Tanggung
Jawab Parpol
Ramlan
Surbakti ; Guru
Besar FISIP Universitas Airlangga Surabaya
Sumber :
KOMPAS, 26 Juni 2012
Kalau UU Pemilu Nomor 8 Tahun 2012 tentang
Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD mengadopsi tata cara penetapan calon terpilih
berdasarkan urutan suara terbanyak, kepada siapa calon terpilih akuntabel
secara politik?
Jawabannya, tergantung partai politik atau
calon. Calon dapat dibedakan menjadi calon perseorangan dan calon dari partai
politik. Misalnya, calon presiden dan wakil, calon kepala daerah dan wakil.
Mereka bukan partai politik, melainkan pasangan calon presiden dan wakil
presiden yang diusulkan partai politik atau gabungan partai politik. Ada juga
pasangan calon perseorangan yang diusulkan oleh sekelompok pemilih. Calon
anggota DPD juga bukan partai politik, melainkan perseorangan.
Konsekuensinya, presiden dan wakil presiden
secara politik akuntabel bukan kepada partai politik yang mengusulkan,
melainkan kepada para pemilih.
Pasal 22E Ayat (3) UUD 1945 menetapkan partai
politik sebagai peserta pemilu DPR dan DPRD sehingga anggota DPR dan DPRD
terpilih akuntabel secara politik kepada konstituen melalui partai politik.
Akuntabilitas anggota dewan kepada konstituen dikoordinasi partai politik.
Hanya para anggota dewan yang wajib
menjelaskan kepada konstituen apa saja yang dilakukan dan yang tidak dilakukan
di DPR dan DPRD sekaligus menjawab pertanyaan, kritik, dan masukan dari
konstituen. Akuntabilitas politik anggota DPR dan DPRD kepada konstituen melalui
partai politik adalah salah satu konsekuensi politik partai sebagai peserta
pemilu.
Konsekuensi
Setidaknya terdapat 14 konsekuensi pemilu
lain kalau partai politik menjadi peserta pemilu. Pertama, partai politik
melaksanakan fungsi representasi politik, yaitu merumuskan dan memperjuangkan
kepentingan masyarakat menjadi kebijakan publik. Fungsi ini terkait dengan
partai politik sebagai wadah penyaluran aspirasi dan partisipasi warga dalam
proses politik.
Kedua, partai politik melaksanakan rekrutmen
dan kaderisasi anggota partai menjadi calon pemimpin, baik pemimpin partai,
calon anggota DPR dan DPRD, maupun calon kepala pemerintahan daerah dan
nasional. Substansi kaderisasi mencakup kapasitas politik, yaitu pemahaman dan
penguasaan ideologi partai, kemampuan komunikasi politik, serta kemampuan
menerjemahkan aspirasi rakyat menjadi kebijakan publik.
Ketiga, model representasi politik yang
diadopsi cenderung ke trustee/ independen
daripada delegasi/mandat. Meski partai yang melaksanakan fungsi representasi
politik, pemilih cenderung memberikan suara kepada satu partai politik
berdasarkan identifikasi dan platform partai.
Nomor Urut
Keempat, partai politik yang menentukan nomor
urut calon anggota DPR dan DPRD. Hal ini terjadi karena berangkat dari asumsi dasar
bahwa partai politik yang paling tahu tentang integritas dan kualitas calon.
Kelima, materi kampanye calon anggota DPR dan
DPRD adalah visi, misi, dan program partai. Visi dan misi partai adalah
cerminan ideologi (platform) partai,
sementara program pembangunan bangsa merupakan penjabaran ideologi partai
sesuai dengan aspirasi dan kepentingan konstituen yang ditampung partai.
Keenam, pengurus partai politik menjadi
penanggung jawab, koordinator, dan pelaksana kampanye. Sementara para calon
biasanya tidak hanya mengampanyekan visi, misi, dan program partai, tetapi juga
program calon yang sangat transaksional karena langsung ditukar dengan suara.
Sebagai peserta pemilu, partai politik perlu mengendalikan kegiatan kampanye
para kadernya yang menjadi calon anggota DPR dan DPRD.
Ketujuh, partai politik yang menentukan saksi
untuk mewakili partai dalam pemungutan dan penghitungan suara hingga ke
rekapitulasi hasil penghitungan suara dari TPS sampai KPU.
Tata Cara Pencoblosan
Kedelapan, pemilih memberikan suara kepada
partai politik dan karena itu hanya nama, nomor, dan tanda gambar partai
politik yang seharusnya tercantum dalam surat suara. UU No 8/2012 menentukan
tiga cara sah memberikan suara: mencoblos satu nama calon, mencoblos satu tanda
gambar partai, atau mencoblos satu nama calon dan satu tanda gambar partai.
Kesembilan, jumlah kursi yang diperebutkan
harus sekurang-kurangnya tiga kursi (multi-member
constituencies) dan rumus untuk membagi kursi di setiap dapil harus
proporsional (proportional representation). UU No 8/2012 jelas memenuhi kedua
hal ini.
Formula pemilihan proporsional mengenal dua
metode pembagian kursi yang masing-masing mengklaim paling adil, yaitu metode kuota dan metode divisor. UU Pemilu baru tetap menggunakan metode kuota setelah metode divisor Sainte-Lague (Webster) yang didukung FPG dan FPDI
kalah voting.
Kesepuluh, partai politik bertanggung jawab
memenuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai dana kampanye,
termasuk dalam menyusun dan menyampaikan laporan awal dana kampanye serta
laporan akhir penerimaan dan pengeluaran dana kampanye pemilu. Para calon
biasanya cenderung lebih aktif melakukan kampanye dengan dana, cara, dan waktu
sendiri daripada kampanye yang dikoordinasi partai. Seluruh penerimaan dan
pengeluaran setiap calon suatu partai wajib dikendalikan dan dilaporkan
pengurus partai ke KPU.
Kesebelas, penetapan calon terpilih dilakukan
berdasarkan nomor urut calon (nomor urut calon ditetapkan oleh partai sebagai
peserta pemilu) karena kursi yang diberikan kepada calon adalah milik partai
politik sebagai peserta pemilu.
Subyek Hukum
Kedua belas, partai politik menjadi subyek
hukum dalam proses penyelenggaraan pemilu. Partai politik diwakili oleh ketua
umum dan sekretaris jenderal partai (atau nama lain) pada tingkat nasional
serta ketua dan sekretaris partai pada tingkat daerah.
KPU hanya akan menerima daftar calon anggota
DPR kalau diajukan dan ditandatangani oleh ketua umum dan sekretaris jenderal
partai. Pengurus parpol yang tidak menyerahkan laporan awal dana kampanya
sesuai jadwal dan format KPU dilarang menjadi peserta pemilu di wilayah
tertentu. Kalau pengurus pusat yang lalai, partai tersebut dilarang menjadi
peserta pemilu di seluruh wilayah Indonesia.
Hanya partai politik sebagai peserta pemilu
yang berhak mengajukan permohonan pembatalan penetapan hasil penghitungan
perolehan suara oleh KPU ke Mahkamah Konstitusi.
Ketiga belas, pengambilan keputusan di
lembaga perwakilan rakyat dilakukan oleh fraksi/partai setelah mendengar suara
anggota fraksi ataupun suara partai di daerah.
Keempat belas, partai politik dapat menarik (recalled) kadernya yang duduk sebagai
anggota dewan, baik atas tuntutan konstituen melalui partai maupun karena
pengabdiannya diperlukan partai di tempat lain. Untuk menghindari penarikan anggota
dewan secara semena-mena, setiap partai wajib membuat kriteria dan mekanisme
penarikan yang transparan, konstitusional, dan demokratis. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar