|
SUARA
MERDEKA, 20 Mei 2013
"Negeri
maritim ini belum mampu mentransformasikan sumber kekayaan laut bagi kemakmuran
rakyat"
TERKAIT dengan peringatan Hari Kebangkitan Nasional
(Harkitnas) tiap tanggal 20 Mei; Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di
dunia, dengan luas wilayah 5,8 juta km2, dan panjang garis pantai 95.181 km,
sudah sepatutnya memiliki strategi maritim yang baik. Strategi itu mencakup
aspek ekonomi, politik, sosial, budaya, hukum, serta pertahanan dan keamanan.
Jika dipetakan pada belahan lain bumi, luas wilayah Nusantara sama dengan jarak
antara Irak dan Inggris (timur-barat) atau dari Jerman hingga Aljazair
(utara-selatan).
Ada beberapa alasan dan strategi yang mendasari optimisme
untuk kembali mewujudkan Indonesia sebagai negeri maritim. Pertama; ilmu dan
teknologi kelautan. Pemanfaatan keberlimpahan potensi kekayaan laut memerlukan
ketersediaan SDM yang berkualitas, disertai pengembangan ilmu dan teknologi
secara memadai.
Realitasnya, negara kepulauan terbesar di dunia ini belum
mampu mengelola sumber penghidupan yang terhampar luas di lautan.
Kekurangpedulian pemerintah dan pihak-pihak yang terkait dengan pengembangan
pengetahuan, teknologi, dan riset atas kekayaan laut Indonesia, diduga kuat
menjadi pangkal ”kebodohan” bangsa ini.
Kedua; pemanfaatan ekosistem laut. Sebagai negara bahari
yang memiliki wilayah laut yang luas dengan ribuan pulau besar dan kecil maka
kemenaikan derajat bangsa ini juga ditentukan oleh keberhasilan dalam
memanfaatkan dan mengelola wilayah laut yang luas tersebut. Keunikan dan keindahan serta keanekaragaman kehidupan bawah
laut masih banyak menyimpan misteri dan tantangan, terkait dengan pemanfaatan
potensinya.
Ketiga; kebijakan politik maritim. Sejak zaman kerajaan,
jauh sebelum kita merdeka, semangat maritim sudah menggelora. Bahkan beberapa
kerajaan pada zaman itu mampu menguasai lautan dengan kapal perang dan kapal
dagang yang besar. Namun semangat maritim itu meluntur tatkala Indonesia
dijajah Belanda. Pola hidup dan orientasi bangsa dibelokkan, dari orientasi
maritim ke orientasi agraris (darat).
Jalur Ekonomi
Keempat; sistem transportasi laut. Sebagai negara kepulauan
terbesar di dunia, dengan wilayah geografis yang terdiri atas 17.480 pulau,
Indonesia sangat membutuhkan sistem transportasi laut yang berpihak pada
kepentingan ekonomi maritim. Terhadap tantangan dan potensi laut yang
sedemikian besar, sudah sepatutnya pembangunan sektor maritim menjadi prioritas
utama pembangunan nasional.
Kelima; potensi perekonomian maritim. Indonesia belum mampu
memberdayakan potensi ekonomi maritim. Negeri ini juga belum mampu
mentransformasikan sumber kekayaan laut menjadi sumber kemajuan dan kemakmuran
rakyat. Kita boleh mengibaratkan negara ini raksasa yang sedang tidur. Padahal
posisi strategis yang menghubungkan antarnegara ekonomi maju memberikan peluang
besar bagi Indonesia sebagai jalur ekonomi.
Keenam; sosial budaya maritim. Sejarah mencatat bahwa
kebesaran bangsa kita dibangun oleh kekuatan maritim. Sebut saja Kerajaan
Sriwijaya dan Majapahit, waktu itu bisa menguasai kawasan Asia Tenggara. Fakta
itu hingga kini tidak terbantahkan. Keliru jika bangsa ini tidak bisa belajar
dari sejarah untuk kembali menjadi bangsa yang besar dan disegani.
Ketujuh; jejak peradaban maritim Nusantara. Bangsa kita
sudah dikenal dunia sebagai bangsa maritim yang memiliki peradaban maju.
Bahkan, bangsa ini pernah mengalami masa keemasan sejak awal abad Masehi.
Menggunakan kapal bercadik, anak bangsa ini berlayar mengelilingi dunia dan
menjadi bangsa yang disegani. Berbekal alat navigasi seadanya, mereka berani
berlayar ke utara, memotong lautan luas Hindia-Madagaskar, dan berlanjut ke
timur hingga Pulau Paskah.
Baru-baru ini ditemukan peninggalan situs peradaban manusia
yang amat tinggi di Gunung Padang Cianjur Jawa Barat, yang diperkirakan
dibangun tahun 4700 SM Temuan itu mengindikasikan bangsa kita sudah lebih maju
dalam berbudaya, bahkan paling tua dari bangsa lain di dunia.
Terkait dengan peringatan Harkitnas, kita bisa menyimpulkan
bahwa momentum itu adalah kelahiran kembali semangat kebangsaan dan kesatuan.
Pemaknaannya sebagai awareness supaya bangsa ini terus berbenah dan
memperbaiki diri. Lebih dari itu, ada aktualisasi pergerakan yang lebih berarti
guna mengangkat kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara.
Kerja Nyata
Sebagai bangsa berdaulat, kita harus bisa
menghadirkan kemajuan yang lebih baik dan menunjukkannya kepada bangsa lain.
Dengan begitu, kita dapat menjadi bangsa yang memiliki harkat dan martabat.
Sebagai langkah konkret, semua itu membutuhkan semangat yang konsisten dan
kerja nyata demi mengembalikan kejayaan maritim bangsa kita.
Diperkukan sebuah gerakan moral guna terus-menerus
mengumandangkan semangat maritim pada semua
lapisan masyarakat. Gerakan
berintegritas tinggi itu bertujuan supaya bangsa ini kembali menyadari
keberadaan Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia.
Presiden Soekarno ketika meresmikan Insititut Angkatan Laut
(IAL) tahun 1953 di Surabaya mengingatkan bangsa ini untuk mengupayakan
penyempurnaan keadaan, dengan menggunakan kesempatan yang telah diberikan oleh
kemerdekaan. Ia juga berharap supaya bangsa ini kembali menjadi bangsa pelaut .
Waktu itu ditegaskan,”Ya...bangsa
pelaut dalam arti seluas-luasnya. Bukan sekadar menjadi jongos di kapal,
melainkan dalam arti cakrawati samudera. Bangsa pelaut yang mempunyai armada
niaga, bangsa pelaut yang mempunyai armada militer, bangsa pelaut yang
kesibukannya di laut menandingi irama gelombang laut itu sendiri”.
Upaya mengembalikan semangat maritim memang tidak semudah
membalik telapak karena membutuhkan upaya serius dari semua elemen bangsa ini.
Semoga momentum peringatan Harkitnas bisa menjadi pemicu semangat kemaritiman
untuk berubah menjadi lebih baik, sekaligus mengembalikan kejayaan kita sebagai
negeri maritim terbesar di dunia. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar