Rabu, 13 Maret 2013, Beberapa
Menit Setelah Pukul 19.00 CET (Waktu Eropa Tengah), Asap Putih Muncul Dari
Cerobong Kapel Sistina, Vatikan, Tempat Ke-115 Kardinal Memilih Paus,
Pemimpin Tertinggi Gereja Katolik. Habemus Papam ”Kita Punya Paus”, Begitu
Kata Kardinal Jean-Louis Tauran Kepada Jemaat Yang Memadati Lapangan Santo
Petrus. Sejak Detik Itu Sejarah Gereja Katolik Tercatat Memiliki Tiga Paus,
Satu Dengan Tanda Petik.
Yang Pertama: Paus Fransiskus,
Yang Sebelumnya Dikenal Dengan Nama Kardinal Jorge Mario Bergoglio, Anak
Keluarga Imigran Italia Yang Lahir Pada 1936 Di Buenos Aires, Argentina. Sosok
Bergoglio, Mantan Uskup Agung Buenos Aires Ini, Unik. Ahli Dalam Teknologi
Kimia Sekaligus Filsafat Dan Teologi, Yang Ditempuhnya Di Jerman. Karena Itu,
Selain Bahasa Latin, Bergoglio Juga Menguasai Tiga Bahasa Modern: Spanyol, Italia,
Dan Jerman.
Yang Kedua Adalah Paus Emeritus
Benediktus XVI, Yang Kini Tinggal Di Puri Gandolfo Di Teng- Gara Roma. Tentang
Benediktus XVI Banyak Yang Sudah Tahu. Paus Yang Sebelumnya Dikenal Sebagai
Kardinal Joseph Ratzinger Ini Adalah Teolog Asal Jerman Bertaraf
Internasional. Ia Banyak Menulis, Punya Kelompok Ilmiah, Dan Dikenal
Memiliki Analisis Tajam Perihal Iman Dan Teologi. Paus Benediktus XVI Pun
Kemudian Lebih Dikenal Sebagai ”The Teaching Pope”.
Yang Ketiga Adalah Paus ”Hitam”, Adolfo
Nicolás Pachón, Superior Jenderal Serikat Jesus (SJ). Tahun Kelahiran Imam Jesuit
Asal Spanyol Ini Sama Dengan Paus Fransiskus, Yaitu 1936. Para Superior
Jenderal SJ, Yang Merupakan Pemimpin Tertinggi Para Imam Jesuit, Sering
Disebut Sebagai Il Papa Nero ”Paus Hitam”, Karena Model Pemilihannya Mirip
Pemilihan Paus. Yang Membe- Dakan, Jubah Mereka Hitam. Sebutan Itu Juga
Menyiratkan Bahwa Mereka Sering Berbeda Pandangan Dengan Paus Yang Berke-
Dudukan Di Roma. Namun, Tidak Pernah Ada Kudeta Dari Il Papa Nero Karena
Tingkat Ketaatan Mereka Kepada Pemimpin Tertinggi Gereja Katolik Itu Sangat
Tinggi, Perinde Ac Cadaver ”Seperti (Taatnya) Mayat”.
Saling Terkait
Ada Keterkaitan Batin Dan Kesamaan
Pandangan Hidup Di Antara Ketiga Paus Itu. Kardinal Ber- Goglio, Yang Kini
Menjadi Paus Fransiskus, Adalah Anggota SJ. Spiritualitas Dan
Paham-Pahamnya Mengacu Pada Latihan Roha- Ni Dari Ignatius Of Loyola (1491-
1556), Perwira Tentara Spanyol Yang Mendirikan SJ. Penghayatan Tiga Kaul SJ—Kemiskinan,
Kemurnian, Dan Ketaatan—Yang Dijalaninya Dengan Semangat Spartan Merupakan
Jiwa Yang Menggerakkan Aktivitasnya, Sama Seperti Yang Dilakukan Para
Pengikut Il Papa Nero.
Pilihan Nama Fransiskus Adalah
Gambarannya. Nama Itu Bisa Menunjuk Pada Sosok Fransiskus Xaverius (1506-1552),
Misionaris Jesuit Abad XVI Yang Tanpa Takut Dan Tak Kenal Putus Asa Pergi
Ke India, Indonesia, Dan Jepang Untuk Menyebarkan ”Kabar Kesela- Matan”. Asia,
Khususnya Jepang Dan Filipina, Adalah Juga Wilayah Kerja Adolfo Nicolas Sebelum
Ia Menjadi Il Papa Nero.
Namun, Nama Fransiskus Juga Bisa
Mengacu Pada Sosok Fransiskus Asisi (1182-1226), Pemuda Kaya Dari Asisi, Italia,
Yang Meninggalkan Bisnis Kainnya Yang Sukses Dan Terjun Mengabdi Pada Kaum
Hina Dina. Fransiskus Asisi Adalah Pendiri Ordo Fratrum Minorum (Serikat
Saudara-Saudara Dina). Tampaknya Nama Itu Dipilih Karena Selama Menjadi
Imam, Uskup, Dan Kardinal Jesu-It, Jorge Bergoglio Mewujudkan Pengabdian
Kepada Umatnya Dengan Orientasi Hidup Dan Bekerja Bersama Rakyat Jelata.
Paus Fransiskus Dan Paus Emeritus
Benediktus XVI Juga Saling Kenal. Pada Konklaf 2005, Nama Bergoglio Merupakan
”Saingan” Dari Kardinal Ratzinger, Yang Kemudian Terpilih Menjadi Paus
Benediktus XVI. Kesamaan Belajar Teologi Di Jerman Membuat Keduanya Bisa
Liat Berdiskusi Dalam Berbagai Persoalan Iman Dan Moral.
Beberapa Teolog Mengatakan,
Terpilihnya Kardinal Bergoglio Menjadi Paus Akan Memberi Udara Segar Bagi
Kehidupan Gereja Katolik Di Masa Depan. Selama Ini, Sejak Berakhir Konsili
Vatikan II (1962-1965), Gereja Katolik Menghadapi Sejumlah Persoalan Besar:
Sekularisme, Keterlibatan Politik, Ketakadilan Di Dunia Ketiga, Runtuhnya
Kaidah Moral, Serta Masuknya Pandangan Baru Mengenai Seksualitas.
Empat Paus Terakhir, Paulus VI (Memerintah
1963-1978), Yo- Hanes Paulus I (1978), Yohanes Paulus II (1978-2005), Dan Bene-
Diktus XVI (2005-2013) Berusaha Menangani Masalah-Masalah Itu Dengan Pola
Sendiri-Sendiri. Sejarah Kini Mencatat, Paulus VI Telah Jadi Benteng Kokoh
Dalam Gejolak Gereja Setelah Konsili Vatikan II.
Wafatnya Yohanes Paulus I Yang
Hanya Menjadi Paus Selama 33 Hari Mengajarkan Bahwa Penanganan Masalah
Melalui Model Para Paus Dari Italia Yang Sudah Ratusan Tahun Harus Diganti
Dengan ”Udara Luar Italia”. Dan Yo- Hanes Paulus II Yang Berasal Dari Polandia,
Negeri Yang Selama Beberapa Dekade Dikuasai Nazisme Dan Komunisme, Lalu
Memberi Udara Segar Itu Melalui Lawatan- Nya Ke Sejumlah Negara.
Paus ”Komunikator” Ini Berpe- Ran
Besar Dalam Meruntuhkan Komunisme Dunia. Lalu Paus Benediktus XVI Dengan
Ortodoksi- Nya Di Bidang Iman Dan Teologi Berusaha Membuat Gereja Lebih
Bermutu Meski Harus Banyak Kehilangan Anggotanya.
Jeritan Ke Surga
Kini Harapan Baru Diletakkan
Kepada Paus Fransiskus Untuk Memberi Arahan Dan Kepemimpinan Kepada Umat Katolik
Yang Jumlahnya Sekitar 1,2 Miliar Jiwa. Di Sini Latar Belakang Argentina Dan
Amerika Latin Mungkin Bisa Menjadi Petunjuk Mengenai Bagaimana Gereja Di
Masa Depan.
Argentina Bukan Produsen Para
Teolog Pembebasan. Kolombia, Peru, Dan Brasil Adalah Ladang Subur Tumbuhnya
Teologi Pembe- Basan. Namun, Justru Di Argenti- Na Semangat Teologi
Pembebasan, Khususnya Di Kalangan Masyarakat Dan Elite Gereja, Tumbuh
Subur. Gereja Argentina Adalah Salah Satu Gereja Yang Mengecam IMF, Mazhab
Ekonomi Neoliberalisme, Dan Penggusuran Rumah-Rumah Rakyat Untuk
Kepentingan Industri.
Sebagai Uskup Agung Buenos Aires, Kardinal
Bergoglio Sangat Menekankan Gereja Harus ”Keluar Ke Jalan-Jalan Memberi
Kesaksian Dan Memengaruhi Kebijaksanaan Publik”. Khotbahnya Yang Terkenal
Adalah ”Jeritan Ketidakadilan Sebagai Dosa Sosial Telah Sampai Di Surga”. Ini
Berarti, Di Bawah Kepemimpinan Paus Fransiskus, Gereja Masa Datang Harus Menjadi
Gereja Yang Mampu Mengajak Masyarakat Di Sekitarnya Peduli Pada Mereka Yang
”Kecil” Melalui Contoh Kehidupan Konkret Maupun Melalui Ajaran Sosial Yang
Tajam.
”Suara Gereja Harus Terdengar
Sampai Ke Pusat Kekuasaan,” Ujar Uskup Bergoglio Ketika Di Pertengahan
1970-An Harus Berhadapan Dengan Sejumlah Kasus Penculikan Warga Zaman Rezim
Diktator Argentina, Jorge Videla.
Jangan Lagi Terdengar Lagu ”Don’t
Cry For Me Argentina” (1978), Mungkin Itulah Harapan Bergoglio. Sebagai
Paus Fransiskus, Ia Pasti Akan Mengganti Lirik Tim Rice Itu Dengan Lirik
Lagu ”Lord, Make Me An Instrument Of Your Peace”, Yang Merupakan Cuplikan
Doa Fransiskus Asisi. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar