Wapres
Boediono dalam pidatonya pada penyelenggaraan The Economist Conference Indonesian Summit menegaskan,
Indonesia memiliki dua pilar kestabilan yang sangat penting, yaitu politik
dan ekonomi makro. Artinya, bila salah satunya tidak stabil maka akan
memicu sentimen negatif terhadap iklim perekonomian.
Fakta
ini mengindikasikan, kisruh politik menjelang pesta demokrasi 2014
tampaknya makin mencemaskan dan sejumlah parpol saling menyerang untuk
membuktikan bahwa tak ada satu pun parpol yang bersih dari kasus. Bahkan,
parpol yang selama ini diklaim bersih juga terkena kasus. Konsekuensi
memanasnya iklim politik ini memberikan dampak negatif terhadap kinerja
perekonomian, terutama daya tarik untuk investasi.
Realitas
memanasnya iklim sosial politik dan intrik, membuat tantangan ke depan
makin berat untuk memacu daya tarik investasi di Indonesia. Paling tidak,
hal ini terkait prestasi yang telah diraih sebelumnya, yaitu Indonesia
mendapat predikat invesment grade.
Predikat ini menjadikan Indonesia sebagai daerah nyaman berinvestasi. Selain
kasus intrik politik, persoalan lain adalah ketersediaan infrastruktur di
daerah. Kepala daerah pada era otonomi daerah harus dipacu untuk bisa
memasarkan daerahnya sehingga semakin menarik investor untuk berinvestasi,
utamanya yang padat modal.
Sinergi
Perlu
ada sinergi antara iklim sospol, investasi, dan infrastruktur bagi pemerintah
untuk mempercepat pembangunan dan meredam intrik politik yang semakin tidak
sehat. Kebijakan investasi tak akan memberi prospek terhadap daya tariknya
jika tidak didukung ketersediaan infrastruktur yang memadai dan jaminan
sospol yang aman. Karena itu, setiap daerah harus memacu pendapatan
asli daerah (PAD) dengan berbagai kebijakan strategis dan menjaga iklim
sospol yang aman.
Mengacu
realitas ini, memang diakui bahwa tantangan pembangunan ke depan semakin
berat, tidak hanya tantangan internal, tapi juga eksternal. Berkaca dari
peliknya persoalan ekonomi, salah satu bahasan yang sangat menarik dipaparkan,
yaitu problem investasi. Sayangnya, arus investasi dalam lima tahun
terakhir terkendala krisis di Eropa. Hal ini menjadi ancaman serius,
terutama dikaitkan makin banyaknya regulasi yang kurang mendukung
investasi. Paling tidak, ini terlihat dari kasus perda ganda pelaksanaan
otonomi daerah serta iklim sospol menjelang pesta demokrasi 2014 yang
cenderung semakin mencuat konflik terkait kasus-kasus korupsi.
Karena
itu, penetapan investment grade
seharusnya menjadi acuan untuk bisa lebih memacu geliat investasi di
daerah, termasuk komitmen membangun infrastruktur sebagai langkah mendukung
daya tarik investasi. Hal ini tentu menjadi tantangan serius dikaitkan dengan
perkembangan iklim sospol dan urgensi dari realisasi investasi untuk memacu
kinerja perekonomian.
Urgensi
membangun sinergi antara iklim sospol, investasi, dan infrastruktur, data
BKPM menunjukkan PMA 2011, yaitu Rp 175,3 triliun, naik dibanding 2010, yaitu
Rp 148 triliun, dengan penyerapan tenaga kerja 266.822 orang.
Kemudian, PMDN 2011, yaitu Rp 76 triliun, naik dibanding 2010, yaitu Rp
60,5 triliun, dengan penyerapan tenaga kerja mencapai 137.039 orang. Hal ini
memberikan pengaruh positif terkait daya tarik investasi, terutama mengacu
teror bom beberapa waktu lalu, bencana di berbagai daerah, dan minimnya infrastruktur
di daerah. Karena itu, sangat beralasan jika pada era otda ini, kepala
daerah semakin dituntut kreatif memasarkan daerahnya agar mampu menarik
sebanyak mungkin investor.
Kondisi ini tentu juga harus didukung oleh
pemerintah pusat, terutama melalui regulasi dan jaminan iklim sospol secara
makro.
Fakta
daya tarik investasi dan relevansinya dengan predikat investment grade
memberi warning pentingnya penegakan hukum dan kepatuhan kepada kontrak,
selain juga perlu pemberian insentif yang membuat investor berminat
menanamkan modal. Hal ini memicu pemerintah lebih proaktif menyikapi
berbagai kendala investasi yang ada, khususnya PMA.
Predikat
investment grade bukan satu-satunya jaminan yang menjadi daya tarik
investasi. Jadi, tantangan untuk memacu daya tarik investasi semakin berat
dan untuk saat ini persoalan iklim sospol adalah prioritas. Faktor lain
yang juga tidak kalah pentingnya adalah jaminan pemerintahan yang bersih.
Fakta tentang laju korupsi yang tinggi secara tidak langsung menjadi
kendala daya tarik investasi. Ini justru mengingatkan peringkat korupsi di
Indonesia versi PERC dan juga versi sejumlah pemeringkat lain. Hal ini
sangat ironis, terutama dikaitkan dengan komitmen memacu daya tarik
investasi dan penetapan daerah proinvestasi.
Sayangnya,
publikasi sejumlah pemeringkat tidak justru memacu untuk lebih berbenah,
tetapi sebaliknya lebih korup. Bahkan, sejumlah tokoh penting di parpol
ikut terjebak kasus korupsi. Kontrol publik penting untuk meminimalisasinya
dan seharusnya ada peringatan atau sanksi sosial bagi parpol yang
tokoh-tokohnya terjebak kasus megaskandal korupsi.
Adanya
sinergi antara memanasnya iklim sospol, investasi, dan infrastruktur maka
harus ada strategic planning
untuk lebih memacu gairah kembali, terutama harus ditetapkan di
bidang-bidang yang paling menarik investor, termasuk juga membangun
infrastruktur yang memadai. Cara lainnya untuk memacu daya tarik
investasi, yaitu dengan memfokuskan daerah realisasi investasi yang
terbesar. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar