Wawancara Retno
Marsudi Soal Hasil Konferensi G20 Abdul Manan : Jurnalis Majalah Tempo |
MAJALAH TEMPO, 23
Oktober 2022
KONFERENSI Tingkat Tinggi
(KTT) G20 akan diselenggarakan di Bali pada 15-16 November 2022. Sebagai
Presiden G20 dan tuan rumah, Indonesia ingin memastikan perhelatan yang
mempertemukan negara-negara maju dan berkembang ini berjalan lancar. Menurut
Menteri Luar Negeri Retno Lestari Priansari Marsudi, persiapan logistik sudah
hampir 100 persen. Demikian juga substansinya. Menjadi Presiden G20 saat
terjadi invasi Rusia ke Ukraina merupakan tantangan bagi Indonesia.
Situasinya lebih rumit ketimbang saat Australia menjadi tuan rumah G20 pada
2014, ketika Rusia mencaplok Krimea dari Ukraina. "Kami akan berusaha
ekstra agar G20 tetap dapat bekerja di tengah gelombang dinamika yang sangat
luar biasa," kata Retno Marsudi kepada wartawan Tempo, Abdul Manan,
Daniel Ahmad, dan Tara Reysa, di kantornya pada Jumat, 21 Oktober lalu. Retno memaparkan progres
persiapan logistik acara yang akan dihadiri lebih dari 20 negara itu,
kemajuan pembahasan substansi KTT, peluang kehadiran Presiden Rusia Vladimir
Putin dan Presiden Ukraina Volodymir Zelenskyy, serta kemungkinan terjadinya
aksi boikot oleh negara-negara Eropa dan Amerika Serikat. Ia juga menjelaskan
KTT ASEAN bulan depan yang akan membahas Myanmar. Sejauh
mana persiapan pelaksanaan G20? Kalau bicara persiapan,
ada dua elemen besar. Satu, persiapan logistik, di bawah kendali Pak Menteri
Koordinator Kemaritiman dan Investasi. Kami semua juga terlibat. Sudah hampir
100 persen persiapannya. Karena kan tidak hanya ada 20 negara, dengan
undangan totalnya 39 negara. Masing-masing delegasi membawa rombongan yang
cukup besar. Kedua, substansi yang akan
dibahas. Sudah 187 pertemuan dilakukan sepanjang sebelas bulan ini. Berarti
95 persen dari total pertemuan sudah dilakukan. Dari 187 itu, 18 adalah
pertemuan tingkat menteri, termasuk menteri luar negeri dan menteri keuangan.
Untuk side event, sudah 234 yang selesai. Jadi sudah 92 persen. Secara
keseluruhan kami sudah siap menjadi tuan rumah. Tentunya hari utamanya
akan menjadi sangat penting. Negosiasi jalan terus. Semula negosiasi
intersessional (pertemuan antarsesi) untuk sherpa track (pembahasan isu
ekonomi non-keuangan) itu adalah yang terakhir. Tapi akan kami lihat
hasilnya. Kalau banyak pending-nya, berarti kami perlu satu intersessional
lagi. Jadi 10-13 November itu akan ada seri perundingan sherpa. Sebelum
kepala negara datang, semua agenda negosiasi diharapkan selesai? Iya. Harapannya, pada saat
para kepala negara mulai bertemu, tidak harus ada negosiasi lagi. Karena di
banyak kesempatan KTT G20 kepala negaranya ketemu, paralel tim negosiasinya
ketemu. Nah, kami mencoba menyelesaikan (perundingannya) sebelum KTT.
Negosiasi G20 tidak pernah mudah. Apalagi kami tahu situasi saat ini sangat
tidak mudah. Invasi
Rusia ke Ukraina berdampak agak signifikan bagi agenda G20? Tidak agak, tapi sangat
berdampak. Bagaimana
soal kehadiran kepala negara G20? Sudah ada kepastian? Sejauh ini tidak ada satu
pun yang menyampaikan respons sangat negatif. Negatif dalam arti dia sudah
kirim nota mengatakan tidak datang. Itu belum ada. Semuanya positif. Ada yang
sudah memberikan nota diplomatik mengkonfirmasi kehadiran, tapi ada juga
yang, walaupun tidak kirim nota diplomatik, kami tahu dia akan hadir. Hal lain adalah tantangan
di luar kendali kita, seperti beberapa negara G20 pada saat yang sama
menghadapi dinamika politik dalam negeri. Inggris, misalnya. Undangan kami
kirim kepada Boris Johnson, kemudian Liz Truss naik. Kami sudah membuat draf
undangan untuk Liz Truss, sekarang Liz Truss turun. Jadi akan kami tunggu
dulu siapa yang akan menjadi Perdana Menteri Inggris untuk kami perbarui
undangannya. Kemudian pemilihan umum di Brasil. Hasil pemilihan putaran
pertama tidak bisa (menunjukkan suara) mayoritas. Jadi kami menunggu putaran
kedua. Jadi dinamikanya bukan hanya perang Ukraina. Tugas kita adalah
mempersiapkan yang terbaik, menavigasi agar, katakanlah, kalau ada turbulensi
tidak sampai merusak bangunan kerja sama yang kita usahakan dibangun selama
ini. Indonesia akan berusaha ekstra agar G20 tetap dapat bekerja di tengah
gelombang dinamika yang sangaaat luar biasa. Presiden
Jokowi sudah datang ke Moskow menemui Putin. Apakah Putin pasti datang? Beliau tidak pernah
mengatakan negatif, ya. Tidak pernah mengatakan, "Maaf, ya, saya enggak
datang". Enggak ada. Tapi kami tahu persis tantangannya. Jadi, sekali
lagi, kami tahu, paham tantangan masing-masing. Tapi sejauh ini yang kami
terima tidak ada yang negatif sehingga kami tetap saja terus positif,
optimistis. Saat
Jokowi bertemu dengan Zelenskyy, apakah ada kepastian ia akan hadir? Beliau kami undang dalam
KTT. Tapi, sekali lagi, Presiden Zelenskyy belum pernah memenuhi undangan
secara in person karena kan tahu akan sulit buat beliau untuk meninggalkan
negaranya yang sedang dilanda perang. Jadi nanti masih kami tunggu. Tapi
beliau sudah mengatakan akan hadir. Cuma, kehadirannya itu dalam bentuk apa?
In person ataukah diberi kesempatan khusus karena sedang mengalami situasi
yang khusus sehingga dapat menyampaikan pesan-pesannya secara virtual? Pembicaraan
masalah Ukraina-Rusia itu apakah diagendakan dalam G20? G20 kan bukan forum
politik. Itu forum keuangan, ekonomi, pembangunan. Tapi kan antara ekonomi
dan geopolitik tidak bisa dibangun satu tembok baja, enggak bisa sama sekali
(dipisahkan). Jadi bisa saya antisipasi bahwa isu Ukraina itu pasti akan
mencuat di sesi 1 pada saat kita berbicara mengenai energi dan pangan, yang
memang sangat terkena dampak karena perang di Ukraina. Pangan sudah jelas
sangat terkena. Sebab, kalau kita gabungkan Ukraina dengan Rusia, mereka
berdua bisa dibilang sebagai bread basket of the world. Jadi kalau terjadi sesuatu
pada dua negara ini, pasokan pangan pasti akan terpengaruh. Kedua, yang terus
Indonesia serukan sewaktu Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa
mengenai pupuk. Rusia juga memiliki kontribusi besar terhadap rantai pasok
pupuk dunia. Karena itu, kami juga berbicara banyak dengan negara maju,
terutama G7, dan mereka memastikan pupuk dan pangan tidak masuk daftar sanksi
mereka (terhadap Rusia). Memang sudah tidak ada dalam daftar sanksi, tapi
yang juga hendak kita pastikan adalah tidak terjadi over-compliance. Kalau
over-compliance terjadi juga, barang ini enggak jalan. Kalau tidak jalan,
kita tidak bisa menyelesaikan atau menjamin ketersediaan pupuk yang mencukupi
untuk pasar dunia. Yang kita bayangkan adalah tahun depan. Ini termasuk
masalah beras. Dalam laporan Global Crisis Response Group Sekretaris Jenderal
PBB disebutkan, jika kita tidak bisa mengatasi isu pupuk ini dengan baik,
tahun depan krisis beras mungkin terjadi. Kalau krisis beras terjadi,
setidaknya itu akan berdampak terhadap 2 miliar penduduk dunia, dan sebagian
besar kan tinggal di Asia. Itu dari sisi pangan. Energi, sama juga. Jadi itu
yang akan didebatkan. Kami sudah mengantisipasi dampak dari perang itu akan
masuk ke pembahasan. Apakah
Anda juga mengantisipasi kemungkinan aksi boikot oleh Amerika Serikat dan
Eropa karena kehadiran Putin? Pertanyaan itu muncul
sejak perang terjadi. Itu pertanyaan normal. Dari titik itulah kita
berkomunikasi. Bisa saya sampaikan, salah satu kekuatan kita adalah
komunikasi. Kami berbicara kepada semua anggota G20 secara terbuka. Kami
menyampaikan posisi kita dengan jelas. Kalau kami bicara mengenai exclusion
(pengecualian) salah satu anggota, pertanyaan kita adalah apakah presidensi
memiliki kewenangan untuk itu (memberi exclusion)? Kan, harus diambil sebuah
keputusan bersama secara konsensus. Sepanjang sejarah G20, semua keputusan
diambil secara konsensus. Jadi kami sampaikan, jika itu keinginan semua, ya,
presidensi akan jalankan. Pertanyaannya, apakah itu keinginan semua? Kami
menyampaikan situasi itu. Kita sebagai presiden tidak punya hak melakukan
itu. Kalaupun
mau melakukannya, diputuskan dulu di KTT? Silakan saja. Tapi kita
tahu perbedaannya sangat lebar, sangat dalam, dan itulah yang kami coba
dengan kekuatan komunikasi. Ini bukan soal presidensi kita. Presidensi itu
hanya satu tahun. Terlalu egois kalau kita hanya bicara presidensi. Yang kita
ingin amankan adalah G20 karena sudah banyak sekali forum multilateral yang
pada akhirnya tidak memberi hasil karena tersandera isu geopolitik. Nah,
keinginan Indonesia, mari bekerja bersama untuk membuat G20 menghasilkan
sesuatu karena hasil G20 sangat ditunggu dunia. Saat
pertemuan G20 berlangsung di Australia juga ada krisis karena Rusia mencaplok
Krimea. Apakah situasi sekarang mirip? Seingat saya sih enggak
setajam sekarang. Sekarang sangat tajam. Makanya saya bilang, perbedaannya
lebar dan dalam. Lengkap. Apa
isu kunci yang diharapkan bisa dihasilkan pada akhir KTT? Isu kuncinya pasti sejalan
dengan prioritas kita, yaitu di bidang kesehatan, transformasi digital, dan
transisi energi. Tiga prioritas itu ditetapkan pada November setelah
serah-terima presidensi dari Italia ke Indonesia. Belum ada perang kan (saat
itu). Dan kemudian ada perang. Ke sininya kita tahu ada satu isu yang harus
kita bicarakan, yaitu pangan. Kami memasukkan juga soal pangan. Jadi ada
empat isu. Pasti isi dokumen itu akan sejalan dengan prioritas atau isu yang
akan didebatkan dalam KTT nanti. Sebenarnya
bagaimana posisi kita dalam invasi Rusia ke Ukraina? Kami sangat konsisten.
Posisi kami dalam hal keutuhan wilayah dan kedaulatan sangat terang, jelas,
dan konsisten. Bahwa tentunya kalau kami mengatakan itu ada pihak yang
tersinggung, ya, mohon maaf. Tapi kan kita harus bersikap. Itu sikap yang
memang secara konsisten terus kami sampaikan bahwa setiap negara memiliki
kewajiban menghormati kedaulatan dan teritori atau integritas wilayah negara
lain. Dan itu dinyatakan secara jelas dalam Piagam PBB. Apakah
itu tidak berpengaruh terhadap presidensi G20, dengan Rusia di dalamnya? Saya yakin enggak, karena
mereka tahu bahwa pelaksanaan politik luar negeri kita konsisten. Jadi mereka
justru akan kaget kalau tiba-tiba Indonesia berubah. Karena konsistensi
itulah maka, kalau saya melihat, Indonesia dihormati. Karena kita konsisten,
berarti kita enggak bisa ditarik-tarik. Kita enggak bisa ditarik-tarik karena
kita berpolitik luar negeri berdasarkan nilai-nilai dan prinsip-prinsip. Garis
kebijakannya masih bebas aktif? Masih bebas aktif.
Kepentingan kita adalah, tentunya, ada dua. Satu, melayani kepentingan
nasional. Kedua, berkontribusi pada perdamaian dan kemakmuran dunia. Itu kan
ada dalam konstitusi. Jadi itu yang kita jalankan. Bahwa di satu titik kita
harus berteman dengan A, agak nyenggol B, besoknya mungkin berteman dengan B
dan nyenggol C, itu normal. Tapi mereka tahu kita konsisten dan tidak
memiliki intensi buruk. Presiden
Zelenskyy saat menelepon Jokowi juga mengajukan permintaan bantuan militer.
Apa jawaban Jokowi saat itu? Pelaksanaan politik luar
negeri kita mandatnya kan sudah jelas ada di konstitusi: berkontribusi
terhadap perdamaian dunia. Kalau perang? Itu
berarti tak mungkin memberi bantuan militer? Kita konsisten sesuai
dengan mandat konstitusi. Akan salah kalau kita melanggar konstitusi kita. Apakah
memberi bantuan militer tak sejalan dengan konstitusi? Pokoknya dasar kita
konstitusi. Apa
bantuan yang diberikan Indonesia kepada Ukraina? Bantuan kemanusiaan berupa
makanan dan obat-obatan dua pesawat. Saat ke Ukraina, Presiden juga membawa
bantuan kemanusiaan. Kita juga sudah berkomitmen ikut membantu membangun
rumah sakit yang rusak. Apakah
agenda utama KTT ASEAN pada November nanti masih soal Myanmar? Pastinya Myanmar salah
satu isu yang akan dibahas. Kalau ada KTT ASEAN, kita bicara mengenai rumah
tangga kita, kerja sama kita dengan mitra yang lain, seperti mekanisme ASEAN
Plus dengan Amerika dan macam-macam. Nah, pada saat kita bicara mengenai
urusan kerumahtanggaan, selain melihat perkembangan atau kemajuan kerja sama
ASEAN, kita bicara mengenai tantangan yang sedang dihadapi keluarga kita.
Sekarang salah satu tantangan yang sangat jelas adalah situasi di Myanmar. Apakah
mungkin ada upaya baru agar lima konsensus ASEAN tentang Myanmar bisa
dilaksanakan? Itu yang akan dibahas oleh
KTT ASEAN nanti. Jadi April 2021, atas inisiatif Indonesia, kita kumpul di
Sekretariat ASEAN. Dari peristiwa ini dihasilkan lima butir konsensus itu.
Sekarang kita akan duduk lagi bersama pemimpin ASEAN pada November mendatang.
Dalam pertemuan tingkat menteri luar negeri dan sebagainya kan kita berusaha
melakukan asesmen, apakah ada kemajuan? Kesimpulan para menteri luar negeri
mengatakan tidak ada perkembangan signifikan. Jadi pada saat kita ketemu
terakhir para menteri luar negeri mengatakan, "Oke, kita harus
melaporkan penilaian kita bahwa tidak ada kemajuan signifikan kepada para
pemimpin ASEAN." Apa sikap ASEAN selanjutnya akan diserahkan kepada para
pemimpin ASEAN. Anda
bertemu dengan sejumlah menteri luar negeri ASEAN beberapa hari lalu. Apakah
akan ada terobosan mengenai masalah Myanmar? Saya enggak mau menjawab
secara hipotetis, ya, karena pertemuannya belum terjadi. Tapi, sekali lagi,
kita berusaha. Diplomasi seperti itu yang kita lakukan. Ini urusan ASEAN.
Kalau kita tidak bisa menyelesaikan urusan ini, ASEAN juga akan tersandera.
Belum lagi pertanyaan dari publik. Makanya kami harus telaten, ngomong satu
per satu dengan semua anggota. Terutama karena kita tahun depan akan menjadi
Ketua ASEAN. Ada
kritik bahwa sikap ASEAN kurang kuat menekan Myanmar karena adanya politik
non-interference. Ini bukan campur tangan.
Ini refleksi kepedulian sebagai keluarga. Di Sekretariat ASEAN, pada April
2021, semua ada di sana, termasuk Jenderal Min Aung Hlaing (pemimpin junta
militer Myanmar). Kita duduk seperti satu keluarga saat para pemimpin
membahas lima butir konsensus itu. Dia ada di sana, bagian dari peserta
pertemuan. Dia bagian dari konsensus. Itu adalah cara keluarga menunjukkan
kepeduliannya kepada Myanmar. Jadi pesan sebenarnya begini, "Bantu kami untuk
membantumu." Yang jadi fokus kita adalah rakyat Myanmar. Dengan
pendekatan seperti ini, faktor niat baik Myanmar jadi sangat menentukan? Iya, dong. Makanya pada
satu dari lima butir konsensus itu kalimatnya adalah "utusan khusus
memfasilitasi dialog nasional". Kami bukan bagian dari dialog itu. Itu
wilayah Anda. Makanya kami tidak interference. Tapi mungkin kamu butuh
bantuan kami karena kamu tidak saling bicara, ayo kami bantu untuk saling
bicara. Tapi yang dapat menyelesaikan masalah Myanmar adalah orang Myanmar
sendiri. ● Sumber : https://majalah.tempo.co/read/wawancara/167244/wawancara-retno-marsudi-soal-hasil-konferensi-g20 |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar