Mengapa
Polri Tidak Bidik Djoko Susilo?
Upa Labuhari ; Pemerhati
Masalah Kepolisian, Ketua Departemen Kepolisian PWI Pusat
SINAR
HARAPAN, 03 Agustus 2012
Bukan hanya masyarakat awam yang merasa jijik
melihat perilaku oknum Polri yang telanjang mata berbuat korupsi sehingga
negara dirugikan sampai ratusan miliar rupiah. Hampir semua kalangan penegak
hukum juga merasakan hal itu.
Apalagi setelah Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) menetapkan Irjen Pol Drs Djoko Susilo, mantan Kakorlantas sebagai pelaku
korupsi pengadaan peralatan simulator ujian SIM di seluruh Indonesia.
Ketidakpercayaan pengacara Jeniver Girsang
bahwa kliennya Djoko Susilo terlibat korupsi ratusan miliar rupiah dalam proyek
pengadaan peralatan simulator ujian SIM seluruh Indonesia, sebagaimana
dituduhkan KPK, sah-sah saja.
Apalagi pernyataan ini disampaikan Jeniver
Girsang di depan layar kaca sebuah TV swasta dalam rangka memperbaiki image
kliennya yang dikenal sebagai perwira tinggi Polri, calon Kapolri di masa
datang.
Kalau Jeniver Girsang tidak percaya bahwa
kliennya terlibat korupsi yang membuat negara dirugikan ratusan miliar rupiah,
lain lagi dengan pernyataan seorang mantan penyidik pada Direktorat Tindak
Korupsi Bareskrim Polri yang menyebutkan, Djoko Susilo telah telanjang mata
berbuat korupsi dengan menguntungkan bukan hanya pribadinya selaku pejabat
negara (Kakorlantas).
Tapi, ia juga telah menguntungkan orang lain
sehingga negara dirugikan ratusan miliar rupiah. Bahkan yang bersangkutan telah
menerima upeti miliaran rupiah dari pemenang tender simulator ini.
Perbuatan menerima upeti itu jelas suatu
pelanggaran telak, walaupun penerimaan itu disangkal keras oleh Djoko Susilo
karena uang tersebut sebelumnya dititip pada Tiwi, seorang sekretaris Djoko
Susilo. Tapi, kesaksian Bambang Sukotjo, pembawa uang tersebut, yang bersikukuh
bahwa uang tersebut diterima oleh Djoko Susilo, menjadi bukti yang sulit
dikesampingkan.
Ketelanjangan mata perbuatan Djoko sebagai
pelaku korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang
Tindak Pidana Korupsi, terlihat pada kontrak penjualan simulator untuk
kendaraan roda dua dan roda empat yang jumlahnya melebihi Rp 200 miliar.
Menurut pembuat simulator ini, Bambang
Sukotjo, harga keseluruhan simulator itu tidak lebih dari Rp 80 miliar sesuai
dengan data keuangan yang diterima dari Budi.
Data ini jelas menjerat Djoko Susilo
berdasarkan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tindak Pidana Korupsi. Sebagai pejabat
negara, ia sudah memberi kesempatan kepada orang lain untuk memperkaya diri
dengan menguras keuangan negara yang jumlahnya ratusan miliar rupiah.
Pembiaran
Menjadi persoalan sekarang ini, mengapa Polri
membiarkan kasus yang telanjang mata ini bergulir begitu saja di tengah
masyarakat sehingga dipungut dengan mudahnya oleh KPK. Kemudian kaget setelah
Djoko Susilo yang saat ini menjabat Gubernur Akademi Kepolisian dinyatakan
sebagai tersangka utama.
Inilah pelajaran berharga yang perlu
dijadikan masukan agar di kemudian hari tidak mengabaikan pemberitaan media
massa tentang anggotanya yang disinyalir berbuat penyimpangan dalam
melaksanakan tugasnya.
Seandainya kasus yang memalukan ini ditangkap
oleh jajaran Polri ketika mulai bergulir Februari lalu, dimungkinkan tidak akan
terjadi “rebutan” penanganan penyidikan antara KPK dengan Polri seperti yang
dipertontonkan di tengah masyarakat sekarang ini.
Walaupun Polri menyebut dirinya sudah
menangani kasus ini sejak Februari lalu, tapi banyak kalangan meragukannya.
Jika hal itu benar, berarti barang bukti atas kasus ini yang diperebutkan
dengan penyidik KPK di kantor Korlantas Polri di Jalan Gatot Subroto Jakarta Selatan
selama dua hari, tidak akan terjadi.
Barang bukti itu dipastikan sudah berada di
Bareskrim Mabes Polri sejak lama. Tapi, kenyataannya barang bukti tersebut
masih berada di Kantor Kakorlantas. Dengan demikian, patut dapat diduga bahwa
penanganan kasus ini baru saja berlangsung, beberapa hari sebelum kasus ini
diproklamasikan oleh KPK bahwa Djoko Susilo sebagai tersangka pelaku korupsi.
Lebih mendekatkan dugaan itu lagi bahwa kasus
ini baru ditangani penyidik Polri setelah empat hari kasus ini dipublikasikan
oleh KPK, barulah Mabes Polri memproklamasikan bahwa ada lima orang yang diduga
sebagai pelaku kasus korupsi ini dinyatakan sebagai tersangka.
Tiga di antara pelaku itu adalah perwira
Polri dengan pangkat antara kompol sampai brigjen polisi. Dua tersangka lainnya
adalah pihak ketiga, pemenang atas tender simulator ini.
“Kalau penanganan ini benar dilaksanakan
sejak Februari lalu, mengapa baru empat hari setelah kasus ini diumumkan oleh
KPK, Polri ikut serta mengumumkan adanya pelaku yang akan ditangkap,’’ ujar
seorang mantan perwira tinggi Polri yang merasa Polri sekarang masih seperti di
zamannya dulu, sering mengecoh masyarakat.
Lebih aneh lagi dalam penanganan pengusutan
kasus ini yang dilakukan penyidik Polri, sasaran pelaku hanya pada Wakil Kakorlantas
Brigjen Pol Drs Didik Purnomo MSi. Kakorlantas Djoko Susilo yang disebut-sebut
sudah diperiksa oleh penyidik tidak dinyatakan sebagai tersangka dalam kasus
korupsi ini. KPK yang belum memeriksa Djoko Susilo sudah menyatakan yang
bersangkutan sebagai tersangka.
Beda sasaran inilah yang kini berkembang di
tengah masyarakat bahwa penyidik KPK menyatakan Djoko Susilo sebagai tersangka
karena akan menyasar kepada petinggi Polri lainnya yang ditengarai juga
menikmati hasil korupsi ini.
Penyidik Polri menetapkan Brigjen Pol Didik
Purnomo sebagai tersangka utama karena yang bersangkutan diketahui tidak bisa
menunjukkan siapa atasannya yang terlibat lebih jauh dalam kasus ini.
Dengan demikian, apa pun yang akan dikerjakan
oleh penyidik Polri dalam mengusut kasus ini, sudah dapat dijabarkan oleh
masyarakat dengan memastikan hanya lima orang yang dijadikan tersangka. Tidak
akan ada lagi jenderal polisi yang terlibat di dalamnya.
Jika mengikuti perkembangan kasus ini lewat
KPK, mereka bisa meyakini bahwa ke depan ada tersangka baru dalam kasus ini.
Mereka yang akan dijadikan tersangka baru kemungkinan adalah mantan atasan
Djoko Susilo sewaktu ia menjabat Kakorlantas. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar