Solusi
Memberantas Korupsi
Hamidulloh Ibda ; Peneliti di Centre for Democracy
and Islamic Studies IAIN Walisongo Semarang
and Islamic Studies IAIN Walisongo Semarang
SUARA
KARYA, 02 Agustus 2012
Selama ini, banyak artikel dan gagasan menarik
untuk memberantas korupsi. Tulisan itu hanya menyumbangan ide dan gagasan
pemberantasan korupsi. Namun, solusi yang ditawarkan oleh beberapa kalangan
sangat normatif dan masih 'remang-remang'. Sehingga, ide itu sama sekali tak
menyentuh dan memberikan solusi cerdas dalam memberantas korupsi secara total.
Banyak solusi yang ditawarkan oleh para akademisi dan politisi, salah satunya
adalah perlu adanya 'ketegasan pemimpin' untuk memberantas korupsi.
Padahal, korupsi merupakan perbuatan tercela
yang semakin menggurita. Artinya, jika pemberantasan korupsi hanya sekadar
gerakan 'remang-remang', maka hasilnya juga tidak jelas. Apalagi,
tulisan-tulisan itu seolah-olah cenderung menyalahkan pemimpin atau figur dalam
pemerintahan. Padahal, korupsi merupakan permasalahan sosial dan tergolong
perbuatan luar biasa (extra ordinary
crime). Maka, dalam pemberantasannya juga harus dilakukan dengan 'kekuatan
sosial' dan secara radikal pula.
Sinergi Pemerintah dan Masyarakat
Pemberantasan korupsi tidak cukup dilakukan
melalui penegakan hukum saja. Penyelesaian korupsi harus dilakukan secara
kompak, ada sinergi antara pemerintah dan masyarakat. Intinya, ada di tangan
pemerintah, namun jika tak ada dukungan masyarakat, maka pemberantasan korupsi
menjadi 'omong kosong'.
Menurut beberapa artikel di media cetak,
disebutkan bahwa pemimpin yang tegas sangat mendukung penghentian korupsi.
Namun, dia luput mengkaji kekolektifan kinerja pemerintah. Artinya,
pemerintahan tidak hanya ada satu atau dua orang saja, namun puluhan dan bahkan
ratusan. Jika ingin memberantas korupsi, seluruh aparat pemerintah harus
berkomitmen memberantasnya. Apalagi, tindak korupsi saat ini tak lagi
perorangan, melainkan sudah masuk dalam kategori 'korupsi berjamaah'. Ini
mengharuskan bahwa pemberantas korupsi juga harus dilakukan berjamaah, melalui
herakan kompak secara bersama-sama.
Dalam konteks ini, pemberantasan korupsi harus
dilakukan secara maksimal oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 'Nakhoda'
kapal KPK harus berani, tegas, dan 'cekatan' dalam memberantas korupsi. Tanpa
tindakan tegas dari KPK, maka pemberantasan korupsi hanya akan merupakan mimpi
belaka. Jika dirumuskan, pemberantasan korupsi bisa dimulai dari pencegahan,
penindakan, termasuk dengan melibatkan peran masyarakat.
Pemberantasan korupsi harus difokuskan pada
'perbaikan sistem' (hukum, kelembagaan, ekonomi). Selain itu, perbaikan kondisi
manusia juga penting. Antara lain, melalui bimbingan dari segi moral,
kesejahteraan, di samping lewat pendidikan antikorupsi. Yang terpenting bukan
sekadar 'mencegah', tapi juga 'menindak tegas' koruptor.
Solusi Radikal
Korupsi merupakan extra ordinary crime, maka penanganannya harus dengan cara radikal.
Jadi, 'hukuman mati' untuk koruptor harus dilegalkan. Meskipun belum ada
terdakwa kasus korupsi dijatuhi hukuman mati, tapi suatu saat pasal ini akan
efektif dan harus diberlakukan di Indonesia. Sehingga, hukuman mati menjadi
solusi jitu untuk memberantas korupsi. Jika tak ada pemberlakuan hukuman mati
kepada koruptor, dan hukuman yang diberikan kepada mereka terlalu ringan, maka
hal itu pasti tidak akan menimbulkan efek jera. Untuk itulah, perlu pembenahan
sistem hukum, sehingga tidak ada lagi yang berani melakukan korupsi.
Menurut Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum
Indonesia Alvon Kurnia, pihaknya menyetujui jika ada hukuman mati bagi
koruptor. (Suara Karya, 18/7/2012).
Namun, pemberlakuan hukuman mati kepada koruptor bisa menjadi kontroversi.
Pasalnya, hal itu bersentuhan dengan HAM, khususnya terkait hak untuk hidup.
Karena itu, yang mendesak dilakukan seharusnya
menyangkut reformasi dan pembenahan sistem hukum. Ini penting untuk memberikan
efek jera kepada koruptor, dan bukan mematikannya. Sebab, sistem hukum selama
ini tidak memberikan efek jera. Pembenahan itu terkait banyaknya koruptor yang
divonis bebas. Apalagi, banyak koruptor mendapat fasilitas mewah di dalam
tahanan.
Lebih disayangkan, hukuman yang dijatuhkan
pengadilan terlalu ringan. Inilah sesungguhnya yang perlu diperbaiki, karena
banyak koruptor mendapat hukuman tidak setimpal dengan perbuatannya. Padahal,
dampak dari korupsi sangatlah luas.
Hukuman Mati?
Jika korupsi terus menggurita dan merugikan
rakyat Indonesia, maka sudah sepantasnya koruptor dihukum mati, sehingga hal
itu membuat calon pelaku lainnya berpikir dua kali. Hukuman mati memang
dianggap belum cocok dan melanggar hak asasi manusia (HAM), dan Tuhan saja maha
pengampun. Lalu, hukuman apa yang cocok untuk koruptor? Tentu berupa tindakan
radikal. Meskipun dianggap tak cocok dan melanggar HAM, khusus koruptor,
hukuman mati sangat cocok dan merupakan solusi cerdas. Jika perlu, pemerintah
harus membuat UU HAM khusus untuk koruptor.
Hukuman mati sangat cocok diberlakukan kepada
koruptor di negeri ini. Jika tidak, Indonesia akan terpuruk jika penegakan
hukumnya masih 'remeh-temeh'. Jadi, sudah saatnya Pemerintah Indonesia meniru
kebijakan Pemerintah China dalam menciptakan pemerintahan bersih dengan
menerapkan hukuman mati kepada koruptor. Buktinya, di negeri Tirai Bambu ini,
pemberantasan korupsi berjalan lancar dan sangat efektif.
Memang, hukuman itu
membuat perekonomian China maju, dan menjadikan pemerintahan menjadi lebih
disiplin, jujur, dan bertanggung jawab. Lalu, kapan Indonesia berani meniru
langkah pemerintahan China? Apakah menunggu koruptor menguasai negeri ini?
Tentu tidak. Wallahu a'lam bisshawab.
●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar