Siaga Hadapi
Masyarakat Ekonomi ASEAN
Budhi Wibowo ; Pelaku Perdagangan Internasional,
Dosen Luar Biasa Universitas Ciputra
|
|
JAWA
POS, 18 Februari 2013
JANGAN kaget jika suatu saat penjual siomay yang
berkeliling di perumahan Anda bukan lagi bernama Cak Man, tetapi Mr Nguyen
yang berasal dari Vietnam. Cak Man, pedagang siomay langganan Anda,
terpaksa gulung tikar karena kalah bersaing. Mr Nguyen bekerja lebih keras
dan cerdik, serta siomay dagangannya lebih lezat.
Saat
ini tentu terasa aneh kalau ada penjual siomay dari Vietnam menjajakan
dagangannya di perumahan Surabaya. Tetapi, di masa depan yang dekat mungkin
terjadi dengan adanya ASEAN Economic Community (AEC) atau Masyarakat
Ekonomi ASEAN mulai 2015.
Meskipun ASEAN merupakan perhimpunan sepuluh negara berdaulat, AEC
adalah penyatuan ASEAN sebagai satu kesatuan wilayah ekonomi. Dengan
demikian, perdagangan antarnegara ASEAN yang saat ini tergolong perdagangan
ekspor/impor nanti dianggap sebagai perdagangan lokal. Pergerakan barang
antarnegara ASEAN akan berlangsung secara bebas, tanpa dikenakan bea masuk.
Persis dengan European Economic Community (EEC) yang telah menjadi European
Union (EU).
Bagi kalangan pengusaha, perbatasan antarnegara selalu dianggap
sebagai hambatan karena adanya prosedur ekspor/impor. Dengan adanya AEC,
hambatan tersebut akan hilang. Pengusaha bakal lebih mengutamakan kedekatan
jarak, tidak lagi mempertimbangkan perbedaan negara. Sangat mungkin akan
terjadi, pedagang kopra di Sulawesi Utara lebih senang mengirimkan
produknya ke Filipina daripada ke Jawa. Industri makanan di Kota Kuching,
Malaysia, bakal lebih senang mengirimkan produknya ke Pontianak daripada ke
Kuala Lumpur yang berjarak lebih jauh.
Lebih Dahsyat daripada FTA
Adanya area perdagangan bebas (free trade area -FTA) yang
berlangsung beberapa tahun terakhir ini menimbulkan dampak yang besar,
terutama bagi para pengusaha. Namun, dampak AEC akan jauh lebih dahsyat daripada
adanya FTA. AEC akan berdampak bukan saja kepada para pengusaha, tetapi
juga kepada seluruh lapisan masyarakat.
Dengan adanya AEC, warga ASEAN bisa dengan bebas mencari kerja di
seluruh negara ASEAN. Dengan demikian, tenaga kerja Indonesia akan bersaing
dalam mencari pekerjaan di Indonesia dengan para pencari kerja dari seluruh
ASEAN. Namun, di pihak lain, tenaga kerja Indonesia juga bebas mencari
kerja ke seluruh negara ASEAN. Para pencari kerja dari seluruh ASEAN
tersebut juga akan bersaing dalam mencari kerja di bidang jasa, misalnya
tenaga profesional di bidang kesehatan, perhotelan, dan pendidikan.
Dalam hal investasi, para pengusaha ASEAN dapat menanamkan modalnya
di seluruh negara ASEAN. Para pengusaha ASEAN bisa menjadi penguasa
mayoritas saham di perusahaan mana pun di ASEAN. Para pengusaha Indonesia
akan bersaing dengan pengusaha ASEAN lainnya dalam melakukan investasi di
seluruh ASEAN, termasuk di Indonesia.
Dalam dunia pendidikan, lembaga pendidikan di Indonesia akan bersaing
dengan lembaga pendidikan di seluruh ASEAN. Siswa warga negara ASEAN boleh
memilih menempuh studi di lembaga pendidikan mana pun di ASEAN.
Peluang Bisa Jadi Bencana
Dengan adanya AEC, negara anggota ASEAN diperbolehkan menjual
produknya kepada konsumen di seluruh ASEAN. Hal tersebut bisa menjadi
peluang yang sangat besar bagi Indonesia karena total penduduk ASEAN
sekitar 600 juta. Namun harus diingat, pangsa pasar sekitar 600 juta orang
tersebut juga akan diperebutkan oleh pengusaha lainnya dari seluruh ASEAN.
Sama halnya dengan sewaktu menghadapi adanya ASEAN China Free Trade
Area (ACFTA) 2010, pemerintah kelihatan belum siap dalam menghadapi AEC.
Para pengusaha Indonesia yang dua tahun lagi akan bersaing dengan seluruh
pengusaha ASEAN belum terlihat mempersiapkan diri. Bahkan, hingga saat ini,
hanya sebagian kecil pengusaha Indonesia yang mengetahui adanya AEC 2015.
Padahal, adanya AEC akan membawa dampak yang besar bagi usaha mereka.
AEC akan menjadi peluang yang sangat besar bagi negara ASEAN yang
telah mempersiapkan diri. Tetapi, bagi negara yang tidak siap, itu akan
menjadi bencana besar.
Pemerintah harus memprioritaskan beberapa sektor industri yang
mempunyai daya saing tinggi. Misalnya, industri yang berbahan baku agro
(pertanian, perkebunan, perikanan), makanan-minuman, tekstil,furniture,
alas kaki, semen, dan elektronika. Industri-industri itu harus lebih
unggul.
Dunia usaha harus melakukan berbagai inovasi, efisiensi, dan
peningkatan produktivitas karyawan secara terus-menerus. Adanya berbagai
hambatan birokrasi yang mengakibatkan ekonomi berbiaya tinggi harus segera
dihilangkan. Percepatan pembangunan infrastruktur amat diperlukan untuk menekan
biaya logistik dan transportasi yang selama ini memperlemah daya saing
industri Indonesia.
Pendidikan di Indonesia juga harus bisa menghasilkan SDM yang mampu
berkompetisi di tingkat ASEAN. Seluruh jenjang pendidikan di Indonesia
perlu segera memperbaiki kurikulum agar nanti lulusannya bisa siap pakai
dan memiliki kompetensi serta kualifikasi internasional. Dengan demikian,
mereka bakal bisa menjadi pekerja profesional yang tidak kalah dengan
tenaga kerja profesional dari negara-negara ASEAN.
●
|
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar