Koperasi Agribisnis
Digital
Muh Faturokhman : Dosen Prodi
Manajemen Agribisnis, Sekolah Vokasi IPB University/Pengurus Harian ICMI
Orwilsus Bogor
SINDONEWS,
12 Juli 2022
SEJAK kelahiran
Koperasi 77 tahun lalu, tepatnya 12 Juli 1945 melalui kongres pertama yang
diadakan di Tasikmalaya, gerakan koperasi sudah memberikan kontribusi besar
bagi pembangunan nasional. Koperasi baik dalam bentuk kelembagaan usaha
ataupun gerakan, mewarnai perjalanan Bangsa Indonesia dalam bidang ekonomi
dan pertanian. Dalam bidang
ekonomi, peran signifikan koperasi adalah mewadahi kelembagaan pelaku UMKM
(Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) dalam berbagai jenis usaha. Selain itu,
koperasi mampu men-support kebutuhan finansial pelaku UMKM. Data Kementerian
Keuangan (2021) menunjukan bahwa UMKM memiliki kontribusi terhadap PDB
(Produk Domestik Bruto) sebesar 61,07%. Bahkan UMKM merupakan sektor yang
mendominasi penyerapan tenaga kerja nasional hingga 97%. Kondisi ini
menunjukan kontribusi besar UMKM dan koperasi dalam pembangunan nasional. Di bidang
pertanian, sejarah mencatat bahwa Indonesia untuk pertama kalinya dapat
melakukan swasembada pangan khususnya komoditas beras dari 1984-1988.
Swasembada ini mendapatkan penghargaan dari badan pangan dunia (FAO),
tepatnya pada 1985. Prestasi tersebut tidak lepas dari kontribusi KUD
(Koperasi Unit Desa) yang mampu menjadi salah satu penggerak sektor budidaya
pertanian, perikanan dan peternakan. Saat ini,
peran tersebut relatif menurun seiring dengan menurunnya peran KUD di
berbagai daerah. Namun secara umum peran koperasi yang berbasis agribisnis
cukup signifikan dalam penyediaan kebutuhan pangan nasional baik dalam sektor
pertanian, sektor perikanan dan kelautan dan sub sektor peternakan. Pada era
digitalisasi saat ini, koperasi berbasis agribisnis memiliki peran dan
tantangan yang berbeda, agar mampu menyesuaikan dengan perubahan-perubahan
yang terjadi akibat disrupsi. Tantangan Koperasi Berbasis Agribisnis Era industri
4.0 telah mendisrupsi semua bidang kehidupan, tidak terkecuali bidang pemasaran
dan bisnis yang melekat pada aktivitas koperasi. Berbagai pendekatan koperasi
yang dilakukan secara konvensional harus mulai disesuaikan dengan pendekatan
digitalisasi. Ketertinggalan dalam mereposisi pendekatan bisnis akan
berdampak pada teralienasinya koperasi dalam persaingan pasar. Strategi
marketing mix (bauran pemasaran) dari mulai strategi produk, strategi harga,
strategi promosi dan strategi tempat (distribusi) harus menyesuaikan dengan
pendekatan digitalisasi. Dalam hal ini, konsep digitalisasi tidak hanya
dimaknai dalam konteks alat (tools), tapi juga fungsi dan daya respons
terhadap perubahan-perubahan pasar atau konsumen antara lain dalam bentuk
fisik dan pelayanan. Responsivitas terhadap perubahan atribut konsumen yang
beragam dapat diantisipasi jika koperasi memiliki daya inovasi dan
kreativitas, sehingga bagaimanapun perubahan yang terjadi, maka koperasi
dapat menyesuaikan dengan kondisi yang ada. Hal ini
sejalan dengan yang disampaikan Pereira et al (2020) dalam menghadapi
revolusi 4.0, tantangan pelaku bisnis antara lain, pertama pelaku bisnis
harus mampu untuk terus berinovasi guna menghadirkan produk-produk baru
sesuai kebutuhan konsumen dan tren pasar dalam waktu singkat. Kedua, pelaku
bisnis harus mampu mendesain sIstem kerja yang produktif, efisien dan
fleksibel guna memperkuat keunggulan daya saing di seluruh jaringannya, dan
ketiga, kecerdasan buatan akan memegang peran penting dalam mengintegrasikan
business process, produk dan peralatan pendukung operasional bisnis. Tantangan yang
sama dihadapi oleh koperasi berbasis agribisnis di era 4.0, bahkan jauh lebih
pelik. Komoditas pertanian yang memiliki karakteristik perishable food,
bulky, non homogenity atau beragam jenis dan bentuk serta musiman tentu
membutuhkan penanganan yang lebih kompleks. Hal ini menjadi tantangan
tersendiri bagi koperasi dalam menerapkan digitalisasi pada komoditas
pertanian. Misalnya dalam penjualan komoditas pertanian secara online dengan
menggunakan media sosial, marketplace atau e-commerce tentu pembeli bisa
berasal dari luar daerah atau luar pulau bahkan luar negeri. Dalam kondisi
seperti ini bagaimana koperasi dapat mengemas dan mempertahankan kualitas
produk dengan jarak atau waktu pengiriman yang jauh lebih lama. Selain itu,
jika komoditas bersifat bulky atau voulminous maka akan memerlukan space yang
lebih luas saat proses distribusi yang berakibat pada mahalnya biaya angkut.
Kedua hal ini menjadi tantangan yang dihadapi oleh koperasi. Di sinilah
diperlukan inovasi dan kreativitas sumberdaya manusia koperasi untuk
merespons tantangan tersebut. Di sisi lain, dengan digitalisasi peluang
pemasaran semakin terbuka luas, ruang informasi dan promosi tidak lagi
dibatasi oleh sekat-sekat wilayah dan administratif, sehingga potensi
penerimaan dari hasil penjualan akan semakin besar. Peran Koperasi Agribisnis Tujuan
dimasukannya konsep dasar koperasi dalam konsitusi negara UUD 1945 oleh Bung
Hatta adalah terbangunnya ekonomi kerakyatan yang berbasis pada kemandirian
guna meningkatkan kesehateraan masyarakat. Tujuan mulia ini didasari oleh
derasnya praktik-praktik kapitalistik yang menghegemoni aktivitas ekonomi
masyarakat, termasuk didalamnya dalam bidang perdagangan pangan dan pertanian
(agri food). Di sisi lain, peran dasar hadirnya koperasi berbasis agribisnis
dalam agri food adalah bagaimana koperasi secara kelembagaan mampu
meningkatkan kesejahteraan para pelaku utama pembudidaya antara lain petani,
peternak dan pembudidaya ikan yang seringkali menjadi pelaku yang dirugikan. Koperasi harus
dapat berperan sebagai penyeimbang (contervailing power) antara pelaku
pembudidaya dengan aktor-aktor lain seperti processor, trader maupun retailer
sehingga nilai tambah (value added) yang ada pada komoditas pertanian akan
dirasakan juga oleh para petani. Pada era digitalisasi
saat ini, peran koperasi berbasis agribisnis akan semakin besar. Peluang dan
tantangan yang disebutkan sebelumnya menjadi dasar dalam merevitalisasi peran
koperasi agribisnis. Peran yang dapat dilakukan antara lain: Pertama,
koperasi harus bermigrasi dari sistem konvensional ke sistem digital dalam
perangkat teknis, operasional maupun marketing. Hal ini dilakukan guna
merespons perubahan pasar yang sangat dinamis dalam bentuk produk, kecepatan
pengiriman, keragaman, harga dan keamanan pangan. Peran ini dapat dilakukan
koperasi baik sebagai produsen, pemasar (hub) maupun supporting system.
Kedua, koperasi dapat berperan sebagai penghubung (hub) antara petani dengan
pasar malalui platform digital. Dengan
mendekatkan petani ke pasar, maka harga jual ditingkat petani akan lebih
stabil karena biaya distribusi akan lebih rendah. Hal ini dapat membantu
petani dalam stabilisasi harga. Ketiga, pasar yang semakin mengglobal,
memungkinkan koperasi dapat melakukan kegiatan ekspor komoditas pertanian. Peran yang
dapat dilakukan koperasi adalah melakukan kerjasama dengan market place
global dalam mengekspor hasil produk para petani tentu dengan mutu produk
yang memenuhi standar internasional. Dalam hal ini koperasi dapat berperan
sebagai pendamping petani untuk menghasilkan komoditas pertanian yang
terstandar internasional. Kempat, Dengan digitalisasi baik dalam sistem
produksi yang memanfaatkan artificial intelligence maupun dalam pemasaran,
akan berdampak pada efisiensi biaya produksi dan pemasaran. Hal ini berdampak
pada peningkatan pendapatan koperasi, sehingga SHU (sisa hasil usaha) yang
dapat dibagikan kepada para anggota akan meningkat. Agenda ke Depan Untuk
merespons tuntutan perubahan di berbagai apsek yang terdisrupsi, maka
setidaknya ada beberapa aganda yang harus dilakukan oleh semua stakeholder
koperasi yang berbasis agribisnis termasuk peran pemerintah sebagai
regulator. Pertama, secara internal, koperasi harus melakukan konsolidasi
yang terfokus pada revitalisasi business process yang konvesional ke sistem
digital yang memungkinkan terkoneksinya berbagai kebutuhan ke berbagai mitra
bisnis, atara lain pemasok (petani), pasar maupun pihak Bank. Kedua,
Diperlukan peningkatan literasi digital dan kemampuan teknis digitalisasi
oleh SDM yang ada di koperasi. Untuk itu diperlukan program pelatihan dan
pendampingan pelaku koperasi berbasis agribisnis (agri food) secara kontinyu
dan bertahap. Hal ini dapat dilakukan oleh pemerintah pudat, daerah,
perguruan tinggi dan lembaga swadaya masyarakat yang concern dalam
pemberdayaan UMKM dan koperasi. Ketiga, diperlukan dukungan pemerintah dalam
bentuk regulasi yang memudahkan proses digitalisasi koperasi. Dengan regulasi
yang mendukung, diharapkan para pelaku koperasi akan lebih mudah dalam
melakukan migrasi dari sistem konvensional ke sistem digital. Selamat Hari Koperasi, semoga
ikhtiar menjadikan koperasi sebagai sokoguru perekonomian dapat tecapai. ● Sumber
: https://nasional.sindonews.com/read/824113/18/koperasi-agribisnis-digital-1657591643?showpage=all |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar