Kamis, 22 November 2012

Kejahatan Perang Israel


Kejahatan Perang Israel
Fahmi Salsabila ;  Dosen dan Peneliti Utama pada The Indonesian Society for Middle East Studies (ISMES)
REPUBLIKA, 20 November 2012

Pagi-pagi buta pada awal tahun baru Muharram 1434 H menjadi saksi bisu invasi Israel terhadap wilayah padat penduduk Gaza yang terisolasi selama kurang lebih lima tahun. Kondisi yang hampir sama seperti empat tahun lalu tatkala Israel juga menginvasi wilayah yang dikuasai oleh pejuang Palestina, Hamas. 
Israel beralasan, penyerangan wilayah sempit Gaza yang terisolasi itu ialah untuk membela diri dari serangan roket-roket yang diluncurkan oleh para pejuang Palestina, di antaranya, Jihad Islam dan sayap militer Hamas, Brigade Izzedin Qassam. Praktis, wilayah yang menderita selama lebih kurang lima tahun ini mengalami kerusakan yang parah akibat bombardemen serangan jet-jet tempur canggih Israel. 
Masih segar dalam ingatan kita, wilayah Gaza ini belum pulih karena invasi pada 2008 dan menderita secara ekonomi akibat diisolasi oleh penjajah Israel. Korban jiwa berjatuhan dari kedua belah pihak. Tapi, tentu saja korban sipil berjatuhan paling banyak diderita oleh warga Gaza dan tidak sebanding dengan korban jiwa dari Israel yang kebanyakan adalah tentara.
Invasi kali ini diprediksi akan sengit karena pejuang Palestina di Gaza secara mengejutkan mampu menembakkan roket yang menjangkau wilayah sekitar Tel Aviv dan mengakibatkan kepanikan yang luar biasa. Peristiwa ini mengingatkan kembali ketika rudal Irak pada 1991 menjangkau wilayah ini. Pemerintah Israel merespons serangan roket ini dengan menggempurkan jet-jet tempurnya secara membabi buta ke wilayah Gaza siang dan malam.
Israel juga terus meningkatkan kekuatan militernya dengan peralatan-peralatan canggih seperti rudal-rudal pertahanan yang disebut Iron Dome. Namun, fakta memperlihatkan hanya separuh dari 500-an rudal yang telah ditembakkan oleh pejuang Gaza mampu dihalau oleh sistem pertahanan Iron Dome ini. Invasi kali ini dapat menjadi lebih dahsyat karena Israel akan menyiapkan serangan darat dan laut selain udara untuk mengintensifkan serangan terhadap basis kekuatan pejuang-pe-juang Palestina di Gaza yang memiliki kekuatan persenjataan tidak sebanding dengan militer Israel.
Menurut para pengamat, invasi Israel kali ini hampir serupa dengan invasi pada 2008 lalu ketika Israel dalam waktu dekat akan menghadapi pemilu. Partai Likud pimpinan Perdana Menteri Benyamin Netanyahu sedang mencari dukungan rakyat Israel dalam pemilu mendatang agar dapat menang kembali. Selain itu, invasi kali ini adalah juga upaya Israel untuk menghambat upa ya Palestina meningkatkan statusnya di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Kejadian ini tentu akan menjadi hambatan bagi Palestina untuk peningkatan statusnya menjadi negara non-anggota di PBB.
Reaksi Dunia
Dunia mengecam aksi sepihak Israel atas wilayah Gaza. Dukungan masyarakat internasional, baik negara atau masyarakat dilakukan melalui kecaman ataupun aksi turun ke jalan hampir di semua negara yang melihat aksi Israel ini sebagai aksi genosida atau pembantaian suatu etnis. Solidaritas masyarakat internasional juga dilakukan melalui dunia maya lewat peretas situs-situs milik Israel. Hampir 9.000 situs kepunyaan Israel mengalami down atau tidak bisa diakses saat ini.
Di Amerika, Obama telah terpilih untuk kedua kalinya sebagai presiden. Invasi Israel atas Gaza kali ini semakin menegaskan kebijakan Obama terhadap Timur Tengah yang tidak akan berubah. Amerika yang menjadi sekutu abadi Israel menyatakan dukungannya terhadap negara Yahudi untuk membela diri dari serangan roket-roket pejuang Hamas. Pernyataan Amerika ini merupakan hal yang sudah biasa dilakukan ketika Israel dengan kepongahannya menyerang untuk kesekian kalinya wilayah Gaza yang padat penduduk dan miskin. Amerika juga berulang kali menggunakan hak vetonya di DK PBB untuk membatalkan resolusi-resolusi PBB yang mengutuk kejahatan Israel atas kemanusiaan di wilayah Gaza. 
Lain lagi dengan reaksi dari dunia Arab. Saat ini, dunia Arab telah mengalami angin perubahan demokrasi yang ditandai dengan terjadinya perubahan kepemimpinan yang otoriter menjadi pemimpin yang dipilih melalui pemilu demokratis. Sebagai contoh, Mesir sekarang berbeda dengan Mesir ketika dipimpin oleh Husni Mubarak.
Mesir sekarang dipimpin oleh Presiden Muhammad Mursi yang berasal dari gerakan populer Ikhwanul Muslimin yang mempunyai pandangan politik hampir sama dengan gerakan Hamas di Gaza. Artinya, Mesir sekarang akan berbuat sekuat tenaga, baik melalui diplomasi maupun kekuatan lain untuk menekan Israel ataupun Amerika supaya menghentikan kebiadaban yang terjadi atas warga Gaza. Bahkan, bukan tidak mungkin Mesir akan turun tangan untuk membantu saudara-saudara mereka, para pejuang di Gaza.
Invasi kali ini merupakan ujian dan tantangan untuk Mesir sebagai pemimpin baru regional Timur Tengah di bawah kepemimpinan Presiden Mursi. Mursi dalam beberapa kesempatan menyatakan tidak akan mengganggu perjanjian perdamaian yang telah disepakati antara Israel dan Mesir pada 1979. Namun diperkirakan, kelompok Ikhwanul Muslimin-basis pendukung Mursi-akan menekannya untuk lebih tegas terhadap Israel. Bukan tidak mungkin perjanjian damai dengan Israel akan dibatalkan.
Reaksi dari dunia Arab lain yang telah mengalami revolusi juga menyatakan dukungan terhadap Palestina, di antaranya, dari Tunisia dan Irak. Tunisia mengirimkan menteri luar negerinya untuk meninjau wilayah Gaza sebagai bentuk dukungan kepada pejuang Gaza. Dukungan dari Irak disampaikan tidak hanya kutukan terhadap invasi Israel atas Gaza, namun juga mengajak negara penghasil minyak untuk menghentikan ekspor minyak terhadap Israel.
Namun, dukungan dari Liga Arab sebagai organisasi negara-negara Arab belum terlihat jelas. Dapat dipastikan akan terjadi perbedaan di antara negara-negara anggota Liga Arab dalam menyikapi invasi Israel atas Gaza kali ini karena kepentingan dalam negeri masing-masing.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar