Gempa
Cianjur, Sesar Aktif Baru & Potensi Megathrust Pulau Jawa Riyan
Setiawan : Jurnalis Tirto.id |
TIRTO.ID, 25 November 2022
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika
(BMKG) menyebut, gempa Cianjur dengan magnitudo 5,6 merupakan jenis gempa
dangkal yang diduga akibat aktivitas sesar Cimandiri. Hal tersebut diketahui
berdasarkan analisis dari lokasi episentrum dan kedalaman hiposentrumnya. “Benar demikian dugaannya, berdasarkan posisi dan
kedalaman hiposentrum serta mekanisme pergerakan patahan pemicu gempanya,”
kata Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati kepada reporter Tirto, Kamis
(24/11/2022). Tiga faktor yang membuat gempa bumi ini jadi amat
merusak, kata BMKG, antara lain kedalaman gempa yang dangkal, struktur
bangunan tidak memenuhi standar aman gempa, serta lokasi permukiman berada
pada tanah lunak (local site effect-efek tapak) dan perbukitan (efek
topografi). BMKG melaporkan hingga Rabu (23/11/2022) pukul
15.00 WIB, terdapat 171 gempa susulan pasca gempa bumi 5,6 magnitudo di
Cianjur. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
melaporkan sebanyak 271 warga tewas akibat gempa Cianjur (data per Rabu, 23
November 2022). Sementara korban luka tercatat 2.043 orang dan 40 orang masih
belum ditemukan. Sebanyak 61.908 orang mengungsi, sedangkan kerugian materiil
sebanyak 56.320 rumah. Fasilitas umum lainnya juga turut terdampak,
antara lain: 31 unit sekolah, 124 tempat ibadah, tiga fasilitas kesehatan,
dan tiga belas gedung perkantoran. Terdapat 15 kecamatan yang terdampak, yaitu:
Kecamatan Cianjur, Kecamatan Karang Tengah, Kecamatan Warung Kondang,
Kecamatan Cilaku, Kecamatan Gekbrong, Kecamatan Cugenang, Kecamatan Cibeber,
Kecamatan Sukaluyu, Kecamatan Sukaresmi, Kecamatan Pacet, Kecamatan Bojong
Picung, Kecamatan Cikalong Kulon, Kecamatan Mande, Kecamatan Cipanas, dan
Kecamatan Haurwangi. Menelusuri Sesar Cimandiri dan Sejarahnya Berdasarkan keterangan BMKG, gempa Cianjur
disebabkan oleh Sesar Cimandiri. Dilansir dari geologi.co.id, Sesar Cimandiri
adalah sesar atau patahan geser aktif sepanjang kurang lebih 100 km. Sesar
ini memanjang dari muara Sungai Cimandiri di Pelabuhan Ratu, Kabupaten
Sukabumi, mengarah ke timur laut melewati Kabupaten Cianjur, Kabupaten
Bandung Barat, dan Kabupaten Subang. BMKG mengatakan, meski Sesar Cimandiri melintasi
daerah tersebut, tapi belum tentu daerah itu akan terjadi gempa ke depan. “Tidak semudah itu. Karena gempa akan terjadi
jika akumulasi tegangan maksimum dan melampaui batas elastisitasnya,” kata
Koordinator Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono kepada
Tirto, Rabu (23/11/2022). Peneliti Geoteknologi Badan Riset dan Inovasi
Nasional (BRIN), Eddy Z. Gaffar menjabarkan, Sesar Cimandiri dalam beberapa
segmen. Dalam jurnal bertajuk 'Deformasi Kerak Bumi Segmen-segmen Sesar
Cimandiri' pada 2006, segmen Sesar Mandiri; Pelabuhan Ratu-Citarik,
Citarik-Cadasmalang, Ciceureum-Cirampo, Cirampo-Pangleseran, dan
Pangleseran-Cibeber, serta beberapa segmen antara Cibeber-Padalarang. Sementara dalam Jurnal Geologi Universitas
Padjajaran, Iyan Haryanto dkk menjelaskan dalam jurnal bertajuk 'Tektonik
Sesar Cimandiri, Jawa Barat', letak struktur Sesar Cimandiri dapat dibagi
menjadi dua bagian yakni; segmen bagian barat yang berarah barat-timur yang
membentang mulai dari Pelabuhan Ratu sampai Perbukitan Walat, dan segmen
bagian timur yang berarah timur laut-barat daya, membentang dari perbatasan
Sukabumi-Cianjur sampai Gunung Tangkubanprahu (Bandung Utara). Dekan Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian
Institut Teknologi Bandung (ITB), Dr. Irwan Meilano menjelaskan, sesar merupakan
bidang rekahan yang disertai dengan adanya pergeseran, mengalami retakan,
atau memiliki celah. “Pada sesar ini terdapat akumulasi tegangan
tektonik yang menjadi gaya penerus gempa. Jika ditilik melalui pendekatan
geologi, juga menunjukkan hal yang serupa. Sesar ini termasuk sumber gempa
yang independen dan tidak dipengaruhi oleh gempa-gempa sebelumnya sehingga
terdapat potensi gempa yang signifikan terjadi di masa depan,” demikian
dilansir dari Humas ITB. Ini bukan kali pertama pergerakan Sesar Cimandiri
menyebabkan gempa. Irwan menyebutkan, pernah terjadi gempa berkekuatan serupa
pada 1970-an. Sesar Cimandiri memang sudah beberapa kali
membuat ulah. Dalam satu abad ini, setidaknya, 7 kali gempa besar pernah
tercatat, di antaranya gempa bumi Pelabuhan Ratu (1900), gempa bumi Cibadak
(1973), gempa bumi Gandasoli (1982), gempa bumi Padalarang (1910), gempa bumi
Tanjungsari (1972) dan gempa bumi Conggeang (1948) dan terakhir gempa bumi
Sukabumi (2001). Sementara itu, berdasarkan kajian geofisika yang
bertajuk 'Sebaran Episentrum Gempa Bumi Wilayah Jawa Barat April 2022' yang
diterbitkan Stasiun Geofisika Bandung, dari sekian banyak struktur sesar yang
berkembang di Jawa Barat, ada enam struktur regional: Sesar Cimandiri, Sesar
Baribis, Sesar Cipamingkis, Sesar Garsela, Sesar Citarik dan Sesar Lembang. Keenam sesar tersebut diduga masih aktif hingga
sekarang. Walaupun seluruh sesar tersebut berperan dalam sejarah tektonik di
Jawa Barat, namun hingga saat ini penjelasan mengenai mekanisme pembentukan
struktur sesarnya masih belum jelas. Namun demikian, Dosen Fakultas Teknik Geologi
Universitas Padjadjaran (UNPAD) Ismawan meragukan bahwa penyebab gempa
Cianjur dipicu pergerakan Sesar Cimandiri. Sebab, lokasi episentrum gempa
yang berada jauh dari bentangan Sesar Cimandiri. Ismawan mengatakan, kawasan Cugenang yang menjadi
episentrum gempa Cianjur berjarak sekira 10 kilometer di sebelah utara jalur
patahan Cimandiri. Jalur Sesar Cimandiri sendiri bermula dari Palabuhanratu,
lalu membentang ke arah timur dan berbelok ke utara di sekitar kawasan
episentrum gempa kemarin. Dugaan ini juga diperkuat dengan hasil penelitian
sebelumnya yang menyatakan bahwa lebar dari Sesar Cimandiri adalah berkisar 8
hingga 10 meter. Selain itu, kontur dari Sesar Cimandiri memiliki kemiringan
ke arah selatan, sehingga lokasi episentrum gempa dengan kedalaman 10
kilometer dipastikan berada di luar jalur sesar tersebut. Lebih lanjut, Ismawan menganalisis, kemungkinan
gempa ini diakibatkan oleh pergerakan sesar baru yang belum banyak diketahui
orang. Dikatakan belum banyak diketahui orang karena bisa jadi jejak-jejak
pelurusan sesar tersebut tertutupi oleh beberapa faktor. Jika melihat lokasi episentrum yang berada dekat
dengan Gunung Gede, kata dia, maka kemungkinan jejak-jejak sesar tersebut
tertutupi oleh endapan gunung api. “Ini dimungkinkan karena kalau sesar lama
biasanya ada jejak-jejak pelurusan yang menunjukkan bahwa di situ ada sesar.
Di sana karena batuan vulkanik, jejak pelurusannya itu kelihatan tidak ada,” kata
Ismawan dikutip laman resmi Unpad, Rabu (23/11/2022). Hal tersebut juga dibenarkan oleh Koordinator
Geologi Gempa dan Tsunami Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geodesi
(PVMBG) Supartoyo. Ia mengatakan episentrum gempa Cianjur berada di luar zona
Sesar Cimandiri. Ia pun menunjukkan sebuah gambar peta zona Sesar
Cimandiri. Dia mengatakan Sesar Cimandiri letaknya masih jauh dari lokasi gempa
Cianjur. “Menurut PVMBG episentrum berada di luar zona
Sesar Cimandiri,” kata Supartoyo kepada Tirto, Rabu (23/11/2022). Menurut Supartoyo, penyebab utama gempa Cianjur
dari sesar aktif di luar Sesar Cimandiri. Adakah Hubungan dengan Megathrust Jawa? BMKG mengatakan gempa Cianjur tidak ada
hubungannya dengan adanya kemungkinan Gempa Megathrust 8,9 magnitudo di
selatan Jawa dan barat daya Sumatera. Gempa ini berpotensi tsunami setinggi
34 meter. Adanya ancaman megathrust di Pulau Jawa diketahui
dari jurnal Natural Hazard yang ditulis oleh BMKG bersama sejumlah peneliti. “Megathrust Jawa itu berlokasi di sistem zona
subduksi di bawah laut selatan Jawa, sedangkan gempa Cianjur disebabkan oleh
sistem sesar aktif di daratan, jadi secara lokasi tidak ada hubungannya,”
kata penulis utama Jurnal Natural Hazard, Pepen Supendi dari BMKG cum
peneliti postdoctoral di University of Cambridge kepada Tirto, Rabu
(23/11/2022). BNPB juga mengatakan hal senada. Mereka
beranggapan gempa Cianjur tidak ada hubungannya dengan adanya kemungkinan
Gempa Megathrust 8,9 magnitudo (M) di selatan Jawa dan barat daya Sumatera. “Tidak ada [hubungan]. Sesar aktif penyebab gempa
Cianjur merupakan sesar darat (dangkal), sedangkan Megathrust merupakan zona
pertemuan lempeng di dasar laut,” kata Plt Kepala Pusat Data, Informasi dan
Komunikasi BNPB, Abdul Muhari kepada Tirto, Rabu malam (23/11/2022). Berdasarkan keterangan dari BMKG, terdapat 13
Megathrust yang tersebar dari barat-timur wilayah Indonesia. Di sekitar
Sumatera ada Megathrust Aceh-Andaman, Nias-Simeulue, Batu, Mentawai Siberut
dan Mentawai-Pagai, dan Enggano. Kemudian di sekitar Jawa ada Megathrust Selat
Sunda, Jawa Barat-Jawa Tengah, Jawa Timur. Di sekitar Bali-Nusa Tenggara
terdapat Megathrust Sumba, sementara di sekitar Sulawesi ada Megathrust
Sulawesi Utara dan Filipina, dan di wilayah paling timur Indonesia ada
Megathrust Papua. Menanggapi adanya ancaman Megathrust Jawa,
Peneliti Ahli Utama Bidang Paleotsunami dan Kebencanaan BRIN, Eko Yulianto
mengatakan, pemerintah harus bersiap dengan melakukan mitigasi agar dampak
yang terjadi tak parah seperti Gempa Cianjur yang menewaskan ratusan jiwa atau
peristiwa lainnya. Langkah yang dilakukan pemerintah harus
menyiapkan peta detail terkait sumber gempa. Ia pun mengkritisi Peta Sumber
dan Bahaya Gempa Indonesia tahun 2017 yang diluncurkan oleh Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Dalam peta tersebut, ditemukan 295 sesar aktif.
Namun, ia menilai masih banyak titik gempa yang belum terdeteksi. “Itu jumlah
terlalu sedikit untuk wilayah di Indonesia. Jauh lebih banyak yang kita belum
ketahui," kata Eko kepada Tirto, Rabu (23/11/2022). Kemudian analisis daerah yang pernah mengalami
gempa. Pelajari daerah tersebut akan mengalami gempa berapa tahun sekali.
Sebab, gempa mengalami siklus. “Jadi kalau tahu pemetaannya, kalau terjadi
gempa, jadi tahu wilayah mana saja yang terdampak dan guncangannya seberapa
besar. Kalau kita tahu, dampak ancamannya kita bisa memitigasi risiko,"
ucapnya. Selanjutnya melakukan penataan ruang. Misalnya,
tidak mendirikan bangunan di daerah yang berpotensi gempa dan tsunami seperti
pesisir. Sebab, yang dapat membunuh orang adalah bangunan yang rubuh akibat
gempa. Ia mengatakan pemerintah juga perlu melakukan
sosialisasi dan edukasi terhadap masyarakat yang tinggal di daerah rawan agar
bagaimana mereka bisa menghadapi bencana. Misalnya, mengimbau masyarakat agar membuat
ruangan tahan gempa di dalam rumah agar dapat berlindung. Jika terlalu mahal,
buat perabotan seperti meja tahan gempa untuk berlindung sebagai pertolongan
pertama. Kemudian pemerintah perlu membuat fasilitas
masyarakat seperti bangunan sekolah, kantor pemerintahan, hingga rumah sakit
yang dibangun di daerah yang tak berpotensi gempa sebagai tempat evakuasi. Lalu dibuat jalur evakuasi dan petunjuk arah ke
lokasi yang telah ditetapkan sebagai lokasi yang aman seperti bangunan tahan
gempa atau lapangan yang luas. Selanjutnya, buat sistem peringatan dini
bencana dan informasi kepada masyarakat jika akan terjadi potensi bencana
agar mereka dapat mempersiapkan diri. “Buat sirine, jadi saat terjadi bencana
masyarakat langsung melakukan evakuasi ke lokasi yang telah ditentukan,” kata
Eko. Ia pun mengimbau agar masyarakat juga bertanggung
jawab atas keselamatannya masing-masing. “Masyarakat juga harus menanggapi
imbauan dari pemerintah secara lebih serius untuk keselamatan diri
sendiri," imbuhnya. Melihat dari peristiwa Gempa Cianjur yang menelan
ratusan jiwa dan kejadian bencana yang telah terjadi, Eko menilai, pemerintah
Indonesia belum siap sama sekali dalam menghadapi Megathrust Jawa. “Jadi masyarakat maupun pemerintah dan masyarakat
belum siap. Itulah yang membuat bencana dapat menimbulkan banyak korban
jiwa,” kata dia. Upaya Pemerintah Tangani Potensi Megathrust BMKG mengatakan, terjadinya gempa bumi tidak bisa
dicegah, tapi yang bisa dilakukan adalah mitigasi bencana agar dapat meminimalisir
dampak dari bahaya tersebut, supaya tidak menimbulkan bencana yang menelan
korban jiwa dan kerugian ekonomi. Upaya mitigasi yang dilakukan oleh BMKG agar
Megathrust Jawa tidak menimbulkan banyak dampak hingga korban jiwa seperti
Gempa Cianjur, di antaranya berkoordinasi dengan kementerian/lembaga terkait
serta pemerintah daerah untuk memastikan kesiapan masyarakat dalam menghadapi
potensi bencana tersebut. Misalnya, dengan melakukan sosialisasi dan
edukasi melalui Sekolah Lapang Gempa, merekomendasikan perencanaan tata ruang
yang disesuaikan dengan potensi bencananya, membuat bangunan tahan gempa, dan
lainnya. “Jadi mitigasinya menyeluruh antara mitigasi
struktural dan mitigasi non-struktural,” kata Penulis utama Jurnal Natural
Hazard, Pepen Supendi dari Badan BMKG cum peneliti postdoctoral di University
of Cambridge kepada Tirto, Rabu (23/11/2022). Selain itu, masyarakat harus mengenal dan
memitigasi potensi bencana alam yang ada di wilayahnya agar tetap bisa hidup
nyaman berdampingan dengan kondisi alam tersebut. Sementara itu, Abdul Muhari mengklaim, BNPB sudah
memiliki program migitasi utama, yaitu mengedukasi masyarakat pesisir di seluruh
daerah rawan tsunami. “Yang harus kita tingkatkan adalah masyarakat itu
bisa menentukan, bisa mengambil keputusan dari gejala alam,” kata dia. Edukasi tersebut harus dilakukan sebagai program
utama dibanding yang lain seperti peringatan dini. Alasannya, kata dia,
secanggih apa pun peringatan dini, itu tidak bisa menangkap secara detail dan
tepat fenomena yang ada. BNPB sendiri mengakui belum memiliki data soal
mengidentifikasi atau menentukan opsi untuk mitigasi risiko potensi tsunami
34 meter di selatan Jawa itu. Ia menuturkan BNPB masih harus lebih banyak
lagi mengetahui perihal periode ulang tsunami di wilayah tersebut. “Kalau di selatan Jawa, enggak ada yang bisa
menjadi dasar temuan berapa periode ulang tsunami yang pernah terjadi di
selatan Jawa,” imbuhnya. BNPB juga telah memiliki kajian pembaharuan dan
kajian risiko bencana nasional, khususnya untuk tsunami. Hal ini bertujuan
sebagai garis dasar mereka dalam menentukan rencana mitigasi, rencana tata
ruang, rencana kontijensi, dan rencana operasi untuk upaya mitigasinya. “Jadi paling utama dulu, karena kalau tsunami ini
kan sebenarnya dia bukan high frequency event, bukan peristiwa bencana yang
terjadi sering kali kayak banjir. Dia kan terjadinya return period-nya,
periode ulangnya, mungkin dari 30 sampai ribuan tahun,” jelas dia. ● Sumber :
https://tirto.id/gempa-cianjur-sesar-aktif-baru-potensi-megathrust-pulau-jawa-gy2Q |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar