Laporan Akhir
Tahun 2012 Olahraga
Indonesia
Kecil, Elite yang Ribut Sendiri
|
KOMPAS,
22 Desember 2012
Tahun ini, banyak olahragawan prestasi di
Indonesia yang sukses menunaikan tugas mereka. Mereka meraih medali, menjadi
juara, memercikkan sebersit harapan dan kebanggaan bagi bangsa.
Namun, pada tahun ini pula
olahraga Indonesia diwarnai nelangsa. Konflik, perselisihan, ketidakakuran
menebar justru di antara para pembina. Tentu jauh lebih banyak
organisasi pembina olahraga prestasi yang adem-ayem. Banyak yang
tenang-tenang, tetapi dengan segala keterbatasan mencoba terus menghanyutkan
para atlet mencapai prestasi prima.
Ada juga yang tenang,
tetapi roda organisasi tak berjalan alias mereka belum mampu menggulirkan
berbagai kegiatan untuk mencetak atlet berprestasi puncak.
Walau sedikit, konflik
internal pengurus justru menimpa organisasi di cabang olahraga yang populer,
yang menjadi tumpuan harapan, atau yang pernah berjaya. Ketidakakuran itu
membalut kepengurusan induk di Ikatan Sport Sepeda Indonesia (ISSI),
Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia, dan Persatuan Tenis Meja Seluruh
Indonesia.
Terakhir, konflik
berkepanjangan yang keras tarik urat leher masih juga berlangsung sepanjang
tahun ini di tubuh Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI). Perpecahan
tak terselesaikan.
Sejak lama balap sepeda
adalah sumur medali bagi Indonesia jika berlaga di tataran Asia Tenggara.
Tahun lalu, saat SEA Games berlangsung di Jakarta dan Palembang, cabang
olahraga ini setidaknya mengumpulkan 12 medali emas.
Sayang, fokus untuk
meningkatkan kelas prestasi yang sudah jadi pekerjaan rumah yang lama tak
kunjung terjadi. Justru saat Pekan Olahraga Nasional (PON) berlangsung di
Riau, medio September silam, balap sepeda guncang.
Sebanyak 15 pengurus di
induk organisasi ISSI mengumumkan akan undur diri. Mereka menyelesaikan
tugas. Begitu PON berakhir, ke-15 pembina itu pun hengkang.
Alasan mereka, kekecewaan
terhadap Ketua Umum ISSI Edmound JT Simorangkir yang baru empat bulan
dilantik. Kebuntuan komunikasi sejak awal itulah persoalan yang ada di antara
pengurus olahraga itu.
Edmound dinilai tidak
konsisten dengan memasukkan sejumlah nama yang tidak disepakati sebelumnya
dalam kepengurusan. Adapun pakta integritas yang disodorkan dinilai bermuara
pada kekuasaan tak terbatas pada sang ketua. Teoretis, pakta komitmen adalah
hal yang bagus. Namun, para pengurus tak juga merasa memperoleh jawaban dan
argumentasi yang berterima.
Alhasil, awal Desember,
Kejuaraan Nasional Balap Sepeda 2012 yang digelar di Sentul, Jawa Barat,
kehilangan posisi sakralnya. Hanya para pebalap dari 10 daerah yang ikut
serta.
Sementara 12 daerah lain
sudah kadung melayangkan mosi tidak percaya kepada induk organisasi.
Pernyataan ketidakpercayaan itu disampaikan tak lama setelah aksi mundur 15
pengurus inti ISSI.
Tahun ini prestasi bulu
tangkis Indonesia yang terpuruk meledakkan bisul ketidakpuasan di antara para
tokoh bulu tangkis. Sepekan setelah tim Piala Thomas gagal mencapai semifinal
di China, Mei lampau, para eks bintang bulu tangkis Indonesia beraksi.
Mereka yang rata-rata
pernah menjadi juara dunia berkumpul menyampaikan keprihatinan. Mereka
menilai, induk organisasi bulu tangkis yang dinakhodai Djoko Santoso gagal.
Satu akar masalah
dicuatkan. Selama ini, para pengurus di bidang pembinaan prestasi merasa
direcoki pengurus dari bidang lain yang bukan berlatar belakang teknik
kepelatihan.
Terpilihnya ketua umum
baru, Gita Wirjawan, juga tak sepenuhnya meredam gejolak pada akhir tahun
ini. Icuk Sugiarto yang merasa diperlakukan tak adil saat pemilihan ketua
umum baru terus mempersoalkan proses pemilihan. Masalahnya sederhana saja,
pemilihan telanjur digulirkan tanpa kehadiran dirinya. Dia bersikukuh,
panitia pun tak menghubungi dirinya soal perubahan jadwal itu.
Kepengurusan tenis meja,
cabang kebanggaan masa lalu yang prestasinya tinggal kenangan, juga tak luput
dari gonjang-ganjing. Tahun lalu Ahmad Tahir yang kembali terpilih menjadi
ketua umum tak bisa langsung bekerja. Pasalnya, kubu oposisi mempersoalkan
keabsahan mekanisme pemilihan.
Pemilihan diulang
September. Tahir tetap terpilih. Namun, dua bulan kemudian ia mengundurkan diri.
Ia merasa iklim organisasi tak lagi kondusif, banyak intervensi, dan jajaran
pengurus yang dipilih formatur tak sesuai dengan visi dan misinya.
Inilah organisasi cabang
olahraga yang para pembinanya tak kunjung rukun dalam dua tahun terakhir.
Pengurus PSSI dan kelompok break-away
Komite Penyelamat Sepak Bola Indonesia gagal menemukan titik temu meski sudah
difasilitasi oleh Konfederasi Sepak Bola Asia (AFC) dan telah melewati
tenggat Federasi Asosiasi Sepak Bola Internasional (FIFA).
Hasilnya terasa di tim
nasional. Tak semua pemain terbaik yang klub-klub mereka terpecah di bawah
naungan kedua kubu bisa tampil. Indonesia pun gagal mengulangi sukses final
Piala Suzuki AFF seperti perhelatan sebelumnya.
Tahun ini di Indonesia
banyak kisruh terjadi di antara petinggi hukum, elite politik, atau pejabat
pemerintahan daerah. Tak dinyana, kisruh seperti itu merangsek ke dunia
olahraga. (Yunas Santhani Azis) ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar