Tahap-Tahap Transisi Energi Sektor
Transportasi Fery Firmansyah : Jurnalis Majalah Tempo |
MAJALAH TEMPO, 23
Juli
2022
KESIBUKAN terasa di
ruangan Command Center kantor pusat PT Transportasi Jakarta atau
Transjakarta, Cawang, Jakarta Timur, pada Selasa, 19 Juli lalu. Sebanyak 17
petugas di ruangan seluas lapangan basket itu memelototi monitor komputer,
mengawasi bus kota yang lalu-lalang di seantero Jakarta. Tak hanya menilik 13 koridor
bus rapid transit (BRT) atau busway, petugas juga memantau pergerakan bus di
luar BRT. "Semua aspek operasi dikendalikan dari sini,” kata Koordinator
Command Center Transjakarta Arif Tryanto kepada Tempo. Di antara ratusan bus yang
dipantau, terselip unit baru berwarna putih, biru, dan kombinasi
putih-jingga. Bus ini melaju di luar koridor BRT, membelah jalan utama dari
Jakarta Pusat hingga Jakarta Selatan. Inilah armada bus listrik yang baru
sebulan dioperasikan oleh Transjakarta. Menurut Kepala Departemen
Hubungan Masyarakat dan Kemitraan Transjakarta Iwan Samariansyah, saat ini
baru ada 30 bus listrik milik PT Mayasari Bakti, satu dari sepuluh operator
di bawah konsorsium Transjakarta. Bus ini bergerak di rute Senen-Blok M dan
Blok M-Tanah Abang. Hingga akhir tahun ini,
Transjakarta berniat mengoperasikan 100 bus listrik. Tahun depan, jumlahnya
akan naik sepuluh kali lipat dan pada 2025 bakal ada 3.000 bus listrik.
"Memang ambisius, tapi kami optimistis target itu tercapai,” ujarnya. Upaya Transjakarta ini
menjadi bagian dari usaha mencapai target transisi energi dan pengurangan
emisi karbon di sektor transportasi, seperti yang dicanangkan pemerintah.
Pada 2025, perusahaan milik pemerintah Jakarta ini menargetkan pengurangan
emisi karbon hingga 50,3 persen. Di luar Jakarta,
pengoperasian bus listrik yang cukup masif digarap oleh Perusahaan Umum
DAMRI. Pelaksana tugas Sekretaris Perusahaan DAMRI, Siti Inda Suri,
mengatakan uji coba bus listrik berlangsung di Terminal 3 Gate 5 Bandar Udara
Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, pada November tahun lalu. DAMRI
mengoperasikan bus listrik merek E-Inobus buatan PT Industri Kereta Api
(Persero) dan Edison Motors buatan PT Energi Makmur Buana. Menurut Siti, pada
pertemuan puncak G20 di Bali pada Oktober mendatang, DAMRI akan
mengoperasikan 30 bus listrik. Setelah acara ini selesai, bus tersebut
dipakai sebagai angkutan perkotaan di Bandung dan Surabaya. “DAMRI akan
mengerahkan 53 bus E-Inobus untuk angkutan perkotaan di Bandung dan Surabaya.
Satu bus Edison Motors menjadi angkutan bandara,” kata Siti pada Selasa, 5
Juli lalu. DAMRI akan menjalankan
skema bisnis buy the service bersama Kementerian Perhubungan. Dalam skema
ini, Kementerian Perhubungan membayar DAMRI berdasarkan nilai jasa angkutan
per kilometer. Penghitungan harganya didasarkan pada biaya pokok operasional. ••• PEMERINTAH memiliki target
besar untuk menurunkan emisi karbon di sektor transportasi. Melalui fuel
switching atau peralihan dari bahan bakar minyak ke energi bersih, pemerintah
menargetkan penurunan emisi 10,02 juta ton karbon dioksida pada 2030. Agar target ini lekas
terwujud, pemerintah membidik kendaraan listrik karena jenis kendaraan ini
tak mengeluarkan karbon dioksida. Emisinya jauh lebih kecil jika dibandingkan
dengan emisi mobil bensin atau solar, yang menurut hitungan Kementerian
Energi dan Sumber Daya Mineral menghasilkan karbon dioksida rata-rata 125
gram per kilometer. Penggunaan kendaraan listrik sebagai angkutan publik,
kendaraan komersial, dan kendaraan dinas menjadi prioritas. Baru kemudian
elektrifikasi kendaraan pribadi digenjot secara bertahap. Pemerintah juga mendorong
pemakaian bus listrik sebagai moda transportasi perkotaan dan antarkota
antarprovinsi (AKAP) serta angkutan multimoda yang terhubung ke bandara atau
pelabuhan. Selain didatangkan lewat impor, pengadaan bus listrik disokong PT
Industri Kereta Api atau Inka melalui proyek Bus Listrik Merah Putih. Kepada Tempo, Direktur
Pengembangan Inka Agung Sedaju mengatakan 19 unit bus listrik tahap pertama
akan selesai dibuat pada pertengahan September mendatang. Kementerian
Perhubungan memesan 53 bus listrik sebagai armada buy the service. DAMRI akan
mengoperasikan 39 unit di Surabaya dan 14 lainnya di Bandung mulai Desember
mendatang. Setelah untuk dalam kota,
Kementerian Perhubungan menyusun strategi elektrifikasi bagi angkutan jarak
jauh. Pemerintah menargetkan 25 persen bus AKAP di jalur Trans Jawa dan Trans
Sumatera memakai bus listrik pada 2030. Sepuluh tahun kemudian, porsinya naik
menjadi 50 persen dan pada 2045 semua angkutan Trans Jawa dan Trans Sumatera
beralih ke bahan bakar listrik. Namun tak mudah mewujudkan
rencana ini. Kepala Subdirektorat Angkutan AKAP Direktorat Jenderal
Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Handa Lesmana mengatakan salah satu
kendala pengoperasian bus listrik jarak jauh adalah keterbatasan stasiun
pengisian kendaraan listrik (SPKL). "Teknologi baterai yang ada saat ini
juga masih riskan untuk jarak jauh," tuturnya dalam webinar “Busworld
Southeast Asia” pada 8 Juni lalu. Biayanya pun tak murah.
Pengadaan bus listrik Transjakarta bisa menjadi gambaran. Hitungan pada Mei
lalu menyebutkan Transjakarta membutuhkan Rp 33 triliun untuk membeli 10.047
bus listrik beserta pengisi baterainya. Sebanyak Rp 21,5 triliun digunakan
untuk mengadakan bus tipe mikro, medium, single, dan articulated alias bus
panjang. Sisanya buat pengadaan infrastruktur SPKL dan biaya jaringan
listrik. Harga bus listrik merek BYD buatan Cina sebesar Rp 5 miliar, dua
kali lipat harga bus biasa. Sekretaris Perusahaan
Transjakarta Anang Rizkani Noor mengatakan ada berbagai opsi untuk mencari
dana tersebut. Bulan lalu, Transjakarta dan pemerintah DKI Jakarta menjajaki
penerbitan obligasi hijau atau green bond di Inggris. Ada pula rencana kerja
sama sewa pakai dengan produsen bus listrik di luar negeri untuk menekan
anggaran pengadaan. "Opsi lain adalah pembiayaan kreatif, seperti
penjualan hak penamaan (naming rights) pada sponsor di halte-halte
kami," kata Anang kepada Tempo pada Selasa, 12 Juli lalu. Untuk fasilitas pengisian
listrik, hingga Juni lalu PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) sudah
membangun 139 unit di 110 lokasi yang terletak di 48 kota. Vice President
Komunikasi Korporat PT PLN Gregorius Adi Trianto mengatakan ada beberapa
skema pembangunan SPKL. Salah satunya sharing economy model partnership yang
mensyaratkan mitra bisnis menyediakan lahan serta mengoperasikan alat pengisi
daya listrik. Ada pula skema investor
own investor operate (IO2) yang mensyaratkan mitra menyiapkan investasi
sesuai dengan jenis SPKL. Yang terakhir adalah sharing economic model yang
menawarkan kemudahan dan biaya investasi rendah. Lewat skema ini, operator
angkutan atau mitra bisnis yang akan membangun SPKL tidak perlu memiliki izin
usaha penyediaan tenaga listrik. “Terbuka peluang kolaborasi yang
menguntungkan semua pihak," ucap Gregorius. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar