KPK
dan Tantangan 2012
Adnan Topan
Husodo, WAKIL KOORDINATOR INDONESIA CORRUPTION WATCH
Sumber
: KORAN TEMPO, 17 Januari 2012
Abraham
Samad, Bambang Widjojanto, Adnan Pandu Pradja, Zulkarnain, dan Busyro Muqoddas
telah mulai menjalankan tugasnya sebagai pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi
yang baru. Publik berharap masa penyesuaian pimpinan KPK baru akan berlangsung
cepat, sehingga tidak menyita banyak agenda pemberantasan korupsi yang krusial.
Pasalnya,
tantangan pemberantasan korupsi yang dihadapi KPK akan semakin berat. Bukan
hanya serangan balik koruptor yang menjadi musuh laten akan terus menghadang,
tapi upaya pembenahan internal juga harus segera dimulai, terutama setelah
adanya dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan, baik oleh pegawai KPK
maupun pimpinan KPK periode sebelumnya.
Di
luar masalah di atas, pimpinan baru KPK juga harus menyiapkan peta jalan yang
lebih komprehensif dan terukur dalam agenda pemberantasan korupsi, sehingga
kerja-kerja KPK ke depan tidak terkesan asal jalan. Supaya peta jalan
pemberantasan korupsi lebih mampu menjawab tantangan 2012, tentu pimpinan KPK
perlu mengambil refleksi yang mendalam atas apa yang selama ini dikerjakan oleh
KPK masa sebelumnya. Untuk menilai kinerja KPK secara kelembagaan, sandarannya
bisa menggunakan empat tugas pokok yang dimiliki KPK dalam agenda pemberantasan
korupsi, yakni penindakan, pencegahan, supervisi dan koordinasi, serta
monitoring.
Kinerja
Di
bidang penindakan, kinerja KPK telah mulai menunjukkan prestasi yang cukup
baik. KPK sudah lebih agresif masuk ke sektor-sektor strategis, seperti politik
(parlemen), kementerian, kehutanan, dan sektor penegak hukum (meskipun baru
hakim), di mana pada periode sebelumnya keempat sektor ini hampir tidak
tersentuh sama sekali.
Dari
sisi aktor korupsi yang diproses secara hukum, ada tren menarik dari tahun ke
tahun. Pada periode 2009-2010, KPK mulai berani menangani kasus korupsi yang
melibatkan pejabat publik setingkat menteri, anggota DPR, dan konsistensi dalam
menindak politikus lokal yang korup. Setidaknya empat pejabat selevel menteri,
yakni Menteri Sosial (Bachtiar Chamsyah), Menteri Kesehatan (Achmad Suyudi),
mantan Menteri Bappenas (Paskah Suzetta), dan Menteri Dalam Negeri (Hari Sabarno)
telah menjadi pesakitan. Sementara itu, 44 anggota DPR dari berbagai partai
politik telah digiring ke hotel prodeo karena terlibat beragam kasus korupsi,
terutama suap.
Pada
tingkat korupsi politik di daerah, KPK juga terus menggasak kasus korupsi strategis
yang melibatkan kepala daerah. Dari data statistik, pada 2008 jumlah kepala
daerah korup yang ditangani KPK sebanyak 13 orang, pada 2009 jumlah tersangka
korupsi yang melibatkan kepala daerah sebanyak lima pelaku, sedangkan pada 2010
lima kepala daerah telah ditetapkan sebagai tersangka korupsi.
Kendatipun
dianggap telah menorehkan sejarah penegakan hukum korupsi yang positif, kinerja
KPK di bidang penindakan bukan tanpa catatan. Ada beberapa kasus besar, seperti
skandal Century, Nazaruddin, cek pelawat, serta rekening gendut pati Polri yang
belum dapat diungkap hingga tuntas oleh KPK. Kasus-kasus tersebut memiliki
karakteristik yang khusus karena melibatkan lingkar kekuasaan utama (Istana),
mafia politik dan pengusaha hitam kelas kakap, serta aparat penegak hukum pada
jabatan strategis. Kelemahan ini membuat KPK masih dicap melakukan praktek
tebang pilih. KPK juga belum bisa membongkar kasus korupsi strategis pada
sektor penerimaan negara terbesar seperti tambang, pajak, dan sektor migas.
Sementara
itu, di bidang pencegahan, masyarakat tidak banyak mengetahui langkah dan upaya
antikorupsi yang diusung KPK. Hal ini mengingat akses informasi atas
kerja-kerja pencegahan KPK tidak terlalu memadai. Demikian pula halnya,
komunikasi publik petinggi KPK lebih mengarah pada tindakan represif dibanding
kerja KPK di aspek lain seperti pencegahan. Padahal, kalau dilihat dari postur
anggaran KPK, realisasi anggaran 2010 sebesar Rp 264,8 miliar, alokasi untuk
bidang pencegahan sebesar Rp 16,2 miliar atau 6,12 persen. Hal ini berarti
lebih besar daripada alokasi di bidang penindakan yang hanya 10,4 miliar atau
3,95 persen.
Satu
hal yang barangkali patut menjadi catatan, strategi pencegahan KPK belum
mengarah pada desain yang ideal karena lebih menonjolkan kegiatan teknis yang
beragam. Sementara itu, upaya menilai apakah kegiatan yang digagas memiliki
pengaruh yang efektif untuk membangun sistem pencegahan tidak banyak
dipikirkan.
Semestinya
skala prioritas pada bidang pencegahan yang digarap KPK memiliki keterkaitan
atau benang merah yang kuat dengan level korupsi yang terjadi. Dengan bahasa
yang berbeda, jika KPK memandang bahwa DPR adalah lembaga yang sangat korup,
agenda pencegahan harus diarahkan pada sektor ini. Demikian pula, jika KPK
melihat aparat penegak hukum adalah pelaku korupsi yang dominan, KPK juga perlu
mendesain agenda pencegahannya.
Di
bidang koordinasi dan supervisi, KPK dipandang belum berhasil menciptakan
jaringan kerja yang kuat dan memperlakukan institusi yang ada (Polri,
Kejaksaan, dll) sebagai counterpart dalam pemberantasan korupsi. KPK
juga belum mampu memicu dan memberdayakan lembaga-lembaga penegak hukum lainnya
(trigger mechanism) untuk bersama-sama mengemban tugas memberantas
korupsi.
Masalah
Laten
Secara
umum, KPK memiliki dua masalah laten, baik yang datang dari faktor luar dan
yang muncul dari internal KPK sendiri. Perlawanan koruptor terhadap KPK dan uji
materiil serta revisi terhadap UU KPK merupakan masalah yang akan selalu
dihadapi KPK pada periode siapa pun dan kapan pun sepanjang KPK mulai mengusik
simpul-simpul kekuasaan tertentu yang berpengaruh.
Adanya
gerakan perlawanan terhadap KPK sebagai simbol antikorupsi mengindikasikan
adanya konsolidasi dari orang atau kelompok yang berharap situasi tidak
berubah. Karena itu, KPK perlu menjadi bagian penting dari usaha
mengkonsolidasikan gerakan antikorupsi di Indonesia, sehingga usaha melawan KPK
bisa ditangkis.
Selain
kriminalisasi terhadap pimpinan KPK yang terjadi pada Bibit dan Chandra, upaya
pelemahan KPK dilakukan melalui jalur hukum, yakni permohonan uji materiil (judicial
review) terhadap Undang-Undang KPK kepada Mahkamah Konstitusi. Dalam
catatan ICW, sedikitnya sudah 13 kali permohonan judicial review atas
sejumlah ketentuan dalam UU KPK diajukan.
Bentuk
lain dari upaya sistematis melemahkan KPK adalah memangkas wewenang lembaga ini
melalui proses legislasi. Ada sejumlah kewenangan KPK yang menjadi target
pemangkasan. Beberapa di antaranya adalah, kewenangan melakukan penyadapan,
penuntutan, kewenangan penyitaan dan penggeledahan yang akan diatur lebih
lanjut, larangan SP3 yang akan dipertimbangkan kembali oleh DPR, dan lain
sebagainya.
KPK
juga harus mewaspadai segala bentuk pelemahan yang datangnya dari lingkup
internal KPK sendiri. Hal ini mengingat KPK secara kelembagaan masih dapat
diintervensi oleh berbagai pihak, baik melalui unsur-unsur penegak hukum di KPK
yang berasal dari kepolisian atau kejaksaan maupun pihak lainnya. Munculnya
pandangan bahwa KPK masih melakukan tebang pilih dalam penanganan perkara
mengindikasikan adanya “kerikil” di dalam KPK yang sangat mungkin telah
membelokkan upaya penindakan kasus korupsi. Karena itu, tidak ada jalan lain
bagi KPK untuk merekrut penyelidik dan penyidik yang kelak hanya akan menjadi
dan bertugas sebagai pegawai KPK, bukan ex-officio seperti yang sekarang
dipraktekkan.
Masalah internal KPK lain yang telah menjadi
sorotan kritis publik adalah munculnya beberapa kasus yang mengindikasikan
pelanggaran kode etik pegawai maupun pimpinan KPK. Apakah dengan adanya temuan
pelanggaran ini berarti ada pengenduran kepatuhan internal terhadap aturan yang
telah disepakati? Hal ini tentu tidak bisa dibiarkan, karena kasus-kasus
semacam ini hanya akan menyandera kerja-kerja pemberantasan korupsi. Sebelum
terlambat, pimpinan baru KPK perlu membangun formula kode etik dan kode
perilaku yang lebih ketat, baik dari sisi definisi, teknis-prosedural, maupun
pengayaan substansi yang harus berlaku bagi seluruh jajaran KPK. Satu modal
yang sangat penting di KPK adalah integritas. Jika pada aspek ini publik sudah
mulai ragu, usaha membubarkan KPK akan jauh lebih mudah. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar