Dukungan
Industri Mobnas
Wirawan Sumbodo,
DOSEN FAKULTAS TEKNIK MESIN UNNES, MAGISTER KONVERSI ENERGI FAKULTAS
TEKNIK MESIN UGM,
MAHASISWA S-3
MANAJEMEN PENDIDIKAN PROGRAM PASCASARJANA UNNES
Sumber
: SUARA MERDEKA, 16 Januari 2012
LAHIRNYA Esemka, mobil rakitan siswa SMK
Negeri 2 dan SMK Warga Surakarta bekerja sama dengan bengkel Kiat Motor Klaten
seperti kembali menginspirasi untuk mewujudkan gagasan membangun industri mobil
nasional (mobnas). Mungkinkah gagasan itu diwujudkan dalam waktu relatif dekat?
Apakah kita perlu kembali memulainya, mengilas balik dan memanfaatkan momentum
lahirnya mobil rakitan siswa SMK, yang notabene bukan produk industri modern?
Sejatinya, membangun industri mobnas bukan
pekerjaan ringan karena terkait dengan ratusan industri komponen yang harus
siap menopangnya. Untuk bisa berfungsi dengan baik, sebuah mobil memerlukan
ratusan jenis komponen yang harus diuji kelayakannya karena menyangkut keamanan
mobil sekaligus keselamatan penggunanya.
Ada beberapa perbedaan yang mendasar terkait
dengan proses produksi dan perakitan. Merakit mobil berbeda dari membuat
komponen. Merakit lebih bersifat menggabungkan sejumlah komponen hingga menjadi
satu unit utuh. Adapun pembuatan komponen juga memerlukan mesin produksi yang
bervariasi, bergantung pada jenisnya. Komponen bisa dibuat oleh industri kecil
menengah (IKM) yang banyak kita temui di Indonesia.
Namun komponen yang dihasilkan harus terlebih
dahulu menjalani uji kelayakan, dan ada jaminan kontinuitas. Kita bisa
membayangkan bila ada satu komponen yang terlambat pengirimannya maka akan
menghambat laju produksi secara keseluruhan.
Jaminan itu menyangkut kualitas dan ketepatan
waktu pengiriman. Standar industri komponen automotif diatur dalam standar
internasional ISO/ TS 16949.
Bila kita berpikir lebih global, industri
komponen yang sudah ada atau potensial, sebaiknya membentuk klaster. Tentunya
setelah semua pemangku kebijakan menyepakati perlunya memproduksi mobnas.
Keberadaan klaster industri komponen ini akan memudahkan pemerintah atau
perusahaan induk membinanya agar mampu menghasilkan komponen berkualitas,
memiliki kontinuitas produksi, dan jaminan pengiriman tepat waktu
Dukungan
Pemerintah
Proses perakitan massal memerlukan sarana
perakitan (assembly line) yang mampu menghasilkan ratusan unit tiap hari.
Industri minibus di Dusseldorf Jerman Barat mampu memproduksi satu unit tiap 6
menit. Produksinya berbasis pada penggunaan robot, dengan sedikit menggunakan
tenaga manusia, sehingga prosesnya lebih efisien dan harga jual produknya pun
lebih kompetitif.
Kita bisa membandingkan dengan perakitan Kiat
Esemka yang masih manual, proses produksi satu unit butuh waktu lebih dari
sebulan. Karena itu, bila kita serius membangun industri mobnas, perlu
dukungan pemerintah untuk membuat sarana perakitan dari sasis (chassis) hingga
menjadi unit utuh, yang dapat menyerap ratusan tenaga kerja dari berbagai
bidang.
Bila ingin efisien dan fleksibel,
perakitannya bisa menggunakan robot industri. Proses ini memerlukan padat modal
dan padat teknologi, oleh karena itu mutlak perlu dukungan pemerintah dan
lembaga pendidikan untuk menghasilkan ahli automotif. Langkah awalnya bisa
dengan membangun merek (brand) terlebih dahulu dengan desain yang dipatenkan.
Eksis dan tidaknya mobnas bergantung pada kualitas produk tersebut. Artinya
kendaraan bermotor itu harus dapat memenuhi harapan konsumennya, baik dari sisi
kualitas, harga, maupun jaminan pelayanan purnajual.
Betapa pun cintanya konsumen terhadap sebuah
produk nasional, bila produk itu tidak dibarengi dengan kualitas maka
kebanyakan konsumen, baik secara spontan maupun lambat laun akan
meninggalkannya, dan memilih produk lain yang sudah teruji keandalannya.
Sebagai bangsa yang merdeka dan terpandang,
kita harus berani memulai mewujudkan cita-cita membangun industri mobnas. Bila
tidak kita mulai dari sekarang, kapan lagi? ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar