Pentingnya
Intelektual dan Kesadaran dalam Pemilu Wahyu Minarno : Peneliti
di Charta Politika Indonesia |
KOMPAS, 24 Oktober 2022
Kampanye politik yang dipenuhi oleh ujaran kebencian
(hate speech) dan penyebaran informasi yang tidak benar (hoaks) tidak akan
pernah menghasilkan apa pun, kecuali kegaduhan dan pertengkaran. Sampai hari
ini, waktu dan energi yang sedianya dapat digunakan untuk memberikan edukasi
politik kepada masyarakat, menjelaskan tujuan dan trajektori politik
masing-masing, serta meraih simpati dari para calon pemilih justru
kontraproduktif. Beberapa kali masyarakat diarahkan untuk masuk ke
ruang-ruang politik yang begitu berantakan. Mereka dipaksa menyaksikan dan
menyerap energi dari ruang yang begitu gaduh dan penuh dengan pertarungan
narasi yang sama sekali tidak mendidik. Kekhawatiran yang kemudian terjadi
adalah duplikasi kepada ruang-ruang kehidupan sosial yang lainnya. Dampaknya,
pengetahuan masyarakat tentang politik dibalik sedemikian rupa, kesadaran
dimanipulasi. Peran intelektualitas Keberlangsungan proses-proses politik tidak cukup
hanya menuntut partisipasi aktif dari para penyelenggara, kontestan politik,
dan masyarakat. Partisipasi harus didasarkan pada intelektualitas dan
kesadaran dari setiap subyek di dalam politik sehingga setiap partisipasi
adalah kontribusi positif bagi proses sekaligus hasil pemilu. Hal ini
mengingat Pemilu 2024 adalah pemilu kesekian kalinya, di mana masyarakat dan
para peserta pemilu memiliki kebebasan, kesempatan dan akses yang lebih luas
dibandingkan dengan beberapa kontestasi sebelumnya. Kesempatan lebih besar untuk dipilih, kebebasan
lebih luas untuk memilih, serta akses yang lebih mudah dan cepat terhadap
hampir seluruh kebutuhan informasi dan komunikasi politik praktis memiliki
dua kecenderungan yang berdampak langsung terhadap proses dan hasil pemilu. Berperannya intelektualitas di dalam politik akan
mampu setidak-tidaknya mengimbangi pemikiran dan pendekatan politik yang
hampir selalu menghalalkan segala cara. Lebih jauh, kehadiran intelektualitas
akan mampu melahirkan kekuatan pengetahuan dan membangun kesadaran yang benar
tentang tujuan dan praktik-praktik politik. Politik jelas membutuhkan intelektualitas. Jika
politik dimaknai sebagai upaya dalam membangun jembatan kesejahteraan, intelektualitas
adalah arsitek sekaligus teknisinya. Jika politik dipahami sebagai cara untuk
meraih dan mengelola kekuasaan, intelektualitas akan menunjukkan jalur dan
kaidah-kaidah moralnya. Intelektualitas yang dimaksud adalah perangkat
keilmuan yang melekat padanya tanggung jawab terhadap pencarian kebenaran,
kemanusiaan, dan keadilan. Artinya, intelektual di dalam politik adalah siapa
pun yang mampu membangun, menata, dan menjalankan prinsip-prinsip ideal di
setiap praktik di dalam politik. Jika praktik politik tersebut salah satunya adalah
kampanye, intelektualitas akan mampu membangun konsep, menata isi, dan
menjalankan kegiatan kampanye secara baik dan produktif. Setiap bentuk dari
pertarungan politik, masyarakat akan selalu mendapat pendidikan dan pencerahan
darinya. Bukan sebaliknya. Intelektual tersebut tidak harus mereka yang terdiri
dari para elite partai politik dan penyelenggara pemilu. Bisa saja, sebagian
dari mereka justru adalah yang perlu untuk dikawal atau diimbangi dengan
intelektualitas. Maka diharapkan, intelektual politik juga lahir dari luar
itu. Mereka adalah para akademisi, budayawan, seniman,
ulama, bahkan masyarakat kelas bawah. Mereka adalah siapa pun yang memenuhi
syarat, yaitu memiliki perangkat keilmuan memadai dan melekat padanya
tanggung jawab terhadap pencarian kebenaran, kemanusiaan, dan keadilan di
dalam politik berikut proses-proses teknis di dalamnya. Mungkin saja mereka adalah minoritas di ruang-ruang
politik. Namun, dengan kapasitas, tanggung jawab, dan komitmen yang dimiliki,
mereka akan mampu membangun kantong-kantong inisiasi bagi terbentuknya
kesadaran kolektif. Kesadaran bersama bahwa setiap tahapan dari proses
politik harus dipastikan mampu membawa dampak positif. Kesadaran kolektif Menyampaikan pendapat dan informasi adalah hak
setiap warga negara. Namun, masyarakat perlu memilah dan memilih, pendapat
apa saja dan informasi mana saja yang harus diterima dan perlu untuk
disampaikan. Perlu disadari bahwa di setiap kampanye politik, terutama di era
digital seperti saat ini, siapa pun dengan sangat mudah menyampaikan
sekaligus menerima pesan politik dalam bentuk apa pun. Pemahaman terhadap
kepentingan utama rakyat, hubungannya dengan pesan-pesan politik yang
disampaikan, serta cara-cara yang digunakan di dalam berkampanye penting
untuk menjadi kesadaran bersama. Adu program dan adu strategi selalu ada di setiap
pertarungan politik. Meskipun kita masih sulit percaya terhadap absennya
berbagai pelanggaran di dalam pemilu, setidak-tidaknya dua hal tersebut dapat
dijadikan sebagai standar sikap di dalam politik. Masyarakat sudah harus bisa
mengukur dan menilai, program mana saja yang layak untuk diapresiasi dan
strategi apa saja yang sama sekali tidak perlu untuk disikapi. Program rasional dan relevan berbasis data ilmiah
yang dapat dipertanggungjawabkan, secara empiris sesuai dengan kebutuhan
masyarakat dan daerah, serta mudah dievaluasi, adalah program yang layak
untuk dipertimbangkan dibandingkan dengan program dengan sifat sebaliknya.
Tentu saja, masyarakat tidak cukup hanya melihat melalui program-program yang
saling beradu. Bagaimana cara program tersebut diperkenalkan, strategi
seperti apa yang digunakan, juga penting menjadi bahan pertimbangan. Cara memperkenalkan program dengan menabrak setiap
peraturan yang ada, strategi politik yang justru bertentangan dengan kode
etik dan moral sosial, tentu menjadi gambaran bagaimana nanti kekuasaan akan
dijalankan. Kesadaran seperti inilah yang saat ini kita butuhkan. Langkah awal Pemilu 2024 pasti akan berakhir dan terpilih seorang
kepala negara dan wakilnya, para wakil rakyat, dan para wakil daerah.
Selanjutnya akan terbentuk kabinet pemerintahan, susunan legislatif, dan
lembaga-lembaga pemerintahan lainnya mulai dari tingkat pusat hingga daerah.
Program yang selama ini diperkenalkan akan dijalankan dan masyarakat akan
dapat merasakan dan menilai secara langsung hasil dari partisipasi mereka. Kewajiban kita semua adalah menerima hasil dari
proses demokrasi tersebut, apa pun hasilnya. Adapun yang telah kita lakukan
hari ini, yaitu melibatkan intelektualitas dan kesadaran dengan kadar lebih
tinggi, menjadi titik awal untuk tetap diberlakukan tidak hanya pada
pemilu-pemilu berikutnya, tetapi juga di dalam setiap ruang dan waktu
politik. Jika seluruh atau sebagian dari setiap subyek
politik memiliki komitmen terhadap pentingnya intelektualitas dan kesadaran
di dalam politik, politik kita dapat diilustrasikan sebagai air keruh di
dalam gelas yang terus-menerus kita isi dengan air yang bening. Meskipun kita
sadar, selain setiap proses butuh waktu, setiap usaha selalu ada tantangan. ● Sumber :
https://www.kompas.id/baca/opini/2022/10/22/pentingnya-intelektual-dan-kesadaran-dalam-pemilu |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar