Tak bisa dimungkiri bahwa isu yang berputar di dalam
Partai Demokrat (PD) adalah isu publik yang nyaring dan renyah
diperbincangkan publik. Hal ini terjadi karena dua status PD: sebagai
partai penguasa yang memenangi kursi presiden dan partai dengan kursi
terbanyak di parlemen karena menjadi jawara dalam Pemilu 2009. Kongres
Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat, yang sedianya akan diselenggarakan pada
akhir Maret ini, akan mendapat perhatian publik karena political shifting di dalam partai
berpengaruh dan dipengaruhi oleh national
shifting. Artinya, konstelasi yang ada di dalam partai berimplikasi
pada kabinet dan konstelasi parlemen akibat dari penguasaan kursi
eksekutif dan kursi terbanyak di parlemen dipegang oleh PD.
Perkembangan politik intraparty PD menunjukkan bahwa
KLB Bali mendatang akan digiring pada aklamasi dengan opsi yang
ditentukan oleh Majelis Tinggi (MT). Tentu orang yang paling berkuasa
akhirnya adalah SBY sebagai Ketua MT, bukan lagi kader atau konstituen
daerah yang direpresentasikan oleh DPD dan DPC layaknya Kongres 2010 di
Bandung. Akhirnya memang KLB Bali menjadi semacam Kongres (di Luar
Kebiasaan) bagi Demokrat dan khalayak publik yang awalnya simpatik dengan
mekanisme demokratis pada Kongres 2010.
Namun perkembangan politik intraparty yang dikontestasikan ke publik secara sporadis
menunjukkan adanya tiga kluster wacana yang diputar oleh elite demokrat,
yaitu wacana triangulasi faksi "MAS" Demokrat, wacana tumbal
politik, dan wacana zero sum game.
Terkait dengan kluster wacana MAS Demokrat adalah
munculnya beberapa orang kader internal partai yang secara pribadi siap
maju berdasarkan pemetaan triangulasi faksi "MAS" sebelumnya.
Yaitu faksi Marzuki yang ditampilkan oleh Marzuki Alie dan Max Sopacua,
faksi Anas yang ditampilkan dengan kesiapan Saan Mustopa dan Tridianto,
serta faksi SBY yang ditunjukkan dengan kesiapan Jero Wacik dan
Syarifuddin Hasan.
Sedangkan di luar kader "MAS" Demokrat
tersebut, ada beberapa orang kader yang disebut sebagai tumbal politik
namun tidak siap. Dalam hal ini, ada dua kelompok yang menjadi tumbal
politik. Pertama adalah kelompok tumbal Istana alias menteri Demokrat
(Amir Syamsuddin, Roy Suryo, dan E.E. Mangindaan). Sedangkan kelompok
kedua adalah orang-orang yang ditumbalkan untuk mengacaukan konsolidasi
masing-masing kepentingan faksi, seperti Ani, Toto Riyanto, dan Soekarwo.
Sedangkan pada saat yang sama, kader Demokrat juga
melempar wacana ada satu kelompok lagi yang dianggap mampu mendamaikan
dengan mekanisme kompetisi zero sum game atau pertarungan dengan
kekalahan masing-masing pihak. Orang-orang dalam wacana ini yang dapat
mendamaikan paling tidak faksi M dan faksi A, namun menguntungkan faksi
S, orang-orang yang masuk wacana politik ini yaitu Pramono Edhie, Mahfud
Md., Djoko Susilo, dan Gita Wirjawan.
Dengan kata lain, triangulasi faksi "MAS"
Demokrat adalah aktor-aktor krusial yang akan mewarnai dan menentukan
proses dan hasil KLB. Di titik ini, terdapat dua kemungkinan terhadap
triangulasi faksi ini. Pertama, KLB akan berjalan sesuai dengan gagasan
aklamasi jika terjadi konsolidasi antar-faksi, terutama Marzuki cs dan
SBY cs menjelang KLB. Di sisi lain, faksi M adalah kelompok yang paling
bisa berdamai karena tidak berada dalam pertentangan biner SBY-Anas.
Artinya, faksi M berpotensi sebagai faktor determinan konstelasi KLB
karena berpotensi merapat ke SBY ataupun Anas. Kedua, melihat
perkembangan yang ada, kecenderungan diaspora kader dan elite sangat kuat
yang dapat dilihat dengan kesiapan Max, Tri, dan Jero yang mengaburkan
konsolidasi masing-masing fraksi. Demokrat yang pada 2010 dikembangkan
dengan nalar demokrasi akan bersambut gayung dengan sunatullah politikus
untuk berkuasa.
Selain dua skema antara konsekuensi atas kemungkinan
konsolidasi faksi menjelang KLB dan kecenderungan diaspora faksi
baru-baru ini, konstelasi KLB hanya akan bermain pada wacana yang pertama
atau wacana MAS Demokrat, karena wacana tumbal politik dan wacana zero
sum game akan berlaku pasif. Sedangkan orang-orang yang terlibat dalam
wacana "MAS" Demokrat akan berlaku aktif. Sementara itu, hampir
tiga faksi dalam perkembangan yang ada mengalami diaspora.
Faksi Anas mengalami diaspora, karena hilangnya
sumber legitimasi dari Anas sebagai ketua umum untuk mengamankan dirinya
masuk DCS atau struktur kepengurusan partai/parlemen yang strategis. Plotting politikus di Demokrat
akan ditentukan oleh MT di bawah veto SBY, baik di level intraparty (kepengurusan),
parlemen, maupun kabinet. Hal inilah yang menjelaskan terjadi diaspora
faksi karena setiap orang berusaha mengamankan diri atau mengambil risiko
sekaligus dengan menyatakan kesiapan maju sebagai ketua umum.
Sedangkan faksi Marzuki adalah sebentuk innocent group yang berpotensi
memainkan konstelasi KLB. Namun, karena jejaringnya yang lemah, baik di
level daerah maupun pusat-karena Marzuki selama periode 2010-2013 tidak
memainkan plotting veto
terhadap politikus Demokrat-faksi ini juga mengalami diaspora yang
ditunjukkan oleh kesiapan Max yang awalnya membangun wacana Marzuki.
Faksi SBY yang paling mempunyai porsi kekuasaan
paling besar dalam plotting
veto pasca-Anas karena, selain secara kultural, gerbong ini adalah yang
paling dominan dalam komposisi MT saat ini. Sehingga gagasan pengamanan
menjadi logis dengan usaha Cikeas untuk melakukan prakondisi aklamasi
dengan memastikan kepatuhan DPD melalui pernyataan yang harus
ditandatangani soal keputusan-keputusan yang diambil oleh MT. Namun SBY
akan berpotensi menjadi common enemy bagi faksi M dan faksi A jika tidak
melakukan prakondisi sebelum KLB, seperti negosiasi skema posisi
kepengurusan yang menempatkan faksi M dan faksi A pada taraf yang
akomodatif.
Sedangkan membaca pergerakan politik yang ada dengan
melihat munculnya statemen kesiapan dari enam orang yang masuk wacana
"MAS" Demokrat, maka usaha aklamasi dalam KLB akan semakin kuat
karena diaspora faksi tersebut berkontribusi pada rapuhnya kekuatan besar
dan lemahnya provokasi politik di internal Demokrat. Di sisi lain, faksi
M cenderung merapat ke SBY.
Walhasil, dengan pemetaan seperti ini,
KLB menjadi sebentuk kongres di luar kebiasaan yang tentu akan
menciptakan model struktur kekuasaan yang sama sekali baru di dalam
Partai Demokrat. Artinya, hal ini akan menggiring pada dua kemungkinan
ekstrem sebagai sebuah healing path
(jalur penyelamatan) ataupun disaster
path (jalan kehancuran) bagi Demokrat jika polar-polar kekuatan
politik yang ada tidak dinegosiasikan dengan baik. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar