Membicarakan korupsi di negeri
ini sama artinya kita mengikuti lomba lari tanpa mengenal garis finish.
Membahas koruptor tidak berbeda dengan memperbincangkan zombie yang tidak
mempan lagi dibacakan do'a. Koruptor datang silih berganti. Ia terus
mencari, melirik, dan menerkam mangsa yang memang sudah direncanakan.
Pejabat dari tingkat pusat
hingga daerah bertiwikrama dan mengganyang habis ladang-ladang baru
korupsinya yang sengaja diciptakan. Mereka menggarong uang negara tanpa
mengenal kata puas. Lumbung keuangan negara yang sebagian besar disumbang
dari uang rakyat melalui pajak itu, ramai-ramai dijadikan bancakan para
koruptor.
Itu terbukti dari masih
seringnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan perilaku korup
dikalangan pejabat negara (Menteri, DPR, DPRD, Gubernur, Bupati, walikota, dan
seterusnya). Kasus demi kasus yang bernuansa koruptif bersarang di segala
lini pemerintahan. Yang tak bisa dibayangkan, koruptor semakin memiliki
banyak trik, taktik dan strategi untuk merampok uang negara itu. Yang lebih
tak bisa dinalar lagi, para penegak hukum pun semakin tak berdaya
menghadapinya.
Berkenaan dengan semakin maraknya praktik korupsi yang juga
banyak dilakukan kaum hawa, misalnya nama-nama seperti Angelina Sondakh,
Nunun Nurbaeti, Miranda Goeltom dan sejumlah nama perempuan lainnya, perlu
digarisbawahi betapa menentukannya peranan seorang perempuan dalam melawan
korupsi di Indonesia.
Disadari atau tidak, perilaku
perempuan memiliki pengaruh yang tidak bisa dianggap remeh terhadap
kehidupan dirinya sendiri, keluarga, bahkan negara. Pengaruh perempuan
tidak hanya bisa mengantarkan sesuatu yang tidak baik menjadi baik, tetapi
juga mampu membuat hal-hal yang baik menjadi tidak baik, seperti korupsi.
Kita semua pasti tahu praktik
korupsi di Indonesia semakin bergerak liar. Seluruh anak bangsa juga tidak
ragu bahwa korupsi tidak hanya menghancurkan martabat sebagai bangsa,
tetapi juga merendahkan reputasi negara di mata dunia internasional.
Korupsi bukan semata merugikan keuangan negara, tetapi juga merusak
nilai-nilai kemanusiaan (keadilan, kesejahteraan, kemakmuran dan
seterusnya).
Meskipun berbagai taktik dan
strategi sudah dibuat, namun pada praktiknya korupsi belum bisa dihentikan
secara maksimal. Nampaknya, kita perlu mencari jalan lain selain
lembaga-lembaga penegak hukum permanen (kepolisian, kejaksaan, kehakiman)
atau non permanen (KPK). Salah satunya memainkan peranan perempuan.
Terobosan baru harus dicari. Sebuah terobosan yang mampu memberikan jalan
keluar terhadap penanganan korupsi. Di sinilah peranan perempuan di semua
cabang kehidupan (individu, keluarga, negara), harus dijalankan.
Dalam konteks individu,
seorang perempuan perlu mengendalikan segala bentuk keinginan yang dapat
mengalahkan kebutuhan. Ia harus mengutamakan logika kebutuhan, bukan logika
keinginan. Sifat materialistis yang biasanya identik dengan sifat bawaan
perempuan jangan sampai menggelapkan hati nurani. Sifat suka pada
kebendaan, terutama hal-hal yang indah, tidak harus membuat seorang
perempuan melakukan sesuatu yang melabrak tatanan nilai dan prinsip moral.
Di sinilah perempuan dituntut
untuk selalu menerima apa adanya apa-apa yang diberikan Tuhan kepadanya.
Ini bukan berarti bermalasan tanpa ada usaha, namun usaha mencapai hal-hal
yang dibutuhkan tersebut dicapai dengan cara benar.
Di dalam kehidupan keluarga,
seorang ibu sebagai seorang perempuan seyogyanya mendidik anak-anaknya
untuk berlaku jujur. Menanamkan integritas kepada anak-anaknya. Setiap
waktu seorang ibu perlu menanamkan budi pekerti yang baik. Membumikan
moralitas kepada anak-anaknya dengan cara menjelaskan kepada mereka hal-hal
yang boleh dilakukan dan hal-hal yang tidak boleh dilakukan. Batasan, garis
pemisah dan demarkasi antara yang baik atau buruk, pantas dan tidak pantas,
harus ditegaskan kepada anak-anaknya.
Perempuan, sebagai seorang
isteri pejabat negara misalnya, tidak harus menuntut suaminya sesuatu yang
tidak mampu dipenuhi. Ia sebaiknya meminta sesuatu kepada suaminya tidak
melebihi pendapatan atau gajinya. Adalah tidak tepat jikalau seorang isteri
meminta hal-hal di luar batas kemampuan sang suami. Apalagi, mendorong
suaminya untuk berbuat melanggar hukum demi tercapainya keinginan tersebut,
misalnya berbuat korupsi. Tentu ini bukan sesuatu yang diharapkan.
Di sebuah negara, peranan
perempuan juga tidak kalah pentingnya. Seorang perempuan ketika menjadi
pejabat negara (presiden, menteri, anggota DPR, Gubernur, bupati, walikota
dan seterusnya) harus mampu menjaga perilakunya dari perbuatan korup. Tugas
dan wewenang harus digunakan sebaik-baiknya demi kepentingan bangsa dan
negara.
Namun, kita masih menyaksikan
para pejabat negara perempuan yang masih menyelewangkan kekuasaan yang
dimilikinya. Mereka berbuat korup demi mendapatkan uang berlimpah dan
kekuasaan. Muncuatnya nama-nama perempuan korup yang disorot media massa
belakangan ini adalah bukti bahwa sebagian pejabat perempuan di negeri ini
masih terperosok ke "lubang hitam" bernama korupsi.
Padahal, kita semua sepakat
maju dan mundurnya suatu negara salah satunya ditentukan oleh seorang
perempuan. Pepatah Arab mengatakan bahwa apabila perempuan itu baik, maka
baiklah atau makmurlah negara. Sebaliknya, jika perempuan itu rusak,
berbuat tercela (korupsi), maka hancurlah negara. Ini yang harus
direnungkan oleh kita semua sebagai anak bangsa.
Oleh karena itu, sudah saatnya
kaum perempuan terbebas dari perilaku dan mentalitas korup. Menunjukkan
bahwa perempuan adalah sosok yang bebas bangsa dari korupsi sebagai suatu
kemuliaan yang luar biasa bagi dirinya sendiri, keluarga, maupun negara. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar