Mogok
di Hari Pertama,
100
Km/Jam Hari-Hari Berikutnya
Dahlan
Iskan ; Menteri
Negara BUMN
JAWA
POS, 23 Juli 2012
"MOGOK
lagi ya, Pak?" tanya seorang wartawan melalui SMS. Rupanya, sekitar pukul
17.00 itu Twitter
sudah ramai berkicau bahwa uji coba hari kedua mobil listrik Ahmadi ini mogok
lagi. Bukan main senangnya mereka yang berharap proyek mobil listrik itu gagal.
Maka, untuk menambah kegembiraan itu, saya pun menjawab sekenanya: Mogoooooook! Hehehe!
Saat itu sebenarnya uji coba belum dimulai. Jam-jam itu (Selasa, 17 Juli 2012) saya masih bersama wartawan di restoran di Depok, 2 km dari workshop milik Dasep Ahmadi. Uji coba baru akan dimulai pukul 19.00. Memang awalnya uji coba dilakukan pada pukul 15.00. Yakni, setelah saya kembali dari mengikuti Bapak Presiden SBY menghadiri HUT GP Ansor di Solo.
Begitu tiba di Depok, ternyata mobil belum siap. Belum mulai di-charge. Bahkan, belum bisa di-charge. Masih ada persoalan yang belum terpecahkan: Mengapa charging-nya tidak berfungsi. Beberapa teknisi (anak-anak lulusan SMK, D-3, dan madrasah aliyah) masih mencari-cari di mana kabel yang tidak nyambung. Dasep Ahmadi, pencipta mobnas listrik itu, terlihat batuk-batuk kecil. Wajahnya kusut dan rambutnya berantakan.
Kelihatan sekali Dasep kurang tidur. Sudah seminggu memang Dasep dan anak buahnya begadang siang-malam.
Mereka terus mencari penyebab "mogoknya" mobil listrik itu di uji coba hari pertama. Sungguh penasaran: Mengapa mobnas listrik Ahmadi itu tiba-tiba kehilangan power justru ketika perjalanan sejauh 50 km tersebut kurang 1 km lagi.
Memang perjalanan itu akhirnya tiba juga di pintu masuk gedung BPPT, tujuan akhir perjalanan. Namun, 1 km terakhir itu (antara Bundaran Hotel Indonesia ke BPPT) dilakukan dengan sangat pelan dan beberapa kali terhenti.
Syukurlah, pengecekan satu per satu kabel yang banyak itu akhirnya menemukan penyakit yang dicari: Ada sambungan kabel menuju accu yang ternyata tidak nyambung. Jam sudah menunjukkan pukul 15.00. Tidak nyambungnya itu tidak gampang dilihat karena connecting-nya di dalam boks kecil.
Pantas listrik untuk uji coba hari pertama itu hanya cukup untuk dari Depok ke Bundaran Hotel Indonesia. Pantas untuk bisa menyelesaikan sisa 1 km terakhir itu harus berhenti dulu beberapa saat. Ternyata, charging malam menjelang uji coba pertama tersebut tidak bekerja. Berarti uji coba hari pertama itu hanya menggunakan sisa setrum yang lama.
Tentu itu bukan masalah yang besar. Bahkan, amat sepele. Begitu konektornya diberesin, charging bisa dilakukan lagi. Jreng! Charging berjalan lancar. Aliran listrik masuk ke dalam accu dengan derasnya.
Sambil menunggu pengisian listrik itulah, kami menuju restoran dengan perasaan lega. Bahwa di Twitter sudah beredar mobnas mogok lagi, saya anggap sebagai lauk santap sore.
Lantaran charging baru dimulai pukul 16.00, berarti uji coba kedua itu baru bisa dilakukan paling cepat pukul 19.00. Hari sudah malam. Tapi, kami mensyukurinya. Sekalian bisa diuji apakah lampunya berfungsi. Ternyata, tidak masalah.
Masalah baru justru ketika menapaki tanjakan terjal yang ternyata gagal. Dasep Ahmadi, yang berada di sebelah saya, langsung mengambil kesimpulan: Pengaturan gear-nya kurang tepat. RPM-nya terlalu besar. Ibarat mobil biasa yang menanjak dengan gigi 5.
Persoalan tanjakan itu tentu lebih serius daripada persoalan mogok di hari pertama. Tapi, saya yakin bahwa Dasep akan bisa mengatasinya. Lulusan Teknik Mesin ITB yang memperdalam ilmunya di Jerman dan Jepang tersebut sangat mampu di bidang itu.
Bukankah Dasep sudah mampu membuat, memproduksi, dan mengekspor mesin NCR? Mesin yang fungsinya untuk membuat mesin itu? Itu jauh lebih sulit daripada membuat mobnas listrik. Dia sudah terbukti bisa membuat "ibunya" mesin. Tentu persoalan pindah gear bisa dia atasi.
Malam itu, untuk mencapai puncak tanjakan, mobil terpaksa harus didorong. Setelah melewati tanjakan tersebut, mobil kembali meluncur dengan gesitnya. Apalagi ketika memasuki jalan tol Jagorawi. Sangat mulus dan cepat. Satu-satunya "hantu" di otak adalah bayangan kehabisan setrum. Karena itu, teman-teman Jasa Marga menyiapkan fasilitas charging di pintu-pintu tol.
Ternyata, hantunya tidak muncul. Staf Jasa Marga yang telanjur siap di pintu tol tidak perlu turun tangan. Mereka melambai-lambaikan tangan saat mobnas listrik hijau ngejreng itu melewati pintu tol tanpa persoalan.
Di jalan tol itulah kesempatan uji kecepatan dilakukan: 60, 70, 80, 90, dan akhirnya 100 km/jam. Stabil dan cepat. ???... alangkah senang hatiku, hidup bersama denganmu ... ???. Baru di dekat Taman Mini Indonesia Indah kecepatan harus diturunkan: Hujan turun meski tidak deras. Wah, sekalian dapat "bonus" bisa uji coba kestabilan dan penyapu kaca. Nema problema!
Bahkan, saat melewati Cawang yang agak menanjak itu, mobil meluncur dengan kecepatan 60 km/jam. Di sepanjang tol kawasan Gatot Subroto juga sing-sing-so. Maka, kami tiba di Pacific Place dengan horeee...! Saya berhenti sejenak di sini karena harus memenuhi undangan menteri BUMN yang sebenarnya, Tanri Abeng. Setelah itu, kami memacu lagi mobnas listrik tersebut ke acara lain di Wisma Antara di dekat Monas.
Menjelang tengah malam, mobil saya bawa pulang. Sekalian sudah saatnya di-charge lagi. Saya menggunakan colokan listrik Pacific Place karena rumah saya dekat-dekat situ. Besok paginya akan saya gunakan ke Monas: olahraga di sana.
Tentu saya masih penasaran pada kegagalan melewati tanjakan malam itu. Di hari ketiga ini saya coba menaiki tanjakan di halaman gedung Kementerian BUMN yang juga terjal. Ternyata, sama sekali tidak masalah. Saya muter sekali lagi untuk mengulanginya. Juga tidak masalah. Saya ulangi untuk kali ketiga: juga laa musykilah! Kabar baik itu segera saya sampaikan ke Dasep Ahmadi. Untuk tambahan bahan analisis.
Siangnya, uji coba dilanjutkan menuju Bandara Soekarno-Hatta. Saya memang harus ke Solo-Magetan-Jogja. Menjelang Semanggi, timbullah waswas: Bagaimana kalau tidak kuat menanjaki jembatan Semanggi yang selalu macet itu? Kalau sampai mogok, alangkah macetnya!
Tapi, tidak boleh mundur. Tidak boleh ragu-ragu. La tahzan! Hanya, saya siapkan juga langkah darurat: Mobil khusus mengikutinya di belakang. Kalau tidak kuat menanjak, dorong saja dengan mobil itu. Paling rusak sedikit. Ternyata, mobnas listrik tersebut bisa merambati tanjakan itu dengan mulus. Segera pula kami kabarkan ke Dasep Ahmadi.
Lolos tanjakan Semanggi, tentu tidak ada lagi tantangan berikutnya. Rasanya, tidak akan ada faktor yang menyebabkan saya ketinggalan pesawat. Bahkan, di tol menuju bandara itu saya sempat memacu 70, 80, 90, dan akhirnya 100 km/jam. Terlihat beberapa mobil mengejar kami, membuka kaca dan melambaikan tangan mereka.
Praktis, uji coba di hari ketiga itu tidak mendapatkan pelajaran baru: Semuanya lancar dan mulus.
Hari berikutnya, tidak banyak kesempatan uji coba. Saya baru tiba dari Jogja tengah hari. Dari bandara, langsung mengikuti sidang kabinet di istana. Maka, mobnas listrik Ahmadi saya minta menjemput di Istana Merdeka. Setelah sidang kabinet usai, saya meninggalkan istana dengan mengendarai mobnas listrik tersebut.
Dalam hati, saya berjanji untuk tidak mengecewakan istana. Saya bangga dengan dukungan yang begitu kuat dari Bapak Presiden SBY untuk kelahiran mobil listrik itu. Saya juga bertekad untuk tidak mengecewakan para rektor yang telah membeberkan hasil riset mereka yang mendalam mengenai mobil listrik tersebut.
Sepanjang perjalanan pulang dari istana, saya banyak tersenyum. Di samping karena mobnas listrik sudah masuk istana, dalam sidang kabinet sore itu Presiden SBY juga menggunakan bahasa terang: Seluruh menteri dan anak buahnya, termasuk seluruh jajaran BUMN, tidak boleh main kongkalikong dengan DPR soal anggaran negara!
Saya akan kian tegas menerapkan penegasan Presiden SBY itu ke dalam jajaran BUMN!
Hari kelima, Jumat, 20 Juli 2012, uji coba dimulai pukul 05.00: menuju Monas. Setelah berolahraga, saya mencoba lagi tanjakan di halaman Kementerian BUMN beberapa kali. Tidak ada masalah. Lantas, saya bawa mobnas listrik itu ke PLN pusat dan saya tinggal di situ. Begitu banyak teman PLN yang mencobanya: Dirut Nur Pamudji, Direktur Murtaqi Syamsudin, Direktur Harry Jaya Pahlawan, dan seterusnya.
Selama lima hari uji coba, rasanya persoalan tanjakanlah yang terberat. Kalau persoalan itu terpecahkan, kita benar-benar menaruh harapan akan proyek tersebut.
Benar kesimpulan penelitian UI, UGM, ITB, ITS, dan UNS yang disampaikan di sidang kabinet di Jogjakarta dua bulan lalu: sudah saatnya mobil listrik harus diproduksi. Sekarang juga.
Setelah lima hari uji coba itu, saya selalu membayangkan: alangkah sehatnya hidup ini kalau tidak harus menghirup asap knalpot yang begitu tebal setiap hari. Alangkah leganya napas kita kalau semua kendaraan beralih ke listrik. Langit Jakarta akan cerah lagi. Paru-paru akan bernapas lega.
Dan, tidak akan ada lagi demo BBM yang begitu masif dan begitu ributnya!
Bus listrik LIPI sudah lahir dengan sempurna. Saya sudah mencobanya dengan kesimpulan yang meyakinkan: sudah andal di tanjakan. Mobil listrik Ahmadi sudah lima hari diuji coba. Tiga minggu lagi lahir pula tiga mobil listrik berikutnya.
Era mobil listrik Indonesia segera tiba! ●
Maka, untuk menambah kegembiraan itu, saya pun menjawab sekenanya: Mogoooooook! Hehehe!
Saat itu sebenarnya uji coba belum dimulai. Jam-jam itu (Selasa, 17 Juli 2012) saya masih bersama wartawan di restoran di Depok, 2 km dari workshop milik Dasep Ahmadi. Uji coba baru akan dimulai pukul 19.00. Memang awalnya uji coba dilakukan pada pukul 15.00. Yakni, setelah saya kembali dari mengikuti Bapak Presiden SBY menghadiri HUT GP Ansor di Solo.
Begitu tiba di Depok, ternyata mobil belum siap. Belum mulai di-charge. Bahkan, belum bisa di-charge. Masih ada persoalan yang belum terpecahkan: Mengapa charging-nya tidak berfungsi. Beberapa teknisi (anak-anak lulusan SMK, D-3, dan madrasah aliyah) masih mencari-cari di mana kabel yang tidak nyambung. Dasep Ahmadi, pencipta mobnas listrik itu, terlihat batuk-batuk kecil. Wajahnya kusut dan rambutnya berantakan.
Kelihatan sekali Dasep kurang tidur. Sudah seminggu memang Dasep dan anak buahnya begadang siang-malam.
Mereka terus mencari penyebab "mogoknya" mobil listrik itu di uji coba hari pertama. Sungguh penasaran: Mengapa mobnas listrik Ahmadi itu tiba-tiba kehilangan power justru ketika perjalanan sejauh 50 km tersebut kurang 1 km lagi.
Memang perjalanan itu akhirnya tiba juga di pintu masuk gedung BPPT, tujuan akhir perjalanan. Namun, 1 km terakhir itu (antara Bundaran Hotel Indonesia ke BPPT) dilakukan dengan sangat pelan dan beberapa kali terhenti.
Syukurlah, pengecekan satu per satu kabel yang banyak itu akhirnya menemukan penyakit yang dicari: Ada sambungan kabel menuju accu yang ternyata tidak nyambung. Jam sudah menunjukkan pukul 15.00. Tidak nyambungnya itu tidak gampang dilihat karena connecting-nya di dalam boks kecil.
Pantas listrik untuk uji coba hari pertama itu hanya cukup untuk dari Depok ke Bundaran Hotel Indonesia. Pantas untuk bisa menyelesaikan sisa 1 km terakhir itu harus berhenti dulu beberapa saat. Ternyata, charging malam menjelang uji coba pertama tersebut tidak bekerja. Berarti uji coba hari pertama itu hanya menggunakan sisa setrum yang lama.
Tentu itu bukan masalah yang besar. Bahkan, amat sepele. Begitu konektornya diberesin, charging bisa dilakukan lagi. Jreng! Charging berjalan lancar. Aliran listrik masuk ke dalam accu dengan derasnya.
Sambil menunggu pengisian listrik itulah, kami menuju restoran dengan perasaan lega. Bahwa di Twitter sudah beredar mobnas mogok lagi, saya anggap sebagai lauk santap sore.
Lantaran charging baru dimulai pukul 16.00, berarti uji coba kedua itu baru bisa dilakukan paling cepat pukul 19.00. Hari sudah malam. Tapi, kami mensyukurinya. Sekalian bisa diuji apakah lampunya berfungsi. Ternyata, tidak masalah.
Masalah baru justru ketika menapaki tanjakan terjal yang ternyata gagal. Dasep Ahmadi, yang berada di sebelah saya, langsung mengambil kesimpulan: Pengaturan gear-nya kurang tepat. RPM-nya terlalu besar. Ibarat mobil biasa yang menanjak dengan gigi 5.
Persoalan tanjakan itu tentu lebih serius daripada persoalan mogok di hari pertama. Tapi, saya yakin bahwa Dasep akan bisa mengatasinya. Lulusan Teknik Mesin ITB yang memperdalam ilmunya di Jerman dan Jepang tersebut sangat mampu di bidang itu.
Bukankah Dasep sudah mampu membuat, memproduksi, dan mengekspor mesin NCR? Mesin yang fungsinya untuk membuat mesin itu? Itu jauh lebih sulit daripada membuat mobnas listrik. Dia sudah terbukti bisa membuat "ibunya" mesin. Tentu persoalan pindah gear bisa dia atasi.
Malam itu, untuk mencapai puncak tanjakan, mobil terpaksa harus didorong. Setelah melewati tanjakan tersebut, mobil kembali meluncur dengan gesitnya. Apalagi ketika memasuki jalan tol Jagorawi. Sangat mulus dan cepat. Satu-satunya "hantu" di otak adalah bayangan kehabisan setrum. Karena itu, teman-teman Jasa Marga menyiapkan fasilitas charging di pintu-pintu tol.
Ternyata, hantunya tidak muncul. Staf Jasa Marga yang telanjur siap di pintu tol tidak perlu turun tangan. Mereka melambai-lambaikan tangan saat mobnas listrik hijau ngejreng itu melewati pintu tol tanpa persoalan.
Di jalan tol itulah kesempatan uji kecepatan dilakukan: 60, 70, 80, 90, dan akhirnya 100 km/jam. Stabil dan cepat. ???... alangkah senang hatiku, hidup bersama denganmu ... ???. Baru di dekat Taman Mini Indonesia Indah kecepatan harus diturunkan: Hujan turun meski tidak deras. Wah, sekalian dapat "bonus" bisa uji coba kestabilan dan penyapu kaca. Nema problema!
Bahkan, saat melewati Cawang yang agak menanjak itu, mobil meluncur dengan kecepatan 60 km/jam. Di sepanjang tol kawasan Gatot Subroto juga sing-sing-so. Maka, kami tiba di Pacific Place dengan horeee...! Saya berhenti sejenak di sini karena harus memenuhi undangan menteri BUMN yang sebenarnya, Tanri Abeng. Setelah itu, kami memacu lagi mobnas listrik tersebut ke acara lain di Wisma Antara di dekat Monas.
Menjelang tengah malam, mobil saya bawa pulang. Sekalian sudah saatnya di-charge lagi. Saya menggunakan colokan listrik Pacific Place karena rumah saya dekat-dekat situ. Besok paginya akan saya gunakan ke Monas: olahraga di sana.
Tentu saya masih penasaran pada kegagalan melewati tanjakan malam itu. Di hari ketiga ini saya coba menaiki tanjakan di halaman gedung Kementerian BUMN yang juga terjal. Ternyata, sama sekali tidak masalah. Saya muter sekali lagi untuk mengulanginya. Juga tidak masalah. Saya ulangi untuk kali ketiga: juga laa musykilah! Kabar baik itu segera saya sampaikan ke Dasep Ahmadi. Untuk tambahan bahan analisis.
Siangnya, uji coba dilanjutkan menuju Bandara Soekarno-Hatta. Saya memang harus ke Solo-Magetan-Jogja. Menjelang Semanggi, timbullah waswas: Bagaimana kalau tidak kuat menanjaki jembatan Semanggi yang selalu macet itu? Kalau sampai mogok, alangkah macetnya!
Tapi, tidak boleh mundur. Tidak boleh ragu-ragu. La tahzan! Hanya, saya siapkan juga langkah darurat: Mobil khusus mengikutinya di belakang. Kalau tidak kuat menanjak, dorong saja dengan mobil itu. Paling rusak sedikit. Ternyata, mobnas listrik tersebut bisa merambati tanjakan itu dengan mulus. Segera pula kami kabarkan ke Dasep Ahmadi.
Lolos tanjakan Semanggi, tentu tidak ada lagi tantangan berikutnya. Rasanya, tidak akan ada faktor yang menyebabkan saya ketinggalan pesawat. Bahkan, di tol menuju bandara itu saya sempat memacu 70, 80, 90, dan akhirnya 100 km/jam. Terlihat beberapa mobil mengejar kami, membuka kaca dan melambaikan tangan mereka.
Praktis, uji coba di hari ketiga itu tidak mendapatkan pelajaran baru: Semuanya lancar dan mulus.
Hari berikutnya, tidak banyak kesempatan uji coba. Saya baru tiba dari Jogja tengah hari. Dari bandara, langsung mengikuti sidang kabinet di istana. Maka, mobnas listrik Ahmadi saya minta menjemput di Istana Merdeka. Setelah sidang kabinet usai, saya meninggalkan istana dengan mengendarai mobnas listrik tersebut.
Dalam hati, saya berjanji untuk tidak mengecewakan istana. Saya bangga dengan dukungan yang begitu kuat dari Bapak Presiden SBY untuk kelahiran mobil listrik itu. Saya juga bertekad untuk tidak mengecewakan para rektor yang telah membeberkan hasil riset mereka yang mendalam mengenai mobil listrik tersebut.
Sepanjang perjalanan pulang dari istana, saya banyak tersenyum. Di samping karena mobnas listrik sudah masuk istana, dalam sidang kabinet sore itu Presiden SBY juga menggunakan bahasa terang: Seluruh menteri dan anak buahnya, termasuk seluruh jajaran BUMN, tidak boleh main kongkalikong dengan DPR soal anggaran negara!
Saya akan kian tegas menerapkan penegasan Presiden SBY itu ke dalam jajaran BUMN!
Hari kelima, Jumat, 20 Juli 2012, uji coba dimulai pukul 05.00: menuju Monas. Setelah berolahraga, saya mencoba lagi tanjakan di halaman Kementerian BUMN beberapa kali. Tidak ada masalah. Lantas, saya bawa mobnas listrik itu ke PLN pusat dan saya tinggal di situ. Begitu banyak teman PLN yang mencobanya: Dirut Nur Pamudji, Direktur Murtaqi Syamsudin, Direktur Harry Jaya Pahlawan, dan seterusnya.
Selama lima hari uji coba, rasanya persoalan tanjakanlah yang terberat. Kalau persoalan itu terpecahkan, kita benar-benar menaruh harapan akan proyek tersebut.
Benar kesimpulan penelitian UI, UGM, ITB, ITS, dan UNS yang disampaikan di sidang kabinet di Jogjakarta dua bulan lalu: sudah saatnya mobil listrik harus diproduksi. Sekarang juga.
Setelah lima hari uji coba itu, saya selalu membayangkan: alangkah sehatnya hidup ini kalau tidak harus menghirup asap knalpot yang begitu tebal setiap hari. Alangkah leganya napas kita kalau semua kendaraan beralih ke listrik. Langit Jakarta akan cerah lagi. Paru-paru akan bernapas lega.
Dan, tidak akan ada lagi demo BBM yang begitu masif dan begitu ributnya!
Bus listrik LIPI sudah lahir dengan sempurna. Saya sudah mencobanya dengan kesimpulan yang meyakinkan: sudah andal di tanjakan. Mobil listrik Ahmadi sudah lima hari diuji coba. Tiga minggu lagi lahir pula tiga mobil listrik berikutnya.
Era mobil listrik Indonesia segera tiba! ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar