Minggu, 05 Agustus 2012

G B H N


G B H N
Sarlito Wirawan Sarwono ; Guru Besar Fakultas Psikologi UI,
Dekan Fakultas Psikologi Universitas Persada Indonesia
SINDO, 05 Agustus 2012


Di zaman Pak Harto banyak plesetan tentang keluarga, kroni, dan pemerintahannya. Orang Indonesia memang paling kampiun kalau disuruh plesetan lidah. Misalnya, RCTI diplesetkan menjadi “Raja Cendana Takut Istri”, Pemilu yang menang Golkar, tetapi yang berkuasa “P3” (“Putra-Putri Presiden”). Perusahaan Ali Baba, dirutnya “Ali” (pribumi), cukongnya “Baba” (nonpribumi). Atau ini: GBHN. Seharusnya “Garis-garis Besar Halauan Negara”, plesetannya (Sunda) “Gede Bujur Hese Nonggeng”, artinya: “Besar Bokong Sulit Nungging”. Maksudnya (barangkali): besar di omongan, tetapi sulit untuk dilaksanakan. Ujung-ujungnya, kita tahu semua, Soeharto digulingkan dari jabatan presiden pada 1998, dengan alasan KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme; bukan “Kuliah Kerja Nyata”, apalagi “Kelonan Karo Ngadeg” atau berpelukan sambil berdiri).

Harapan bangsa ini ketika itu sangat besar. Indonesia akan menjadi negara demokratis, yang bermasyarakat madani. Maka digelarlah rangkaian pemilu dan setelah punya hanya dua presiden dalam kurun waktu 53 tahun, Indonesia tiba-tiba menghasilkan empat presiden hanya dalam lima tahun (1999–2004 dan berlanjut sampai sekarang).Empat presiden itu macam-macam: ada ilmuwan, ulama, ibu-ibu, dan mantan tentara. Pokoknya Tuhan Yang Maha Esa sudah menjawab doa bangsa Indonesia,“Kalian tidak suka presidenmu yang KKN itu? OK! Ini aku ridai empat presiden dari manusia-manusia paling top di negara ini. Silakan kalian atur negaramu sendiri”.

Tetapi kenyataannya, KKN tidak hilang. Bahkan berkembang biak. Kalau dulu KKN hanya di kalangan “P3” dan kroni-kroninya, sekarang hampir setiap pejabat, dari tingkat pusat sampai daerah dicokok KPK. Bupati, wali kota, DPRD, DPR, dirjen, bahkan irjen (pol) sudah terkena kasus. Kalau dulu begawan ekonomi, Prof Dr Sumitro Djojohadikusumo, pernah memperkirakan kebocoran dana pemerintah mencapai 30-40%, sekarang saya (awam ekonomi) merasakan bahwa kebocorannya jauh lebih besar dari itu. Bahkan ada dana yang tidak menetes sama sekali ke rakyat.

Buktinya, jalan-jalan rusak dan longsor tidak diperbaiki, sekolah-sekolah ambruk didiamkan, program KB mandek jumlah penduduk melonjak naik, kemiskinan bertambah banyak, dan seterusnya. Padahal dulu, zaman yang katanya zaman KKN itu, jelek-jelek jumlah sekolah-sekolah inpres (instruksi presiden) bertambah terus sehingga anak-anak di pelosok-pelosok desa terpencil bisa sekolah. Puskesmas-puskesmas bukan hanya dibangun, melainkan dilengkapi dengan dokter-dokter inpres (wajib kerja untuk pemerintah buat para dokter lulusan baru).

Dulu sedikit-sedikit memang ada konflik horizontal. Tetapi, sangat jarang dan kebanyakan bisa langsung dipadamkan karena waktu itu masalah SARA (Suku, Agama, Ras, Antargolongan) haram hukumnya. Konflik agraria lebih jarang lagi sehingga zaman dulu tidak ada polisi yang MKMK (“Maju Kena Mundur Kena”), yaitu enggak nembak kena bacok massa, nembak kena labrak Komnas HAM. Pantaslah kalau sekarang ini beredar di media sosial foto Pak Harto dengan tulisan “Rak enak zamanku, to?” (Lebih enak zaman saya, kan?).

Wah, dalam psikologi sosial, ini gejala representasi sosial namanya, di mana timbul ekspresi-ekspresi yang mencerminkan keadaan atau kegalauan anggota masyarakat tertentu, diwaktu dan tempat tertentu. Keadaannya persis sama dengan ketika beredar plesetan “RCTI” dan “P3” di zaman Soeharto. Tahap selanjutnya dari gejala seperti ini, menurut sosiolog Neil Smelser, adalah timbulnya generalized belief atau pendapat umum bahwa keadaan kitas udah brengsek sehingga timbul gejolak-gejolak sosial. Sudah terbukti dengan lengsernya Soeharto. Apa masih perlu bukti lagi sekarang?

Tentu bukan maksud saya untuk mengajak kita kembali ke zamannya Soeharto. Tetapi, jujur saja, bagaimanapun Soeharto punya konsep dan visi yang jelas dalam mengarahkan bangsa ini. Ibaratnya kapten kapal, dia harus punya peta dan pedoman yang jelas. Maka dia buatlah peta pembangunan bangsa berupa GBHN dan pedomannya tetap Pancasila. Peta itu dibuat berdasarkan rencana strategi (renstra) jangka panjang, 25 tahunan. Caranya Pak Harto membuat renstra tidak main-main.

Seingat saya, minimum ada dua lembaga tinggi negara, yaitu Dewan Hankamnas dan Lemhanas, yang ditugasi untuk mengkaji dan menyiapkan naskah GBHN, secara terus menerus, untuk disajikan kepada sidang MPR yang lima tahun sekali. Kedua institusi itu pun tidak bekerja sendiri, melainkan selalu berkonsultasi dengan pakar, perguruan tinggi, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan sebagainya.

Di zaman saya masih membantu Dewan Hankamnas, saya sering bertemu Permadi SH dalam rapat-rapat yang diselenggarakan oleh dewan itu. Renstra jangka panjang selanjutnya dibagi-bagi dalam renstra jangka menengah, lima tahunan, yang dituangkan dalam GBHN itu. Selanjutnya GBHN merupakan acuan ketika pemerintah (dikoordinasikan oleh Bappenas) bersama DPR merencanakan RAPBN tahunan. Maka semua tindakan pemerintah selalu terarah dan konsisten. Sebagai contoh, dalam renstra jangka panjang ditetapkan bahwa bangsa ini harus meningkatkan harkat wanita.

Maka dikembangkanlah program-program untuk wanita dan untuk melaksanakannya dibuatlah Kementerian Negara Urusan Wanita yang dibiayai dengan anggaran pemerintah. Begitu juga untuk program pangan, energi, kependudukan, kesehatan, dan seterusnya. Untuk pangan, misalnya lagi, Soeharto mendirikan Bulog sehingga dulu Indonesia tidak mengimpor beras, bahkan mengekspor beras. Pertamina ditugasi untuk menjamin distribusi dan harga yang stabil sampai ke pelosok-pelosok negeri dan Indonesia jadi negara pengekspor minyak. Ketahanan nasional Indonesia pada waktu itu sangat tinggi.

Tidak seperti sekarang, di mana Indonesia sangat rentan terhadap goyangnya perekonomian dunia. Di AS kekeringan, tanaman kedelai di sana puso, impor tidak masuk produsen tahu-tempe mogok, penjual tahu-tempe menjerit, tukang gorengan tidak jualan, anak-anak tukang gorengan tidak bayar uang sekolah, dan seterusnya. Kalau harga minyak dunia yang naik, lebih seru lagi. Demo, kerusuhan, kekerasan, korban, dan selanjutnya. Memang dalam praktiknya, setelah sekian lama berkuasa, Pak Harto banyak membuat kesalahan juga.

Dalam proyek transmigrasi misalnya pemerintah hanya bersibuk diri dengan pemindahan penduduk, dari daerah padat (Jawa, Bali, Madura) ke daerah jarang penduduk. Tetapi, tidak dipikirkan bagaimana para transmigran akan berbaur atau berakulturasi dengan penduduk asli. Maka timbullah friksi-friksi, yang awalnya kecil-kecil, tetapi meledak ketika zaman reformasi sekarang ini. Di sektor keamanan dan ketertiban nasional, TNI AD diberi peran sentral dalam struktur ABRI sehingga Polri seakan-akan di bawah perintah AD.

Maka tidak terhindari dominasi militerisme yang kemudian menjadi salah satu pemicu reformasi. Di sektor wanita, Darmawanita justru menurunkan harkat wanita. Di sektor kemahasiswaan, program NKK (Normalisasi Kehidupan Kampus) malah menjadikan kampus tidak normal. Tetapi terlepas dari segala kekeliruan itu, kita mesti mencontoh strateginya untuk membuat GBHN sebagai arah pembangunan sehingga semua orang punya acuan untuk maju, berkembang dan membangun ke arah yang sama.

Kata kuncinya adalah komitmen pada satu GBHN, begitu GBHN kita sepakati. Sayangnya, para pemimpin masa kini tidak bisa dan tidak mau berkomitmen. Jangankan terhadap GBHN yang sangat detil dan teknis, terhadap UUD 45 yang hanya beberapa pasal itu pun kita tidak bisa berkomitmen (UUD itu sudah digonta-ganti beberapa kali). Bagaimana bangsa ini bisa punya arah? Tanpa arah akibatnya adalah konflik horizontal di mana-mana dan Polri mau tidak mau paling kena dampaknya. “MKMK”.

1 komentar:

  1. Saya sangat bersyukur kepada Ibu Fraanca Smith karena telah memberi saya
    pinjaman sebesar Rp900.000.000,00 saya telah berhutang selama
    bertahun-tahun sehingga saya mencari pinjaman dengan sejarah kredit nol dan
    saya telah ke banyak rumah keuangan untuk meminta bantuan namun semua
    menolak saya karena rasio hutang saya yang tinggi dan sejarah kredit rendah
    yang saya cari di internet dan tidak pernah menyerah saya membaca dan
    belajar tentang Franca Smith di salah satu blog saya menghubungi franca
    smith konsultan kredit via email:(francasmithloancompany@gmail.com) dengan
    keyakinan bahwa pinjaman saya diberikan pada awal tahun ini tahun dan
    harapan datang lagi, kemudian saya menyadari bahwa tidak semua perusahaan
    pinjaman di blog benar-benar palsu karena semua hautang finansial saya
    telah diselesaikan, sekarang saya memiliki nilai yang sangat besar dan
    usaha bisnis yang patut ditiru, saya tidak dapat mempertahankan ini untuk
    diri saya jadi saya harus memulai dengan membagikan kesaksian perubahan
    hidup ini yang dapat Anda hubungi Ibu franca Smith via email:(
    francasmithloancompany@gmail.com)

    BalasHapus