|
Sebelum sampai pada hari 'H' pemungutan suara di TPS-TPS pada 9 April 2014, salah satu tahapan yang harus dilewati adalah pencalonan anggota DPR, DPD dan DPRD oleh parpol atau perorangan (untuk keanggotaan DPD). Tahapan tersebut berlangsung antara April - awal Juni 2013.
Terkait dengan itu, pada 22 April
2013, KPU telah menerima 6.578 bacaleg yang diajukan 12 parpol peserta pemilu
di 77 daerah pemilihan (dapil). Terhadap para bacaleg tersebut, KPU telah
melakukan verifikasi terpenuhi atau tidaknya persyaratan administratifnya.
Hasilnya telah diumumkan kepada masyarakat pada 7 Mei 2013 dan disampaikan
kepada parpol peserta pemilu untuk diperbaiki, dilengkapi, diubah nomor urutnya
atau bahkan dicoret dan diganti dengan nama lain.
Akankah Pileg 2014 dapat memenuhi
asas kejujuran (tidak ada kebohongan) dari parpol dan para calegnya? Apakah
implikasi kebohongan yang terjadi dan bagaimakah jalan yang harus ditempuh
untuk menghilangkan kemungkinan kebohongan tersebut?
Berdasarkan daftar bacaleg DPR-RI
yang diajukan parpol dan hasil verifikasi persyaratan administratif mereka oleh
KPU dikaitkan dengan Pasal 51 ayat (1) huruf o dan p maupun Pasal 51 ayat (2)
huruf j UU No. 8/2012 maupun Pasal 4 huruf o dan p serta Pasal 19 huruf m
Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No. 7/2013 jo PKPU No. 13/2013, dapat
diduga telah terjadi ketidakjujuran/ kebohongan parpol maupun bacalegnya.
Pasal-pasal peraturan perundangan tersebut pada intinya menegaskan bahwa
seseorang Warga Negara Indonesia yang telah genap berusia 21 tahun atau lebih,
hanya dapat dicalonkan di satu lembaga perwakilan (hanya untuk DPR, DPRD
Provinsi, DPRD kabupaten atau DPRD kota) oleh satu parpol peserta pemilu di
satu daerah pemilihan.
Persyaratan seperti diatur dalam
peraturan perundangan tersebut diasumsikan sudah dan harus dimengerti oleh
semua parpol peserta pemilu dan para bacaleg. Sebab, pada bagian akhir UU No.
8/2012 (Pasal 328) disebutkan bahwa agar semua orang mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia. Perintah tersebut telah dilakukan oleh Menteri Hukum
dan HAM dengan mengundangkannya pada 11 Mei 2012 dan menempatkannya dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 117, dan Penjelasan atas UU
No. 8/2012 tersebut ditempatkan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5316.
Sementara itu, pada bagian akhir
PKPU No. 7/2013 (Pasal 56) dan Pasal II PKPU No. 13/2013 ditegaskan pula
kalimat, "agar semua orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
peraturan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia." Oleh Menteri Hukum dan HAM, Amir Syamsudin, PKPU No. 13/2013
tersebut telah ditempatkan dalam Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013
Nomor 541.
Melalui penelusuran terhadap
daftar bacaleg yang telah diumumkan KPU pada 23 April dan 7 Mei 2013 dapat
diketahui banyaknya nama yang terindikasi ganda. Kegandaan nama bacaleg
tersebut diduga terjadi antar parpol satu dapil maupun beda dapil dan dalam
satu parpol beda dapil. Menurut Ketua KPU, Husni Kamil Manik, 7 Mei 2013 di
Hotel Sahid Jakarta, menemukan 24 bacaleg yang pencalonannya terindikasi ganda
baik ganda di daerah pemilihan (dapil) maupun ganda parpol
(http://www.kpu.go.id).
Catatan Kritis
Berdasarkan data-data bacaleg yang
dilaporkan ke KPU dapat diberikan catatan-catatan tertentu. Pertama, jika
dugaan ganda nama yang terjadi di lebih dari parpol bahkan ada nama sama yang
dicalonkan oleh 3 parpol sekaligus benar adanya, maka dugaan kebohongan telah
dilakukan oleh bacaleg yang bersangkutan. Orang seperti ini seharusnya dicoret
dari pencalegannya oleh semua parpol. Sebab, jika mereka tetap dimasukkan ke
dalam daftar caleg salah satu parpol dan akhirnya terpilih menjadi anggota
legislastif, maka integritasnya dalam mengemban amanat penderitaan rakyat
diragukan. Ada kemungkinan orang seperti itu juga akan melakukan
kebohongan-kebohongan lanjutan ketika sudah menjadi anggota DPR-RI. Hal seperti
itu akan merusak citra induk organisasinya dan DPR sebagai lembaga serta
merugikan rakyat yang diwakilinya.
Kedua, jika dugaan banyaknya nama
ganda dicalonkan oleh satu parpol di lebih dari satu dapil benar adanya, maka
dugaan kebohongan publik telah dilakukan oleh parpol pengusul. Hal seperti itu
juga sangat berbahaya karena ketika para kadernya nanti duduk di DPR, tidak
mustahil parpol/fraksi parpol tersebut akan melakukan kebohongan lanjutan.
Munculnya dugaan-dugaan kebohongan dapat dikatakan bahwa dalam tahapan
pencalonan anggota legislatif telah diawali dengan indikasi tidak terpenuhinya
salah satu asas penyelenggaraan pileg. Waktu untuk memperbaiki daftar bacaleg
sebelum ditetapkan menjadi Daftar Calon Sementara masih tersedia. Karena itu,
demi menjaga kejujuran pelaksanaan pileg pada 9 April 2014 mendatang, parpol
maupun bacaleg harus melakukan introspeksi dan memperbaiki citranya hingga
akhirnya dapat diwujudkan DCS yang memenuhi syarat administrative maupun
integritasnya dapat diandalkan.
Dapat diketahuinya dugaan daftar
"kebohongan" oleh bacaleg maupun parpol dalam proses pencalegan
tersebut di atas karena keterbukaan dan kesigapan KPU mengumumkan setiap
perkembangan kepada masyarakat. Ini pantas diapresiasi. Demi terwujudnya motto
KPU, "Melayani Rakyat Menggunakan
Hak Pilihnya". Maka, alangkah baiknya jika KPU juga mengumumkan daftar
riwayat hidup setiap bacaleg yang diterima dari semua parpol. Lebih bagus lagi,
jika diumumkan pula caleg-caleg petahana yang terindikasi terkena kasus tindak
pidana korupsi serta malas mengunjungi dapilnya maupun malas mengikuti
sidang-sidang Komisi dan Paripurna DPR tetapi rajin "plesiran" studi banding ke luar negeri. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar