negara lainnya di dunia, boleh belajar demokrasi
versi Indonesia. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar