Rabu, 21 November 2012

BP Migas Dibubarkan


BP Migas Dibubarkan
Umar Juoro ;  Ekonom Senior di CIDES dan the Habibie Center
REPUBLIKA, 19 November 2012


Mahkamah Konstitusi (MK) secara mengejutkan membuat keputus an pembubaran Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) karena tidak sesuai dengan konstitusi. BP Migas yang bertugas sebagai regulator dan menangani kontrak migas tidak lagi diperkenankan menjalankan tugasnya dan tugas itu dikembalikan kepada pemerintah.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan cepat membuat peraturan yang menetapkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengambil alih tugas yang sebelumnya di emban oleh BP Migas. Keputusan MK ini bukanlah yang pertama kali berkaitan dengan sumber daya alam (SDA) dan energi. Sebelumnya, MK menggugurkan salah satu pasal UU Migas berkaitan dengan peran swasta. Begitu juga MK membatalkan UU Kelistrikan yang dipandang memberikan peran swasta terlalu besar dalam bidang yang semestinya dikuasai negara.

Keputusan MK ini di satu sisi menegaskan komitmen pada konstitusi, khususnya pasal 33, yaitu kekayaan alam dikuasai oleh negara, tetapi di sisi lain memberikan ketidakpastian hukum bahwa UU yang telah disahkan oleh presiden dan disetujui DPR dapat digugurkan atas nama konstitusi. Pada umumnya, UU berusaha untuk memberikan kepastian berusaha dengan menyesuaikan terhadap perkembangan keadaan sementara interpretasi MK berorientasi pada konservatisme menjaga keteguhan pada konstitusi.

Sebelum BP Migas dibentuk pada 2002, kontrak migas dilakukan oleh Pertamina atas nama pemerintah. Pelaku usaha migas lebih suka hal ini karena mereka berhubungan dengan sesama perusahaan yang jika terjadi perselisihan asetnya dapat menjadi jaminan. Malaysia dengan Petronasnya mengikuti pola ini sampai sekarang. Kemudian, UU Migas 2002 memisahkan antara regulator dan pelaku. Pertamina tidak lagi menjadi regulator, tetapi hanya pelaku.

Dengan dibubarkannya BP Migas maka pemerintah berkuasa penuh terhadap regulasi, termasuk kontrak migas. Apakah pemerintah akan kembali menunjuk Pertamina sebagai wakil pemerintah? Sejauh ini belum ada indikasinya. Regulasi dan kontrak migas kini sepenuhnya di tangan menteri ESDM sebagai kuasa negara.

Bagaimana kelanjutan dari kegiatan migas di Indonesia? Kita tahu bahwa belakangan ini produksi minyak cenderung terus menurun dan produksi gas tidak mengalami peningkatan sebagaimana yang diharapkan. Padahal, konsumsi migas naik dengan tajam. Permasalahan regulasi dan insentif adalah salah satu penghambat. Jika pemerintah secara langsung dapat memperbaiki regulasi dan insentif maka produksi migas, paling tidak gas, akan meningkat secara signifikan.

Permasalahan terkait pelaku utama di migas adalah perusahaan asing besar. Hal ini sebenarnya yang menjadi perhatian pengaju tinjauan hukum mengenai BP Migas kepada MK. Mereka memandang BP Migas terlalu berpihak pada perusahaan asing. Peran perusahaan asing besar dalam investasi yang membutuhkan modal tinggi dan teknologi di bidang migas tentu saja tidak dapat dihindarkan.

Tetapi, peran perusahaan domestik, baik BUMN maupun swasta, harus diperbesar. Jika tidak maka permasalahan serupa mengenai dominasi migas oleh asing akan mencuat kepermukaan lagi. Para pengaju tinjauan hukum atas UU Migas juga menghendaki agar kontrak migas dengan perusahaan asing yang telah selesai tidak lagi diperpanjang, tetapi diserahkan kepada Pertamina dan perusahaan lokal. Dalam beberapa kasus, hal ini dapat dilakukan, tetapi untuk lapangan minyak dengan cadangan besar biasanya kontrak perusahaan asing diperpanjang atau dijual kepada perusahaan asing lainnya.

Jika kontrak migas yang sudah selesai tidak diperpanjang maka akan menimbulkan ketidakpastian dalam investasi. Sementara, kemampuan perusahaan nasional dan lokal belumlah kuat dalam eksplorasi sehingga peningkatan produksi mereka banyak bergantung pada pengambilalihan kontrak yang tidak lagi diperpanjang.

Sayangnya, jalan tengah yang berusaha menyinergikan perusahaan asing dengan perusahaan nasional, seperti kasus Exxon-Pertamina Cepu, tidak berjalan lancar. Dengan kata lain, menyeimbangkan peran perusahaan asing dan nasional di bidang migas tidaklah mudah. Dalam hal ini, kemampuan eksplorasi Pertamina dan perusahaan lokal tertentu harus ditingkatkan. Jika tidak maka perusahaan asing yang terus mendominasi dan permasalahan asing versus kepentingan nasional akan terus menyala.

Atau, kita menjadi sangat tertutup terhadap asing, tetapi tidak dapat optimal memproduksi migas sendiri. Kita patut belajar pada keberhasilan Malaysia dengan Petronas, Brasil dengan Petrobas, dan Norwegia dengan Statoil yang dapat mengembangkan kemampuan eksplorasi mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar