Hentikan
Pembahasan UU KPK
Bambang Soesatyo ; Anggota
Komisi III DPR RI Fraksi Partai Golkar
|
SINDO,
03 Oktober 2012
Bunuh diri institusi jika DPR berinisiatif
menghapus wewenang penuntutan yang melekat pada Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK). Justru karena simpatisan komunitas koruptor terus berupaya melemahkan
fungsi dan tugas KPK, DPR mengambil inisiatif memperkokoh eksistensi KPK dengan
usulan revisi Undang-Undang (UU) No 30/2002 tentang KPK.
Ada hikmah di balik
gencarnya isu tentang niat Komisi III DPR membonsai KPK. Dari isu itu, kita
semua semakin disadarkan bahwa posisi komunitas koruptor dan para simpatisannya
memang sangat kuat. Serangan bertubi-tubi yang dialamatkan ke Komisi III DPR
itu hanya membuahkan satu kesimpulan; betapa beratnya tantangan memerangi
korupsi di negara ini.
Upaya DPR memperkuat fungsi, wewenang, dan tugas KPK bahkan bisa ditunggangi, dipelintir, dan disalahpersepsikan dengan tafsir memereteli kewenangan KPK. Tidaklah berlebihan jika kita saat ini bersyukur atas kemampuan KPK menyerang komunitas koruptor, baik kelas teri maupun kelas kakap. Dari segi keberanian, progres KPK dirasakan sangat signifikan.
Memang, pada aspek penyelesaian sejumlah kasus besar yang menjadi perhatian publik, langkah KPK dirasakan lamban. Itulah tantangan yang dihadapi KPK. Namun, publik tidak boleh berhenti mengkritisi KPK. Satu hal yang perlu digarisbawahi semua pihak adalah kenyataan bahwa sejumlah wewenang yang melekat pada KPK saat ini sudah menjadi virus yang menebarkan efek jera melakukan korupsi.
Kalau kecenderungannya sudah seperti itu, untuk alasan apa Komisi III DPR mempreteli wewenang penuntutan dan wewenang penyadapan yang melekat pada KPK? Kalau benar DPR berniat mempreteli dua wewenang itu, sama artinya DPR memberi ruang bagi tumbuh suburnya praktik korupsi di negara ini.
Revisi UU No 30/2002 tentang KPK bukan agenda baru. Sejak digagas, agenda ini selalu menimbulkan prokontra. Wajar, karena DPR memang butuh pandangan dan masukan dari berbagai pihak. Karena itu, pada Oktober 2011, Komisi III DPR sempat memaparkan 10 poin yang akan dibahas sebagai materi revisi UU KPK.
Antara lain tentang kewenangan KPK melakukan rekrutmen penyidik dan penuntut umum; mengenai wewenang penyadapan yang perlu dipertahankan atau diubah; juga mengenai kewenangan melakukan penyitaan dan penggeledahan; lalu tentang kewenangan tidak menerbitkan SP3, hingga soal kejelasan mengutamakan penindakan atau pencegahan. Tidak ada poin pembahasan tentang menghapus wewenang penuntutan KPK.
Sebaliknya, revisi UU KPK sejak awal berlandaskan pada semangat dan keinginan menjadikan KPK memenuhi standar internasional. Kekuatan dan kewenangan KPK harus menimbulkan efek jera. Walaupun tidak mudah, upaya memperkuat KPK tidak boleh berhenti. Pemerintahan sekarang ini boleh saja minimalis dengan agenda penguatan KPK. Tetapi, DPR akan berupaya habis-habisan agar penguatan KPK terwujud.
Ketika semua kalangan sedang prihatin dengan penarikan para penyidik KPK yang berasal dari Polri, tiba-tiba dimunculkan tuduhan bahwa Komisi III DPR akan memperlemah KPK karena dalam draf revisi RUU ada poin tentang penghapusan wewenang penuntutan. Sudah barang tentu fakta ini mengejutkan semua kalangan, termasuk DPR. Dipastikan bahwa Komisi III DPR belum sampai pada kesimpulan penghapusan wewenang penuntutan KPK.
Sebaliknya, pada saat isu ini dihembuskan, Komisi III DPR justru sedang membahas polemik soal kekosongan jabatan pada satu periode. Seperti Busyro Muqoddas yang akan habis lebih dahulu ketimbang empat pimpinan lainnya serta mendiskusikan urgensi penyidik independen sebagai respons atas gejala penarikan penyidik KPK oleh institusi lain.
Upaya DPR memperkuat fungsi, wewenang, dan tugas KPK bahkan bisa ditunggangi, dipelintir, dan disalahpersepsikan dengan tafsir memereteli kewenangan KPK. Tidaklah berlebihan jika kita saat ini bersyukur atas kemampuan KPK menyerang komunitas koruptor, baik kelas teri maupun kelas kakap. Dari segi keberanian, progres KPK dirasakan sangat signifikan.
Memang, pada aspek penyelesaian sejumlah kasus besar yang menjadi perhatian publik, langkah KPK dirasakan lamban. Itulah tantangan yang dihadapi KPK. Namun, publik tidak boleh berhenti mengkritisi KPK. Satu hal yang perlu digarisbawahi semua pihak adalah kenyataan bahwa sejumlah wewenang yang melekat pada KPK saat ini sudah menjadi virus yang menebarkan efek jera melakukan korupsi.
Kalau kecenderungannya sudah seperti itu, untuk alasan apa Komisi III DPR mempreteli wewenang penuntutan dan wewenang penyadapan yang melekat pada KPK? Kalau benar DPR berniat mempreteli dua wewenang itu, sama artinya DPR memberi ruang bagi tumbuh suburnya praktik korupsi di negara ini.
Revisi UU No 30/2002 tentang KPK bukan agenda baru. Sejak digagas, agenda ini selalu menimbulkan prokontra. Wajar, karena DPR memang butuh pandangan dan masukan dari berbagai pihak. Karena itu, pada Oktober 2011, Komisi III DPR sempat memaparkan 10 poin yang akan dibahas sebagai materi revisi UU KPK.
Antara lain tentang kewenangan KPK melakukan rekrutmen penyidik dan penuntut umum; mengenai wewenang penyadapan yang perlu dipertahankan atau diubah; juga mengenai kewenangan melakukan penyitaan dan penggeledahan; lalu tentang kewenangan tidak menerbitkan SP3, hingga soal kejelasan mengutamakan penindakan atau pencegahan. Tidak ada poin pembahasan tentang menghapus wewenang penuntutan KPK.
Sebaliknya, revisi UU KPK sejak awal berlandaskan pada semangat dan keinginan menjadikan KPK memenuhi standar internasional. Kekuatan dan kewenangan KPK harus menimbulkan efek jera. Walaupun tidak mudah, upaya memperkuat KPK tidak boleh berhenti. Pemerintahan sekarang ini boleh saja minimalis dengan agenda penguatan KPK. Tetapi, DPR akan berupaya habis-habisan agar penguatan KPK terwujud.
Ketika semua kalangan sedang prihatin dengan penarikan para penyidik KPK yang berasal dari Polri, tiba-tiba dimunculkan tuduhan bahwa Komisi III DPR akan memperlemah KPK karena dalam draf revisi RUU ada poin tentang penghapusan wewenang penuntutan. Sudah barang tentu fakta ini mengejutkan semua kalangan, termasuk DPR. Dipastikan bahwa Komisi III DPR belum sampai pada kesimpulan penghapusan wewenang penuntutan KPK.
Sebaliknya, pada saat isu ini dihembuskan, Komisi III DPR justru sedang membahas polemik soal kekosongan jabatan pada satu periode. Seperti Busyro Muqoddas yang akan habis lebih dahulu ketimbang empat pimpinan lainnya serta mendiskusikan urgensi penyidik independen sebagai respons atas gejala penarikan penyidik KPK oleh institusi lain.
Pihak-pihak tertentu
boleh saja beranggapan Komisi III DPR bisa dijebak atau dibodoh-bodohi. Tetapi,
Komisi III DPR tidak akan pernah berbuat konyol. Menghapus wewenang penuntutan
KPK adalah gagasan konyol yang tidak mungkin dilakukan DPR. Pertama, proses
perumusan RUU maupun revisi UU tidak pernah lepas dari pengawasan publik.Segala
sesuatunya bersifat sangat terbuka.Kedua, dalam merumuskan setiap UU, DPR tetap
membutuhkan partisipasi publik, termasuk para ahli dan komunitas-komunitas
tertentu yang relevan dimintai pendapat dan pandangannya.
Usul menghapus wewenang penuntutan KPK sudah pasti akan mendapat perlawanan keras dari semua elemen rakyat. Komisi III DPR akan terlihat konyol kalau sampai mengusulkan hal itu. Katakanlah benar dan DPR bersikukuh dengan usulan itu, bisa dipastikan bahwa pilihan sikap dan posisi DPR seperti itu menjadi tindakan bunuh diri institusi.
Kesimpulannya, ada yang menyelundupkan draf RUU revisi UU KPK dengan muatan usul penghapusan wewenang penuntutan itu. Kalau kemudian Komisi III DPR yang dijadikan sasaran kemarahan publik, sesungguhnya hanya sasaran antara. Sedangkan sasaran utamanya adalah menghancurkan citra DPR di mata publik, menghambat upaya penguatan fungsi dan tugas KPK oleh DPR di satu sisi, serta mengganggu konsentrasi kerja KPK di sisi lain.
Siapa pun yang menggoreng isu ini, dia amatiran. Targetnya mengadu domba DPR dengan publik, serta DPR versus KPK. Tentu saja ada elemen lain yang tertawa melihat situasi seperti akhir-akhir ini. Mereka adalah elemen koruptor plus pihak-pihak tertentu yang berkepentingan merusak citra partai agar tidak dipercaya rakyat dan gagasan calon independen pada Pemilu 2014 laku dijual.
Dipastikan bahwa usul menghapus wewenang penuntutan KPK belum final dalam draf revisi UU KPK. Tidak ada niat institusi DPR memperlemah KPK. Dalam agenda penguatan wewenang KPK, Komisi III DPR bahkan masih dan akan terus meminta pendapat publik. Sebaliknya, tanpa harus diminta, publik pun harus terus mengawasi dan mengkritisi revisi UU KPK agar DPR tidak kecolongan lagi seperti dalam kasus usul menghapus wewenang penuntutan KPK sekarang ini.
Hendaknya menjadi kesadaran bersama bahwa memerangi korupsi di negara ini amatlah sulit. Apalagi, pemerintah sendiri tidak konsisten dengan ambisi memerangi korupsi. Konsekuensinya, kerja bersama menjadikan KPK yang tangguh dan kokoh pun tidak mudah.
Berbagai hambatan dan penghalang akan selalu dimunculkan oleh komunitas koruptor dan para simpatisannya. Jangan lupa bahwa komunitas koruptor di Indonesia telah menjelma menjadi kekuatan besar yang tidak segan-segan menghalalkan segala cara. ●
Usul menghapus wewenang penuntutan KPK sudah pasti akan mendapat perlawanan keras dari semua elemen rakyat. Komisi III DPR akan terlihat konyol kalau sampai mengusulkan hal itu. Katakanlah benar dan DPR bersikukuh dengan usulan itu, bisa dipastikan bahwa pilihan sikap dan posisi DPR seperti itu menjadi tindakan bunuh diri institusi.
Kesimpulannya, ada yang menyelundupkan draf RUU revisi UU KPK dengan muatan usul penghapusan wewenang penuntutan itu. Kalau kemudian Komisi III DPR yang dijadikan sasaran kemarahan publik, sesungguhnya hanya sasaran antara. Sedangkan sasaran utamanya adalah menghancurkan citra DPR di mata publik, menghambat upaya penguatan fungsi dan tugas KPK oleh DPR di satu sisi, serta mengganggu konsentrasi kerja KPK di sisi lain.
Siapa pun yang menggoreng isu ini, dia amatiran. Targetnya mengadu domba DPR dengan publik, serta DPR versus KPK. Tentu saja ada elemen lain yang tertawa melihat situasi seperti akhir-akhir ini. Mereka adalah elemen koruptor plus pihak-pihak tertentu yang berkepentingan merusak citra partai agar tidak dipercaya rakyat dan gagasan calon independen pada Pemilu 2014 laku dijual.
Dipastikan bahwa usul menghapus wewenang penuntutan KPK belum final dalam draf revisi UU KPK. Tidak ada niat institusi DPR memperlemah KPK. Dalam agenda penguatan wewenang KPK, Komisi III DPR bahkan masih dan akan terus meminta pendapat publik. Sebaliknya, tanpa harus diminta, publik pun harus terus mengawasi dan mengkritisi revisi UU KPK agar DPR tidak kecolongan lagi seperti dalam kasus usul menghapus wewenang penuntutan KPK sekarang ini.
Hendaknya menjadi kesadaran bersama bahwa memerangi korupsi di negara ini amatlah sulit. Apalagi, pemerintah sendiri tidak konsisten dengan ambisi memerangi korupsi. Konsekuensinya, kerja bersama menjadikan KPK yang tangguh dan kokoh pun tidak mudah.
Berbagai hambatan dan penghalang akan selalu dimunculkan oleh komunitas koruptor dan para simpatisannya. Jangan lupa bahwa komunitas koruptor di Indonesia telah menjelma menjadi kekuatan besar yang tidak segan-segan menghalalkan segala cara. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar