Sejarah
Hari Guru Nasional & Perjuangan Ki Hajar Dewantara Iswara
N Raditya : Jurnalis Tirto.id |
TIRTO.ID, 24 November 2022
Hari Guru Nasional yang diperingati setiap
tanggal 25 November tentunya tidak dapat dilepaskan dari sejarah perjuangan
Ki Hajar Dewantara dalam dunia pendidikan. Gelar Bapak Pendidikan Nasional
disematkan kepada pendiri Taman Siswa ini. Ki Hajar Dewantara juga merupakan
Menteri Pendidikan RI yang pertama. Ki Hajar Dewantara bernama asli Raden Mas Suwardi
Suryaningrat (ejaan lama: Soewardi Soerjaningrat). Ia lahir pada 2 Mei 1889
dari lingkungan keluarga Kadipaten Pakulaman di Yogyakarta yang merupakan
salah satu kerajaan pecahan Dinasti Mataram selain Kasunanan Surakarta,
Kasultanan Yogyakarta, dan Kadipaten Mangkunegaran. Semasa muda, Suwardi dikenal sebagai aktivis
sekaligus jurnalis pergerakan nasional pemberani. Ia sempat bergabung dengan
Boedi Oetomo (BO) di Batavia (Jakarta) pada 20 Mei 1908, kemudian keluar dan
mendirikan Indische Partij (IP) bersama Cipto Mangunkusumo serta Ernest
Douwes Dekker atau Tiga Serangkai pada 25 Desember 1912. Dikutip dari buku Ki Hajar Dewantara dan Taman
Siswa dalam Sejarah Indonesia Modern (1986) karya Abdurrachman Surjomihardjo,
Tiga Serangkai diasingkan ke Belanda sejak 1913 karena tulisan Suwardi yang
dianggap menghina pemerintah. Di Belanda, ia bergabung dengan Indische
Vereeniging (IV), organisasi pelajar Indonesia di Belanda, serta terus
menulis di media massa. Ia juga mendirikan kantor berita dengan nama
Indonesische Persbureau di Den Haag. Inilah untuk pertamakalinya, kata
”Indonesia” dipakai di kancah internasional. Suwardi dipulangkan ke tanah air pada 6 September
1919. “Kini, saya telah memperoleh kembali kebebasan saya tanpa suatu janji
atau pernyataan apapun juga dari saya. Ini berarti kemenangan bagi saya,”
tulis Suwardi mengenai kepulangannya. Perjuangan
Ki Hajar Dewantara Di tanah air, Suwardi masih berurusan dengan
aparat kolonial karena aktivitas dan tulisan-tulisannya yang berani. Beberapa
kali pula ia harus mendekam di penjara lantaran sepak-terjangnya itu. Lantaran berbagai hal tersebut, Suwardi merasa
kurang tepat untuk terus berkecimpung di ranah politik. Ia merasa tidak bisa
menahan emosi, sering lepas kendali, dan apa yang dilakukannya tentu saja
bakal berdampak kepada istri dan anak-anaknya. Maka, atas saran istrinya, Sutartinah, dan
setelah melalui pertimbangan matang, Suwardi memutuskan akan berjuang dengan
jalan lain, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa lewat pendidikan. Di Yogyakarta, pada 3 Juli 1922, Suwardi mendirikan
Nationaal Onderwijs Instituut Taman Siswa atau Perguruan Taman Siswa. Dikutip
dari Perjalanan Pendidikan di Tanah Air (2005) karya Najamuddin, cita-cita
Taman Siswa adalah untuk membahagiakan bangsa dan manusia serta merupakan
panggilan nurani untuk ikut memajukan kehidupan bangsa. Suwardi menawarkan gagasan untuk pendidikan
nasional. Jadilah Taman Siswa sebagai tonggak awal kebangkitan masyarakat
terpelajar bumiputera yang mempelopori kebangkitan rakyat melawan
kolonialisme. Lantas, kapan Suwardi Suryaningrat mengubah
namanya menjadi Ki Hajar Dewantara? Bambang Sokawati Dewantara dalam Ki Hajar
Dewantara Ayahku (1989) mengungkapkan, pengubahan nama tersebut terjadi pada
3 Februari 1928. Istri Suwardi, Sutartinah, juga mengikuti jejak suaminya dengan
memakai nama Nyi Hajar Dewantara. Kendati beralih haluan dari politik radikal ke
ranah pengajaran, bukan berarti Ki Hajar Dewantara jadi lembek. Taman Siswa
yang didirikannya adalah lembaga pendidikan independen, menolak mentah-mentah
subsidi dari pemerintah kolonial. Ki Hajar Dewantara menentang setiap kebijakan
pemerintah kolonial Hindia Belanda yang dianggapnya merugikan pendidikan
untuk rakyat. Ketika pemerintah kolonial mengeluarkan Ordonansi Sekolah Liar
pada 1932, misalnya, Ki Hajar Dewantara tetap menggerakkan Taman Siswa. Ordonansi Sekolah Liar mengatur bahwa setiap
lembaga pendidikan harus mendapatkan izin dari pemerintah kolonial. Jika
tidak, maka pemerintah berhak membubarkan sekolah atau lembaga pendidikan
itu. Namun, Taman Siswa jalan terus bahkan justru
berkembang pesat. Frances Gouda dalam Dutch Cultures Overseas: Colonial
Practice in the Netherlands Indies 1900-1942 (2006) mencatat, satu dekade
setelah penerapan peraturan tersebut, Taman Siswa sudah mendirikan 166
sekolah yang memiliki sekitar 11.000 murid. Bapak
Pendidikan Nasional Konsep pendidikan yang dirumuskan Ki Hajar
Dewantara dan dipraktikkan melalui Taman Siswa diarahkan pada tujuan
nasionalisme, semangat perjuangan, dan kerakyatan menghadapi kolonialisme. Cita-cita kemerdekaan dijelaskan untuk manusia
merdeka lahir batinnya, hidup selamat dan bahagia, serta membangun masyarakat
tertib dan damai. Itulah dasar pikiran pendidikan nasional yang diciptakan
oleh Ki Hajar Dewantara yang diaplikasikan dengan mendirikan Taman Siswa. Setelah Indonesia merdeka, berkat segenap
sumbangsihnya bagi kepentingan pendidikan nasional, maka oleh Sukarno selaku
Presiden RI pertama, Ki Hajar Dewantara ditunjuk untuk menjabat sebagai
Menteri Pengajaran sejak 2 September 1945. Ki Hajar Dewantara meninggal dunia di Yogyakarta
pada 2 April 1959 dalam usia 70 tahun. Atas jasa-jasanya, pemerintah RI
menetapkannya sebagai pahlawan nasional serta menyematkan gelar Bapak
Pendidikan Nasional. Hari kelahiran Ki Hajar Dewantara pun diperingati
sebagai Hari Pendidikan Nasional. Sejarah
Hari Guru Nasional Sejarah Hari Guru Nasional berkaitan erat dengan
peristiwa lahirnya Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) pada 25 November
1945. Dikutip dari laman resmi PGRI, guru-guru pribumi
pada 1912 telah memiliki organisasi perjuangan yang bernama Persatuan Guru
Hindia Belanda (PGHB). Seluruh elemen pengajar masuk dalam organisasi ini,
mulai dari para guru bantu, guru desa, kepala sekolah, dan pemilik sekolah. Akan tetapi, berkembangnya organisasi PGHB memicu
kemunculan organisasi-organisasi baru, macam Persatuan Guru Bantu (PGB),
Perserikatan Guru Desa (PGD), Persatuan Guru Ambachtschool (PGAS),
Perserikatan Normaalschool (PNS), Hogere Kweekschool Bond (HKSB). Terdapat pula organisasi guru yang bercorak keagamaan,
kebangsaan, atau lainnya, macam Christelijke Onderwijs Vereneging (COV),
Katolieke Onderwijsbond (KOB), Vereneging Van Muloleerkrachten (VVM), dan
Nederlands Indische Onderwijs Genootchap (NIOG), yang beranggotakan semua
guru tanpa membedakan golongan. Tahun 1932, dikutip dari buku Sejarah Singkat Persatuan Guru Republik
Indonesia (2020), sebanyak 32 Organisasi guru yang berbeda latar
belakangnya memutuskan untuk bersatu dan mengubah nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI). Belanda terkejut menanggapi hal tersebut karena
kata “Indonesia” dalam organisasi melambangkan semangat kebangsaan. Bahkan,
pada zaman Jepang, organisasi PGI tidak dapat melakukan aktivitasnya karena
dilarang. Pada 17 Agustus 1945, Indonesia merdeka. Setelah
itu, tanggal 23-25 November diadakan Kongres Guru Indonesia di Surakarta.
Hari terakhir kongres tercetuslah kelahiran PGRI. Hingga saat ini, tanggal 25
November diperingati sebagai Hari Guru Nasional setiap tahunnya. ● Sumber :
https://tirto.id/sejarah-hari-guru-nasional-perjuangan-ki-hajar-dewantara-emjq |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar