Minggu, 24 Juli 2022

 

Tahap-Tahap Transisi Energi Sektor Transportasi

Fery Firmansyah :  Jurnalis Majalah Tempo

MAJALAH TEMPO, 23 Juli 2022

 

 

                                                           

KESIBUKAN terasa di ruangan Command Center kantor pusat PT Transportasi Jakarta atau Transjakarta, Cawang, Jakarta Timur, pada Selasa, 19 Juli lalu. Sebanyak 17 petugas di ruangan seluas lapangan basket itu memelototi monitor komputer, mengawasi bus kota yang lalu-lalang di seantero Jakarta.

 

Tak hanya menilik 13 koridor bus rapid transit (BRT) atau busway, petugas juga memantau pergerakan bus di luar BRT. "Semua aspek operasi dikendalikan dari sini,” kata Koordinator Command Center Transjakarta Arif Tryanto kepada Tempo.

 

Di antara ratusan bus yang dipantau, terselip unit baru berwarna putih, biru, dan kombinasi putih-jingga. Bus ini melaju di luar koridor BRT, membelah jalan utama dari Jakarta Pusat hingga Jakarta Selatan. Inilah armada bus listrik yang baru sebulan dioperasikan oleh Transjakarta.

 

Menurut Kepala Departemen Hubungan Masyarakat dan Kemitraan Transjakarta Iwan Samariansyah, saat ini baru ada 30 bus listrik milik PT Mayasari Bakti, satu dari sepuluh operator di bawah konsorsium Transjakarta. Bus ini bergerak di rute Senen-Blok M dan Blok M-Tanah Abang.

 

Hingga akhir tahun ini, Transjakarta berniat mengoperasikan 100 bus listrik. Tahun depan, jumlahnya akan naik sepuluh kali lipat dan pada 2025 bakal ada 3.000 bus listrik. "Memang ambisius, tapi kami optimistis target itu tercapai,” ujarnya.

 

Upaya Transjakarta ini menjadi bagian dari usaha mencapai target transisi energi dan pengurangan emisi karbon di sektor transportasi, seperti yang dicanangkan pemerintah. Pada 2025, perusahaan milik pemerintah Jakarta ini menargetkan pengurangan emisi karbon hingga 50,3 persen.

 

Di luar Jakarta, pengoperasian bus listrik yang cukup masif digarap oleh Perusahaan Umum DAMRI. Pelaksana tugas Sekretaris Perusahaan DAMRI, Siti Inda Suri, mengatakan uji coba bus listrik berlangsung di Terminal 3 Gate 5 Bandar Udara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, pada November tahun lalu. DAMRI mengoperasikan bus listrik merek E-Inobus buatan PT Industri Kereta Api (Persero) dan Edison Motors buatan PT Energi Makmur Buana.

 

Menurut Siti, pada pertemuan puncak G20 di Bali pada Oktober mendatang, DAMRI akan mengoperasikan 30 bus listrik. Setelah acara ini selesai, bus tersebut dipakai sebagai angkutan perkotaan di Bandung dan Surabaya. “DAMRI akan mengerahkan 53 bus E-Inobus untuk angkutan perkotaan di Bandung dan Surabaya. Satu bus Edison Motors menjadi angkutan bandara,” kata Siti pada Selasa, 5 Juli lalu.

 

DAMRI akan menjalankan skema bisnis buy the service bersama Kementerian Perhubungan. Dalam skema ini, Kementerian Perhubungan membayar DAMRI berdasarkan nilai jasa angkutan per kilometer. Penghitungan harganya didasarkan pada biaya pokok operasional.

 

•••

 

PEMERINTAH memiliki target besar untuk menurunkan emisi karbon di sektor transportasi. Melalui fuel switching atau peralihan dari bahan bakar minyak ke energi bersih, pemerintah menargetkan penurunan emisi 10,02 juta ton karbon dioksida pada 2030. 

 

Agar target ini lekas terwujud, pemerintah membidik kendaraan listrik karena jenis kendaraan ini tak mengeluarkan karbon dioksida. Emisinya jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan emisi mobil bensin atau solar, yang menurut hitungan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menghasilkan karbon dioksida rata-rata 125 gram per kilometer. Penggunaan kendaraan listrik sebagai angkutan publik, kendaraan komersial, dan kendaraan dinas menjadi prioritas. Baru kemudian elektrifikasi kendaraan pribadi digenjot secara bertahap.

 

Pemerintah juga mendorong pemakaian bus listrik sebagai moda transportasi perkotaan dan antarkota antarprovinsi (AKAP) serta angkutan multimoda yang terhubung ke bandara atau pelabuhan. Selain didatangkan lewat impor, pengadaan bus listrik disokong PT Industri Kereta Api atau Inka melalui proyek Bus Listrik Merah Putih.

 

Kepada Tempo, Direktur Pengembangan Inka Agung Sedaju mengatakan 19 unit bus listrik tahap pertama akan selesai dibuat pada pertengahan September mendatang. Kementerian Perhubungan memesan 53 bus listrik sebagai armada buy the service. DAMRI akan mengoperasikan 39 unit di Surabaya dan 14 lainnya di Bandung mulai Desember mendatang.

 

Setelah untuk dalam kota, Kementerian Perhubungan menyusun strategi elektrifikasi bagi angkutan jarak jauh. Pemerintah menargetkan 25 persen bus AKAP di jalur Trans Jawa dan Trans Sumatera memakai bus listrik pada 2030. Sepuluh tahun kemudian, porsinya naik menjadi 50 persen dan pada 2045 semua angkutan Trans Jawa dan Trans Sumatera beralih ke bahan bakar listrik.

 

Namun tak mudah mewujudkan rencana ini. Kepala Subdirektorat Angkutan AKAP Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Handa Lesmana mengatakan salah satu kendala pengoperasian bus listrik jarak jauh adalah keterbatasan stasiun pengisian kendaraan listrik (SPKL). "Teknologi baterai yang ada saat ini juga masih riskan untuk jarak jauh," tuturnya dalam webinar “Busworld Southeast Asia” pada 8 Juni lalu.

 

Biayanya pun tak murah. Pengadaan bus listrik Transjakarta bisa menjadi gambaran. Hitungan pada Mei lalu menyebutkan Transjakarta membutuhkan Rp 33 triliun untuk membeli 10.047 bus listrik beserta pengisi baterainya. Sebanyak Rp 21,5 triliun digunakan untuk mengadakan bus tipe mikro, medium, single, dan articulated alias bus panjang. Sisanya buat pengadaan infrastruktur SPKL dan biaya jaringan listrik. Harga bus listrik merek BYD buatan Cina sebesar Rp 5 miliar, dua kali lipat harga bus biasa.

 

Sekretaris Perusahaan Transjakarta Anang Rizkani Noor mengatakan ada berbagai opsi untuk mencari dana tersebut. Bulan lalu, Transjakarta dan pemerintah DKI Jakarta menjajaki penerbitan obligasi hijau atau green bond di Inggris. Ada pula rencana kerja sama sewa pakai dengan produsen bus listrik di luar negeri untuk menekan anggaran pengadaan. "Opsi lain adalah pembiayaan kreatif, seperti penjualan hak penamaan (naming rights) pada sponsor di halte-halte kami," kata Anang kepada Tempo pada Selasa, 12 Juli lalu.

 

Untuk fasilitas pengisian listrik, hingga Juni lalu PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) sudah membangun 139 unit di 110 lokasi yang terletak di 48 kota. Vice President Komunikasi Korporat PT PLN Gregorius Adi Trianto mengatakan ada beberapa skema pembangunan SPKL. Salah satunya sharing economy model partnership yang mensyaratkan mitra bisnis menyediakan lahan serta mengoperasikan alat pengisi daya listrik.

 

Ada pula skema investor own investor operate (IO2) yang mensyaratkan mitra menyiapkan investasi sesuai dengan jenis SPKL. Yang terakhir adalah sharing economic model yang menawarkan kemudahan dan biaya investasi rendah. Lewat skema ini, operator angkutan atau mitra bisnis yang akan membangun SPKL tidak perlu memiliki izin usaha penyediaan tenaga listrik. “Terbuka peluang kolaborasi yang menguntungkan semua pihak," ucap Gregorius. ●

 

Sumber :   https://majalah.tempo.co/read/ekonomi-dan-bisnis/166483/tahap-tahap-transisi-energi-sektor-transportasi

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar