Pemerintah bersama DPR dalam
waktu dekat ini akan segera mengesahkan rancangan undang-undang (RUU)
ormas, yang sejak tahun 2000-an telah dilakukan berbagai persiapan dan
penyesuaian. Pengesahan RUU ormas ini dinilai semakin penting mengingat
kebebasan yang berkembang selama ini telah mulai mengganggu HAM.
Pro-kontra pun muncul
mewarnai pengesahan RUU ini. Disatu sisi banyak masyarakat yang menunggu
RUU ini segera disahkan agar menjadi payung hukum bagi ormas untuk
melakukan aktivitasnya, Namun, disisi lain tak sedikit pula kelompok yang
menyuarakan penolakan karena menilai RUU ormas terlalu membatasi hak
kontitusional seseorang untuk berkumpul dan berserikat serta membuka
peluang intervensi pemerintah atas ormas.
Setidaknya, dalam beberapa
hari terakhir, demontrasi menentang disahkannya RUU ini terjadi
berkali-kali di gedung DPR RI Jakarta. Para demonstran menuntut RUU ormas
yang masih dibahas di DPR ini segera dibatalkan. Mereka menilai, RUU
ormas hanya akan membatasi gerak seseorang untuk membentuk organisasi
kemasyarakatan. Bahkan, lebih jauh akan memberikan keleluasaan bagi
pemerintah untuk melakukan tindakan represif kepada ormas. Terlepas dari
pro-kontra, ide dan spirit RUU ormas sesyngguhnya adalah upaya untuk
menjaga keutuhan dan stabillitas NKRI dari intervensi asing. Selain itu,
juga upaya pemerintah untuk memberdayakan ormas secara lebih baik melaui
berbagai fasilitas. Mulai dari fasilitas kebijakan, penguatan
kelembagaan, hingga bantuan pembiayaan kegiatan ormas. Dengan RUU inilah
nantinya pemerintah bisa menyusun program nasional pemberdayaan ormas dengan
memberikan bantuan pendanaan bagi ormas melalui APBN.
Penolakan dari berbagai
kelompok atas RUU ini sebenarnya adalah ketakutan yang berlebihan. Sebab,
hanya berkutat pada persoalan hak konstitusional seseorang yang nantinya
terbatasi oleh undang-undang. Selain itu RUU ini juga dianggap
bertentangan dengan hak asasi manusia yang menuntut jaminan kebebasan
berserikat tanpa intervensi negara. Akhirnya muncul argumentasi bahwa
jika RUU ini disahkan hanya akan merampas kebebasan seseorang dalam berserikat,
berkumpul, dan berorganisasi, serta membuka peluang bagi negara untuk
melakukan intervensi, bahkan represi.
Berkaitan
dengan kekebasan warga negara itu, RUU
ormas memang membatasi hak dan kebebasan warga negara, akan tetapi
pembatasan itu tetap didasarkan pada UUD 1945 yakni Pasal 28 J ayat 1 dan
2 yang menyatakan bahwa setiap orang wajib menghormati hak asasi orang
lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Dalam menjalankan hak dan kebebasannya itu, setiap orang wajib tunduk
pada pembatasan yang ditetapkan oleh UU dengan maksud semata-mata untuk
menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain.
Jika melihat pasal di atas,
memang ada pembatasan atas kebebasan seseorang. Akan tetapi pembatasan
itu bertujuan untuk melindungi hak dan kekebasan orang lain. Sebab, jika
tidak diatur dengan benar maka seseorang bisa melakukan hal-hal yang
merugikan orang lain dengan dalih hak dan kebebasan yang melekat pada
dirinya. Demikian pula sebaliknya.
Pada titik inilah kebebasan
perlu dibatasi. Bukan untuk membungkam dan menekan, tetapi untuk
menghargai hak dan kebebasan orang lain. Kebebasan harus dimaknai secara
utuh. Kebebasan bukan berarti bebas melakukan segala hal. Disaat yang
bersamaan ada hak dan kebebasan orang lain yang perlu untuk dijaga
kebebasannya.
Jika RUU ini dianalisis
lebih dalam, ada beberapa poin penting yang justru sangat dibutuhkan demi
terciptanya perubahan ormas ke arah yang lebih baik. Pertama, ide RUU
Ormas ini sebenarnya adalah untuk perbaikan kelembagaan ormas. Hal itu
tercermin dalam RUU Ormas Bab XIII tentang pemberdayaan ormas, yang
menegaskan bahwa pemerintah memiliki tanggungjawab untuk meberikan
layanan kebijakan, penguatan kelembagaan hingga penghargaan yang meliputi
tanda penghargaan, bantuan pendidikan dan pelatihan serta insentif
pengembangan organisasi. Pada titik inilah ormas yang benar-benar
menjalankan program pengembakan kemasyarakatan justru akan merasa
terlindungi dan terbantu oleh pemerintah. Selain itu, penataan sistem informasi
ormas (Bab XIII pasal 38) juga turut membendung munculnya ormas abal-abal
yang hanya akan menggangu stabilitas negara.
Kedua, RUU ormas ini
dirancang untuk mencegah intervensi asing dan sekaligus menjaga keutuhan
NKRI. Ide ini tercermin dalam pasal XIV RUU ormas tentang ormas asing.
Dalam pasal ini dijelaskan bahwa ormas asing yang boleh berkegiatan di
Indoensia adalah ormas asing yang telah berbadan hukum asing atau yang
tercatat di negara yang memiliki hubungan diplomatik dengan Indonesia.
Hal ini tentu sangat
bernilai positif bagi stabilitas negara. Sebab, hanya ormas asing yang
sejalan dengan negara Indonesia yang bisa berkegiatan di Indonesia. Ini
juga, sekaligus menutup jalan bagi ormas abal-abal yang selama ini
berafiliasi dengan asing untuk mengobok-obok kedaulatan NKRI.
Selain itu, ada aturan main
yang juga mengatur perihal pendanaan Ormas asing. Yakni setiap lembaga
asing atau lembaga nasional yang berafiliasi asing harus melaporkan
dananya kepada pemerintah dan juga mengumumkannya melalui media massa.
Hal ini selain menunjukkan prinsip tansparansi, juga dimaksudkan untuk
mencegah intervensi asing dalam mengarahkan opini publik melalui
ormas-ormas yang ada.
Namun, RUU ini tampaknya
masih belum difahami secara utuh oleh masyarakat. Padahal RUU ini dibuat
sebenarnya dengan semangat untuk terus memupuk demokrasi dan mendorong
agar kebebasan berkumpul, berserikat serta menyatakan pendapat sejalan
dengan kemaslahatan masyarakat. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar