BP Migas
Dibubarkan
Umar Juoro ; Ekonom Senior di CIDES dan the Habibie Center
|
REPUBLIKA,
19 November 2012
Mahkamah Konstitusi
(MK) secara mengejutkan membuat keputus an pembubaran Badan Pelaksana
Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) karena tidak sesuai dengan
konstitusi. BP Migas yang bertugas sebagai regulator dan menangani kontrak
migas tidak lagi diperkenankan menjalankan tugasnya dan tugas itu dikembalikan
kepada pemerintah.
Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono dengan cepat membuat peraturan yang menetapkan Kementerian
Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengambil alih tugas yang sebelumnya di
emban oleh BP Migas. Keputusan MK ini bukanlah yang pertama kali berkaitan dengan
sumber daya alam (SDA) dan energi. Sebelumnya, MK menggugurkan salah satu
pasal UU Migas berkaitan dengan peran swasta. Begitu juga MK membatalkan
UU Kelistrikan yang dipandang
memberikan peran swasta terlalu besar dalam bidang yang semestinya dikuasai
negara.
Keputusan MK ini di satu sisi menegaskan
komitmen pada konstitusi, khususnya pasal 33, yaitu kekayaan alam dikuasai
oleh negara, tetapi di sisi lain memberikan ketidakpastian hukum bahwa UU
yang telah disahkan oleh presiden dan disetujui DPR dapat digugurkan atas
nama konstitusi. Pada umumnya, UU berusaha untuk memberikan kepastian
berusaha dengan menyesuaikan terhadap perkembangan keadaan sementara
interpretasi MK berorientasi pada konservatisme menjaga keteguhan pada konstitusi.
Sebelum BP Migas dibentuk pada 2002, kontrak
migas dilakukan oleh Pertamina atas nama pemerintah. Pelaku usaha migas lebih
suka hal ini karena mereka berhubungan dengan sesama perusahaan yang jika
terjadi perselisihan asetnya dapat menjadi jaminan. Malaysia dengan
Petronasnya mengikuti pola ini sampai sekarang. Kemudian, UU Migas 2002
memisahkan antara regulator dan pelaku. Pertamina tidak lagi menjadi
regulator, tetapi hanya pelaku.
Dengan dibubarkannya BP Migas maka pemerintah berkuasa
penuh terhadap regulasi, termasuk kontrak migas. Apakah pemerintah akan
kembali menunjuk Pertamina sebagai wakil pemerintah? Sejauh ini belum ada
indikasinya. Regulasi dan kontrak migas kini sepenuhnya di tangan menteri
ESDM sebagai kuasa negara.
Bagaimana kelanjutan dari kegiatan migas di
Indonesia? Kita tahu bahwa belakangan ini produksi minyak cenderung terus
menurun dan produksi gas tidak mengalami peningkatan sebagaimana yang
diharapkan. Padahal, konsumsi migas naik dengan tajam. Permasalahan regulasi
dan insentif adalah salah satu penghambat. Jika pemerintah secara langsung
dapat memperbaiki regulasi dan insentif maka produksi migas, paling tidak
gas, akan meningkat secara signifikan.
Permasalahan terkait pelaku utama di migas
adalah perusahaan asing besar. Hal ini sebenarnya yang menjadi perhatian
pengaju tinjauan hukum mengenai BP Migas kepada MK. Mereka memandang BP Migas
terlalu berpihak pada perusahaan asing. Peran perusahaan asing besar dalam
investasi yang membutuhkan modal tinggi dan teknologi di bidang migas tentu
saja tidak dapat dihindarkan.
Tetapi, peran perusahaan domestik, baik BUMN
maupun swasta, harus diperbesar. Jika tidak maka permasalahan serupa mengenai
dominasi migas oleh asing akan mencuat kepermukaan lagi. Para pengaju
tinjauan hukum atas UU Migas juga menghendaki agar kontrak migas dengan
perusahaan asing yang telah selesai tidak lagi diperpanjang, tetapi diserahkan
kepada Pertamina dan perusahaan lokal. Dalam beberapa kasus, hal ini dapat dilakukan,
tetapi untuk lapangan minyak dengan cadangan besar biasanya kontrak
perusahaan asing diperpanjang atau dijual kepada perusahaan asing lainnya.
Jika kontrak migas yang sudah selesai tidak
diperpanjang maka akan menimbulkan ketidakpastian dalam investasi. Sementara,
kemampuan perusahaan nasional dan lokal belumlah kuat dalam eksplorasi
sehingga peningkatan produksi mereka banyak bergantung pada pengambilalihan
kontrak yang tidak lagi diperpanjang.
Sayangnya, jalan tengah yang berusaha
menyinergikan perusahaan asing dengan perusahaan nasional, seperti kasus
Exxon-Pertamina Cepu, tidak berjalan lancar. Dengan kata lain, menyeimbangkan
peran perusahaan asing dan nasional di bidang migas tidaklah mudah. Dalam hal
ini, kemampuan eksplorasi Pertamina dan perusahaan lokal tertentu harus
ditingkatkan. Jika tidak maka perusahaan asing yang terus mendominasi dan
permasalahan asing versus kepentingan nasional akan terus menyala.
Atau, kita menjadi sangat tertutup terhadap
asing, tetapi tidak dapat optimal memproduksi migas sendiri. Kita patut
belajar pada keberhasilan Malaysia dengan Petronas, Brasil dengan Petrobas,
dan Norwegia dengan Statoil yang dapat mengembangkan kemampuan eksplorasi
mereka. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar