Kita
patut berterima kasih kepada televisi asing: Channel NewsAsia. Stasiun televisi Singapura itu dalam rubrik ”Culture Shock”, Sabtu, 9 Februari,
menyiarkan pertunjukan kuda lumping di Taman Fatahillah, Jakarta.
Dalam
siaran yang meliput halaman luas sekitar taman itu, terlihat pula Tugu
Monas yang, bersama Taman Fatahillah, merupakan ciri khas Jakarta. Pada era
elektronik sekarang, melalui stasiun televisi yang disiarkan global itu,
orang dimudahkan menikmati keadaan di mancanegara.
Tarian
di Xinjiang, biarpun bagian dari China, unik karena berbau Turki. Kita juga
bisa menyaksikan bagaimana memetik buah zaitun di Tunisia, kuatnya pengaruh
Islam pada tarian flamenco di Spanyol, atau Masjid Palermo di Sisilia yang
dulu kampung halaman mafia.
Siaran
televisi internasional dewasa ini tak hanya lewat CNN, BBC, atau Australia
NetW. Sudah muncul sejumlah televisi internasional, baik yang berbahasa
Inggris maupun bukan. Beberapa televisi yang pertama terlihat adalah Arirang
(Korea), CCTV News (China), dan Al Jazeera (Qatar).
TV5 Le
Monde (Perancis) tidak berbahasa Inggris, tetapi menyediakan program
berbahasa itu, juga teks bahasa Inggris untuk acara tertentu dan film.
Demikian pula DWTV (Jerman) yang menyediakan seksi berbahasa Inggris. TVE
(Spanyol), RAI (Italia), NHK (Jepang), dan beberapa lagi tidak berbahasa
Inggris, tetapi omongan dalam bahasa-bahasa itu mudah diikuti. Ada pula
televisi yang khusus bagi penutur bahasa Mandarin, seperti TVB 8.
Sejauh
penelusuran di siaran mancanegara, saya tidak pernah melihat acara televisi
dari Indonesia, baik yang berbahasa Inggris maupun bukan. Beberapa televisi
kita dewasa ini punya seksi bahasa Inggris, tetapi itu hanya untuk konsumsi
lokal. Selebihnya bahasa Inggris lebih banyak digunakan untuk nama rubrik
saja, isinya tetap bahasa sendiri.
Serampang
12
Kabarnya
ada rencana membuat siaran internasional. Sudah saatnyalah! Bukankah RI
negara luas—selebar jarak London ke Teheran. Kita negara kepulauan terbesar
di dunia yang daerah air lebih luas daripada daerah daratnya, lepas dari
kenyataan kita masih mengimpor ikan dan garam. Republik yang memiliki
sumber daya alam melimpah meski dengan berbagai catatan. Indonesia adalah
negara sangat demokratis dengan pertumbuhan ekonomi yang pesat, tetapi—hus,
jangan sebut—masih banyak korupsi.
Yang
jelas, keindahan alam Indonesia tak terperikan. Sudah waktunya menyebarkan
informasi tentang Laut Ambon yang jernih, perairan Sulawesi Utara dengan
Bunaken, Papua yang kaya sumber daya alam, Flores dengan komodo yang
langka, Bromo dan Dieng yang indah, Malioboro yang masih tetap asri,
Parahyangan nan gemulai, Minangkabau yang punya kelok 44 menuju Danau
Maninjau, dan Danau Toba yang tetap cantik kendati sudah ditempel industri.
Paralel
dengan warisan alam, Indonesia bangga sekali dengan warisan seni, budaya.
Kendati tari Bali sudah mendunia, orang tak bosan menontonnya, seperti juga
menyaksikan Borobudur.
Namun,
orang mungkin lupa bahwa Sumatera Timur dan Riau pernah jadi pusat tari
Serampang 12 dan di Kalimantan ada kesenian Dayak. Sekadar menunjukkan
kesenian Melayu yang berada dekat dengan Malaysia. Tari Saman (Aceh) atau
Asmat (Papua) yang kerap digelar adalah sekadar contoh lain. Bukan hanya
batik (Solo) yang membuat Indonesia terkenal, melainkan juga kain tenun
ikat (NTT) atau kain songket (Palembang).
Segudang
lagi kekayaan seni budaya Indonesia di 33 provinsi itu yang, kalau digabung
dengan aset alam di atas, mungkin tidak akan habis disiarkan dalam setahun!
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif serta Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan tentulah akan sibuk dengan PR besar untuk melibatkan para
pemangku kepentingan bagi kemungkinan pengisian acara televisi global.
Katak
di Bawah Tempurung
Menjual
Indonesia lewat udara menyebabkan kita otomatis melakukan inventarisasi
terhadap aset pariwisata dan seni budaya. Khusus tentang yang terakhir,
kegiatan ini akan dapat memperbaiki sikap kita untuk tidak semata-mata
defensif melihat aset seni kita diklaim orang luar. Siapa pun di dunia
diharapkan tidak akan seperti katak di bawah tempurung melihat Indonesia.
Gambaran tentang Indonesia menjadi jelas dan berkelanjutan, berbeda kalau
hanya ditayangkan lewat misi kesenian atau acara oleh kantor perwakilan RI.
Target
lanjut tentu adalah dunia usaha: investor dan pebisnis yang telah melihat
jelas wajah dan tubuh Indonesia. Saya bukan ahli pertelevisian, tetapi
mengadakan siaran televisi publik yang ditangkap di mancanegara tentu
memerlukan biaya yang tak terkira. Karena itu, diperlukan dorongan kuat ke
otoritas terkait yang bersama-sama dengan pihak legislatif akan
menghasilkan satu kemauan politik. Saya yakin manfaat siaran televisi
publik itu akan berbuah segera, paling kurang di bidang pariwisata. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar