Meraba
Kasus Cek Pelayat
Hifdzil Alim,
PENELITI PUSAT KAJIAN ANTIKORUPSI FAKULTAS HUKUM UGM
Sumber
: KORAN TEMPO, 16 Januari 2012
Ada
satu lagi keterangan menarik dari kasus cek pelawat. Arie Malangjudo, bawahan
Nunun Nurbaetie di PT Wahana Esa Sejati, memberikan informasi ke penyidik
Komisi Pemberantasan Korupsi bahwa uang yang diserahkan ke anggota DPR kala itu
kemungkinan besar tak berasal dari kantong Nunun (9 Januari 2012). “Apakah itu
uang Bu Nunun? Siapa tahu? Saya tidak tahu. Yang jelas, perusahaan pada saat
itu tidak mempunyai uang.” Begitu kira-kira ia mengungkapkan.
Keterangan
Ahmad Hakim Safari M.J. alias Arie Malangjudo itu seperti membuat kasus suap
terhadap anggota Komisi IX DPR periode 1999-2004 menjadi samar. Kita bagai
meraba-raba kembali kasus yang awalnya hampir terang-benderang itu. Sebelumnya,
muncul keyakinan bahwa pemberian suap ke beberapa anggota Komisi Keuangan pada
2004 ditengarai untuk memuluskan jalan Miranda Swaray Goeltom menduduki kursi Dewan
Gubernur Senior Bank Indonesia.
Pintu
Masuk
Samarnya
kasus suap tersebut disebabkan oleh dua hal. Pertama, 26 anggota DPR pada
Komisi IX periode 1999-2004 sudah dipidana. Bahkan ada terpidana yang telah
bebas. Di dalam persidangan, mereka mengakui cek pelawat yang masing-masing
mereka terima berasal dari pihak lain. Berdasarkan informasi yang beredar, 480
buah cek pelawat bernilai Rp 24 miliar itu dibeli oleh Bank Artha Graha dari
Bank Internasional Indonesia atas pesanan PT First Mujur Plantation & Industry.
Susah
menempatkan pemikiran ketika pihak yang disuap, dalam hal ini mantan anggota
DPR, telah divonis bersalah. Tetapi pihak penyuapnya tidak ada. Keterangan yang
disampaikan Arie seperti ingin menempatkan bahwa Nunun bukanlah pihak yang
menyuap semua mantan anggota DPR tersebut. Dengan pernyataan “perusahaan pada
saat itu tidak mempunyai uang” bisa dimaknai PT Wahana Esa Sejati di bawah
manajemen Nunun tak memiliki uang sebesar Rp 24 miliar untuk digelontorkan ke
mantan anggota DPR.
Keyakinan
awal untuk menempatkan Nunun sebagai aktor yang menyuap anggota DPR bisa-bisa
runtuh jika keterangan Arie Malangjudo itu benar. Bukan Nunun atau
perusahaannya yang menyuap. Sebab, pada akhir 2004, tak ada uang di brankas
perusahaan Nunun yang cukup banyak untuk diberikan ke anggota DPR.
Kedua,
kalau, misalnya, bukan Nunun yang menjadi penyuap dalam kasus cek pelawat itu,
lalu siapa yang menjadi pihak penyuapnya? Tentu penyuapnya bukan hantu. Untuk
menemukan siapa pihak yang menyuap semua anggota DPR periode tersebut, harus
diarahkan ke pertanyaan: apa motif pemberian cek pelawat itu?
Hampir
semua keterangan yang muncul di persidangan mengatakan cek pelawat diberikan
karena berhubungan dengan pemilihan Dewan Gubernur Senior Bank Indonesia (DGS
BI). Artinya, pemilihan DGS BI sepertinya menjadi pintu masuk yang tepat untuk
menemukan siapa penyuapnya. Langkah awal yang ditempuh adalah menguak semua
keterangan dari persona yang berkecimpung di perhelatan pemilihan DGS BI. Baik
panitia maupun orang-orang yang waktu itu maju sebagai calon dewan gubernur
senior.
Langkah
KPK memeriksa Miranda Goeltom tak keliru. Sebab, Miranda adalah calon dewan
gubernur senior. Di samping itu, dia memenangi perebutan kursi jabatan top di
BI tersebut. Meskipun, dalam pemeriksaan, Miranda berkeras menyatakan tak
tahu-menahu dari mana sumber cek pelawat itu. Dia tak tahu siapa sponsor cek
pelawat (Koran Tempo, 12 Januari 2012), KPK perlu lebih dalam memeriksa
Miranda.
Kekuatan
Besar
Kasus
cek pelawat tak bisa dipandang sebagai kasus teri. Sebab, kasus ini berkaitan
dengan Bank Indonesia, sebuah lembaga keuangan negara yang bersifat independen
dan mengendalikan sistem keuangan negara. Boleh jadi ada motif yang sangat
besar yang menyertainya.
Agus
Condro, salah satu terdakwa kasus cek pelawat yang sudah bebas, di depan media
mengeluarkan dugaan bahwa ada kepentingan ekonomi atau pengusaha tertentu yang
mensponsori pemilihan DGS BI (14/12/2011). Artinya, jangan-jangan kekuatan
ekonomi inilah kekuatan besar yang masuk ke pemilihan DGS BI. Hipotesis yang
dapat dibangun adalah, apabila BI dapat dipegang melalui salah satu gubernur
seniornya pasti kekuatan ekonomi ini akan dengan mudah mempengaruhi kebijakan
BI yang bertujuan menguntungkan segala usaha perekonomian sang empunya kekuatan
ekonomi.
Adanya
kekuatan besar yang diduga ikut bermain dalam kasus cek pelawat pernah pula
dilontarkan oleh mantan Ketua KPK Busyro Muqoddas beberapa waktu lalu. Busyro
menyatakan, susahnya Nunun digelandang pulang ke Indonesia ketika Nunun belum
ditangkap--ditengarai karena ada kekuatan besar yang melindungi Nunun (26
Oktober 2011).
Pendekatan
rational choice untuk memahami sebuah kekuatan besar yang masuk ke
pejabat publik bisa dibangun dengan logika “pasar politik”. Mochtar Mas’oed
(1999) mengatakan, dalam logika pasar politik, para pejabat publik berada dalam
posisi supply (menawarkan) kebijakan negara. Sedangkan posisi demand
(permintaan) diperankan oleh konstituensi, penyumbang dana, dan partai politik.
Dengan
pendekatan rational choice dan logika pasar politik, dugaan Agus Condro
serta lontaran pernyataan Busyro tak boleh dianggap remeh. Sebab, penyumbang
dana menjadi salah satu aktor yang dapat mempengaruhi kebijakan negara.
Penyumbang dana yang boleh jadi menyediakan 480 buah cek pelawat senilai Rp 24
miliar yang diperuntukkan bagi anggota DPR adalah bagian dari permintaan (demand)
untuk mempengaruhi kebijakan pejabat publik (anggota DPR) agar memberikan
kemenangan kepada calon Dewan Gubernur Senior BI. Dengan demikian, penyumbang
dana, seperti kekuatan ekonomi, bisa mengamankan usaha perekonomiannya melalui
gubernur senior yang sudah disponsori.
Artinya,
jangan-jangan memang benar ada kekuatan besar yang turut serta mengendalikan
kasus cek pelawat. Maka, menemukan si pemegang kekuatan besar ini menjadi
tantangan berat bagi KPK. Akhirnya, strategi “makan bubur” yang mungkin selama
ini dipakai oleh KPK, membongkar kasus korupsi dari luar ke dalam, tampaknya
perlu segera diubah. KPK harus masuk langsung ke dalam dengan memanfaatkan
keterangan Nunun.
Pihak
Nunun sendiri sudah beberapa kali menyatakan mau bekerja sama untuk menuntaskan
pemeriksaan kasus cek pelawat. Ini adalah momentum yang tepat. Nunun bersedia
membantu KPK dalam menemukan siapa sesungguhnya penyuap semua anggota Komisi IX
DPR periode 1999-2004 itu. Selain itu, tak lucu juga jika KPK dicibir oleh
publik karena sudah menuntut orang yang disuap, namun gagal menemukan dan
menuntut penyuapnya. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar