Bagaimana PLN
Merancang Pensiun Dini PLTU Batu Bara Retno Sulistyowati : Jurnalis Majalah Tempo |
MAJALAH TEMPO, 30
Oktober 2022
SKEMA baru percepatan
penghentian pengoperasian pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara
segera meluncur. PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN akan
memperkenalkannya dalam acara puncak Konferensi Tingkat Tinggi G20 di Bali
pada 15-16 November mendatang. Kesepakatan ini akan diteken di depan para
pemimpin G20. “Kami sedang menyiapkannya,” kata Direktur Perencanaan Korporat
dan Pengembangan Bisnis PLN Hartanto Wibowo kepada Tempo, Jumat, 28 Oktober
lalu. Hartanto menyebut skema ini sebagai model early retirement atau pensiun
dini PLTU yang terbaru. Selama ini PLN merancang
berbagai model pensiun dini PLTU. Salah satunya spin-off with blended
financing atau pemisahan aset melalui pembiayaan khusus. Dalam skema ini, PLN
bekerja sama dengan PT Bukit Asam Tbk atau PTBA. Dalam pokok-pokok kerja sama
atau principal framework agreement yang diteken pada Selasa, 18 Oktober lalu,
PLN akan menjual PLTU Palabuhanratu atau PLTU Jawa Barat 2 di Kabupaten
Sukabumi, Jawa Barat. PLN dan PTBA akan mempersingkat masa operasi PLTU
berkapasitas 3 x 350 megawatt itu dari 24 tahun menjadi 15 tahun. Pensiun dini PLTU adalah
bagian dari inisiatif PLN untuk menurunkan emisi karbon dan mendukung target
pemerintah menuju nol emisi atau net zero emission pada 2060. Dalam Special
Event Road to G20 Himpunan Ikatan Alumni Perguruan Tinggi Negeri pada Selasa,
25 Oktober lalu, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto
mengatakan pemerintah memperbarui dokumen Kontribusi yang Ditetapkan secara
Nasional (NDC) dengan mempercepat pencapaian net zero emission. Indonesia
menaikkan target pengurangan emisi dari 29 persen menjadi 31,89 persen pada
2030 dengan upaya sendiri atau dari 41 persen menjadi 43,20 persen dengan
dukungan internasional. Presiden Joko Widodo juga
menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022 pada 13 September lalu
tentang percepatan pengembangan energi terbarukan untuk tenaga listrik.
Aturan ini memuat prioritas Indonesia terhadap pembangkit listrik energi
terbarukan serta penghentian pembangunan PLTU. Direktur Jenderal Energi
Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral Dadan Kusdiana mengatakan pemerintah melarang pembangunan PLTU baru,
tapi ada sejumlah pengecualian. Pengecualian pertama berlaku bagi PLTU yang
dipatok dalam rencana umum penyediaan tenaga listrik yang ditetapkan sebelum
13 September 2022. Pengecualian kedua berlaku
bagi PLTU yang terintegrasi dengan industri yang meningkatkan nilai tambah
sumber daya alam atau tergolong proyek strategis nasional. Pengecualian juga
berlaku untuk PLTU yang bisa menurunkan emisi gas rumah kaca minimal 35
persen dalam waktu 10 tahun sejak beroperasi dan beroperasi paling lama
sampai 2050. Total emisi karbon dari
sektor kelistrikan mencapai 250 juta metrik ton ekuivalen CO2 pada 2020.
Tanpa upaya khusus, emisi akan meningkat empat kali lipat pada 2060. Karena
itu, PLN melakukan bermacam upaya, antara lain menetapkan 23 persen
pembangkit listrik energi terbarukan dalam bauran energi mulai 2025. Selain
itu, lebih dari 50 persen pembangkit listrik anyar memakai energi terbarukan.
••• PERUSAHAAN Listrik Negara
telah merancang peta jalan pensiun dini PLTU. Hingga 2040, ada sejumlah PLTU
berkapasitas 6,7 gigawatt (GW) yang akan pensiun dini. Dari jumlah itu,
pengoperasian pembangkit berkapasitas 3,2 GW dihentikan secara alami,
misalnya karena masa kontraknya berakhir. Sedangkan pembangkit berkapasitas
3,5 GW sisanya akan diperpendek periode operasinya dengan berbagai cara. PLN
menargetkan semua PLTU batu bara berhenti beroperasi pada 2050. Executive Vice President Pembangkitan
dan Energi Baru dan Terbarukan PLN Herry Nugraha mengungkapkan metode seleksi
PLTU yang akan masuk program early retirement. Salah satunya melihat
ada-tidaknya peluang penerapan teknologi penangkapan, utilisasi, dan
penyimpanan karbon atau carbon capture, utilization, and storage pada PLTU
tersebut. “Jika tidak dapat diterapkan karena ruang yang terbatas atau malah
menambah biaya, PLTU itu masuk program pensiun dini,” ujarnya pada Senin, 10
Oktober lalu. Pertimbangan lain adalah
usia, fungsi pembangkitan, dan lokasi. PLTU yang memasok listrik ke pabrik
atau kawasan Ibu Kota tidak masuk program pensiun dini. "PLTU di Jawa
Tengah dan di sisi selatan (Jawa), misalnya, itu terlalu jauh untuk suplai ke
Jakarta dan Semarang, itu jadi yang utama,” tutur Herry. PLTU yang
berteknologi lama juga akan segera dipensiunkan. Menurut Direktur
Perencanaan Korporat dan Pengembangan Bisnis PLN Hartanto Wibowo, salah satu
kunci sukses program pensiun dini PLTU adalah pendanaan yang murah, seperti
dari hibah atau sumbangan filantropis. Dana itu diperlukan sebagai insentif
bagi operator yang harus menghentikan pengoperasian PLTU di luar rencana
awal, misalnya melalui skema pembiayaan baru dengan tingkat bunga yang lebih
rendah. “Dengan cara ini, tingkat pengembaliannya sama tapi umur operasi
pembangkit listrik lebih pendek,” ucapnya. Untuk urusan pembiayaan,
PLN bekerja sama dengan PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) atau SMI. SMI
menjadi country platform manager program Energy Transition Mechanism yang
bertugas mengelola mekanisme transisi energi dengan sumber pendanaan
komersial dan nonkomersial secara berkelanjutan. Misalnya pendanaan dari
Indonesia Investment Authority, lembaga donor/filantrop, lembaga multilateral
dan bilateral, serta lembaga internasional lain. Menurut Direktur
Pembiayaan dan Investasi SMI Sylvi J. Gani, berdasarkan diskusi dengan
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral serta pemangku kepentingan lain,
kebutuhan dana untuk program pensiun dini PLTU dengan kapasitas 1 GW sebesar
US$ 400-450 juta atau Rp 6-7 triliun. “Meskipun nilai itu terus bergerak,”
katanya dalam acara Indonesia Sustainable Energy Week pada Senin, 10 Oktober
lalu. Ditanyai tentang kebutuhan
dana untuk program pensiun dini PLTU, Hartanto mengatakan hal itu akan sangat
bergantung pada metode, skema pembiayaan, dan depresiasi. “Tidak ada generic
number atau magic number,” tuturnya. Hartanto optimistis
pembiayaan campuran atau blended financing akan menghasilkan pendanaan dengan
bunga yang lebih murah sehingga dapat mempercepat penghentian pengoperasian
PLTU. Secara prinsip, dia menerangkan, program early retirement PLTU tidak
boleh menambah beban fiskal negara. “Dengan mendapat pendanaan murah, harga
listrik juga tidak boleh naik,” ujarnya. Saat ini PLN berkolaborasi
dengan Bank Pembangunan Asia (ADB) dalam studi untuk mencari skema transisi
energi dan pendanaan murah. PLN juga mendatangi berbagai lembaga
internasional yang pernah menangani program early retirement untuk mengetahui
strategi yang pas. Dalam studi tersebut, menurut Hartanto, tidak ada
pembicaraan mengenai proyek tertentu. Termasuk tentang PLTU Pacitan di Jawa
Timur yang disebut-sebut bakal menjadi pembangkit listrik yang masuk program
pensiun dini. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar