Indonesia
dan Pemulihan Krisis Ekonomi Global
Firmanzah
; Guru
Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia;
Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan
Pembangunan
KORAN TEMPO, 23 Juli 2012
Di saat pertumbuhan ekonomi global 2011 hanya
mencapai 3,9 persen, Indonesia mampu mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 6,5
persen. Hal ini merupakan pertumbuhan yang tinggi di saat dunia dilanda krisis
sejak 2008, sekaligus yang tertinggi di Asia Tenggara dan tertinggi ke-3 di
Asia-Pasifik, setelah Cina dan India. Angka pertumbuhan 6,5 persen telah
menempatkan Indonesia sebagai negara dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi
dalam kelompok G-20, kelompok yang menguasai 85 persen ekonomi dunia.
Apa yang menjadi keberhasilan pertumbuhan
ekonomi Indonesia? Dalam 5 tahun terakhir, sejak krisis ekonomi melanda dunia
pada 2008, perkembangan ekonomi Indonesia menunjukkan sinyal positif, dengan
profil ekonomi yang kokoh dan fiskal yang sehat. PDB sebesar US$ 854 miliar
pada 2011 telah menempatkan Indonesia sebagai negara ke-16 dengan ekonomi
terbesar di dunia.
Saat ini PDB Indonesia telah melampaui
sejumlah negara Eropa, termasuk Belanda. Cadangan devisa terus meningkat sejak
2008, dari US$ 51 miliar menjadi US$ 106,5 miliar (per 30 Juni 2012) atau
meningkat 109 persen. Pada 2006, Indonesia berhasil melunasi seluruh utang
kepada IMF sebesar US$ 9,1 miliar.
Profil perkembangan ekonomi Indonesia dalam
kurun 2-3 tahun terakhir ini telah menarik perhatian sejumlah negara, termasuk
lembaga internasional. Bank Dunia telah memproyeksikan bahwa Indonesia bersama
Brasil, Cina, India, Korea Selatan, dan Rusia akan menyumbangkan 50 persen
pertumbuhan global pada 2025.
Kunjungan Presiden Republik Cek, Kanselir
Jerman, Direktur IMF, dan Direktur Bank Dunia baru-baru ini ke Jakarta juga bermaksud
untuk menggali prospek kerja sama dan melakukan diskusi pemulihan global,
sebagai bentuk apresiasi dunia yang tinggi terhadap keberhasilan Indonesia
dalam mengelola perekonomiannya.
Dunia melihat Indonesia merupakan negara yang
dapat berperan besar dalam menahan laju perlambatan global dewasa ini. Dengan
profil ekonomi yang kokoh dan kedisiplinan fiskal yang terjaga dengan baik,
Indonesia dipandang mampu menjadi raw model bagi negara lain, khususnya
bagi zona Eropa, untuk keluar dari krisis ekonomi yang berkepanjangan.
Indonesia juga berupaya mengajak
negara-negara lain untuk bergandengan tangan dalam mencari upaya pemulihan
global yang masih mendera dunia selama 5 tahun terakhir. Melalui forum KTT G-20
dan Rio+20, Indonesia telah mendorong komitmen seluruh anggota G-20 untuk turut
serta mengupayakan solusi krisis global, khususnya di kawasan Eropa. Indonesia
berbagi pengalaman terkait dengan model financial inclusion yang telah
dilakukan selama beberapa tahun ini.
Kesepakatan lainnya adalah komitmen
pembiayaan negara-negara yang dilanda krisis utang, yang menjadi salah satu
faktor perlambatan ekonomi dunia. Termasuk di antaranya komitmen anggota G-20
untuk mendukung lembaga-lembaga dunia, seperti IMF dan Bank Dunia, yang selama
ini merupakan lembaga donor internasional yang banyak mengawal pertumbuhan
global.
Sebagai lembaga donor internasional, IMF
tentunya memerlukan dana yang relatif besar. Dana ini tidak hanya diperuntukkan
bagi pemulihan zona Eropa, tapi juga bagi negara-negara miskin lainnya, sehingga
keseimbangan global dapat terjaga dengan baik.
Indonesia sangat berkepentingan dalam menjaga
keseimbangan ekonomi global ini untuk menyokong akselerasi pembangunan dan
pemerataan ekonomi nasional. Tekanan perlambatan ekonomi global berdampak besar
bagi pembangunan ekonomi nasional. Hal ini dapat dirasakan dalam 2 bulan
terakhir, ketika surplus neraca perdagangan Indonesia mengalami penurunan, yang
salah satunya sebagai akibat dari menurunnya permintaan global.
Dengan pertimbangan tersebut, sebagai bentuk
komitmen global dan turut berkontribusi pada penyelesaian krisis ekonomi
global, Bank Indonesia berencana membeli surat berharga (obligasi) IMF sebesar
US$ 1 miliar. Pembelian surat berharga IMF ini merupakan bentuk komitmen
Indonesia terhadap pemulihan global, yang pada akhirnya juga berdampak pada
pembangunan ekonomi nasional.
Penempatan dana melalui pembelian surat
berharga IMF ini tidak menggunakan APBN, karena tercatat sebagai cadangan
devisa berbentuk surat berharga. Penempatan dana (melalui pembelian obligasi
IMF) menggunakan cadangan devisa di Bank sentral yang memang selama ini
sebagian di antaranya dibelikan surat berharga, seperti US T-Bonds dan surat
berharga beberapa negara, seperti dari Australia, Inggris, Kanada, dan Jerman.
Penempatan dana ini bisa menghasilkan bunga berbasis special drawing rights
(SDR). SDR ini merupakan cadangan aset internasional IMF yang bisa ditarik
sewaktu-waktu jika dana utama IMF di bawah US$ 100 miliar. Hingga saat ini,
dana utama IMF sebesar lebih dari US$ 400 miliar.
Di sisi lain, pembelian obligasi IMF ini
diharapkan dapat berdampak terhadap stabilitas ekonomi dan keuangan global yang
diprediksi akan tetap berisiko dalam 2 tahun ke depan. Revisi proyeksi
pertumbuhan global pada 2012 dan 2013 merupakan indikasi masih besarnya risiko
stabilitas ekonomi dan keuangan global yang secara tidak langsung dapat
berdampak bagi perekonomian Indonesia.
Mendukung upaya pemulihan global bagi
Indonesia merupakan langkah strategi guna memuluskan kepentingan nasional
karena akan menahan tekanan menurunnya permintaan, menahan volatilitas nilai
tukar, meningkatkan investasi jangka panjang yang dapat digunakan untuk
pembiayaan infrastruktur, serta meningkatkan sektor riil.
Tentunya langkah ini dilakukan tanpa
mengurangi skala prioritas untuk pembenahan ekonomi dalam negeri, di mana
sejumlah agenda percepatan pembangunan infrastruktur dan sistem logistik
nasional dilakukan. Selain itu, upaya ini dimaksudkan untuk mempersiapkan daya
saing nasional (national competitiveness) dalam menghadapi ASEAN Economic Community (AEC) pada
2015. Komitmen untuk hilirisasi dan industrialisasi sedang dilakukan untuk
memperkuat struktur ekonomi Indonesia. Investasi dan penciptaan lapangan kerja
untuk terus menopang daya beli masyarakat merupakan strategi pembangunan di
saat terjadi pelemahan permintaan dari negara tujuan ekspor Indonesia. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar