Polusi Udara Jakarta Opini Tempo : Redaksi Majalah Tempo |
MAJALAH TEMPO, 20
Agustus 2023
UDARA Jakarta yang makin
panas dan kotor membuat penduduknya kian rentan terjangkit berbagai
penyakit. Paparan polusi udara, salah satunya, merusak saluran pernapasan
karena udara mengandung sulfur dioksida (SO2), seperti dialami Presiden
Joko Widodo yang batuk selama empat pekan. Sulfur dioksida adalah
polutan yang berasal dari pembakaran batu bara yang dampaknya merusak saluran
pernapasan. Jakarta dikepung 16 pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu
bara di Banten dan Jawa Barat. Banyak studi menyebutkan paparan debu
ataupun asap hasil pembakaran batu bara bisa menjangkau masyarakat yang
tinggal 100-200 kilometer dari PLTU. Musim kemarau akibat El
Niño membuat sulfur dioksida terbawa angin dan dihirup masyarakat Jakarta
dan kota-kota aglomerasi yang dihuni 30 juta orang. Apalagi banyak PLTU
berada dekat permukiman. PLTU Cikarang Babelan di Bekasi, Jawa Barat,
misalnya, hanya 26 kilometer dari Jakarta Pusat. Sementara jarak Jakarta ke
Banten kurang dari 100 kilometer. Menteri Lingkungan Hidup
dan Kehutanan berdalih PLTU di Banten hanya menyumbang 1 persen pada polusi
Jakarta. Debu batu bara dari PLTU di sana, kata Menteri Lingkungan, tak masuk
Jakarta karena arah angin menuju sebaliknya, yakni ke arah Selat Sunda.
Padahal karena pengamatannya dilakukan malam hari ketika angin berembus dari
darat ke laut. Dengan dalih itu, Kementerian
Lingkungan menyodorkan solusi memperketat uji emisi kendaraan bermotor untuk
mengendalikan polusi udara Jakarta. Padahal studi KLHK menyebutkan—meski
sektor transportasi menyumbang polusi paling tinggi—64 persen komposisi
polusi udara adalah sulfur dioksida. Pembakaran energi untuk industri dan
PLTU menyemburkan SO2 sebanyak 1.071 ton per tahun. Artinya, jumlah SO2 dari
pembakaran batu bara sebanyak 40 persen dari komposisi sulfur dioksida dalam
polusi udara Jakarta. Maka mengendalikan polusi dengan
memperketat uji emisi kendaraan bermotor menunjukkan pemerintah lebih senang
menimpakan kesalahan kepada warga negara, mereka yang membutuhkan
transportasi untuk hidup sehari-hari. Kita tahu, orang banyak lebih tak
berdaya secara politik. Solusi pemerintah tak
masuk ke tata kelola batu bara, industri, dan energi bersih. Sebab, jika
masuk ke solusi ini, pemerintah berhadapan dengan industri dan oligarki
serta diri sendiri karena PLTU batu bara milik Perusahaan Listrik Negara.
Apalagi infrastruktur energi bersih ke lokasi industri tak pernah dibangun
secara serius. Di kawasan industri Marunda, Jakarta Utara, pengusaha lebih
senang memakai batu bara yang murah karena tak tersedia pipa gas ke sana. Pemerintah kehilangan
momen membereskan tata kelola energi dan industri penyebab polusi.
Kesempatan emas mencegah polusi adalah selama masa pandemi Covid-19 pada
2020-2022 ketika industri menghentikan operasi. Studi-studi pada 2020
memperingatkan polusi akan meningkat setelah pandemi karena industri memacu
produksi lebih keras sebagai pengganti kehilangan pendapatan selama masa
pandemi. Studi Carbon Brief memprediksi emisi naik lima kali lipat dibanding
sebelum virus corona mewabah. Polusi udara adalah
problem yang kompleks. Mengendalikannya hanya dengan uji emisi kendaraan
bermotor seperti mengobati kurap di sekujur tubuh dengan mengoleskan salep di
ujung dengkul. ● Sumber : https://majalah.tempo.co/read/opini/169530/polusi-udara-jakarta |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar