Salah
Kaprah Ucapan ”Dirgahayu HUT RI” Nur Adji ; Penyelaras Bahasa Kompas |
KOMPAS, 14 Agustus 2021
Tepat
pada 17 Agustus 2021, Indonesia berusia 76 tahun. Baik individu maupun instansi
biasanya bersegera memasang spanduk atau iklan yang berisi ucapan selamat.
Pemasangan spanduk atau iklan itu untuk menunjukkan kecintaan kepada republik
ini sangat tinggi. Kecintaan
itu patut dihargai, apalagi jika ucapan yang diterakan dalam spanduk atau
iklan tersebut sesuai kaidah. Nah,
di sinilah masalahnya. Kerap ditemukan penulisan ucapan selamat tersebut
tidak tepat. Tahun berganti tahun, dekade berganti dekade, ucapan yang muncul
selalu beragam, dan kesalahan yang sama pun berulang. Ucapan
selamat yang tidak tepat, misalnya, adalah yang sejenis ini: ”HUT RI Ke-74,
TNI Pamer Alutsista di Mal Pekanbaru”. HUT
RI Ke-74 merupakan frasa yang selalu berulang diucapkan, dan keliru. Kerap
diingatkan oleh orang atau pihak yang berkompeten di bidang bahasa bahwa yang
tepat adalah HUT Ke-74 RI. Kenapa
demikian? Jika kata bilangan peringkat ke-74 diletakkan di belakang RI,
penafsiran yang muncul adalah jumlah RI sebanyak 74. Penafsiran
itu juga menunjukkan bahwa entitas yang sedang berulang tahun adalah RI yang
ke-74, bukan RI yang ke-5, ke-10, atau RI yang lain. Padahal, kita tahu,
negara RI hanya ada satu, yakni RI yang sedang berumur 74 tahun. Posisi
dalam struktur demikian berpengaruh terhadap makna atau penafsiran yang
muncul. Itulah sebabnya, untuk menghindari taksa atau keambiguan, kata
bilangan ke-74 harus ditempatkan setelah HUT, bukan setelah RI. Hal
itu bisa diujikan pada contoh lain, misalnya ”Hari Jadi Ke-74 TNI Berlangsung
Sederhana”. Kalimat tersebut menunjukkan bahwa yang sedang merayakan hari
jadi ke-74 adalah TNI. Jika
kita balik posisinya, ”Hari Jadi TNI Ke-74 Berlangsung Sederhana”, penafsiran
yang muncul adalah entitas yang sedang merayakan hari jadi adalah TNI yang
ke-74. Padahal, kita juga tahu, TNI hanya ada satu, yakni TNI yang sedang
merayakan hari jadi ke-74. Yang
patut menjadi catatan adalah jika perayaan yang menggunakan kata hari
tersebut merupakan sebuah nama. Penulisan Hari Bhayangkara, misalnya, yang
merupakan hari kepolisian nasional (Polri), tidak ditulis menjadi Hari Ke-74
Bhayangkara. Penulisannya tetap Hari Bhayangkara Ke-74. Jika
kita menempatkan kata bilangan peringkat ke-74 di antara hari dan
bhayangkara, makna yang ditimbulkan menjadi lain. Hari Ke-74 Bhayangkara
tidak menunjukkan bahwa kepolisian sedang merayakan hari jadi ke-74, tetapi
kepolisian sedang melakukan sesuatu pada hari ke-74. Dengan kata lain,
sebelum pada hari ke-74, ada hari lain, yakni hari ke-73, ke-72, dan
seterusnya, yang dilakukan kepolisian. Hal
tersebut bisa diujikan juga pada perayaan lain yang menggunakan kata hari
sebagai nama, misalnya Hari AIDS, Hari
Bumi, dan Hari Ibu. Jadi, untuk
Hari AIDS, umpamanya, kita bisa menuliskan Hari AIDS Ke-32 atau peringatan
ke-32 (tahun) Hari AIDS. Harap
diperhatikan pula penggunaan ke- dalam tulisan tersebut. Jika imbuhan ini
dimasukkan dalam struktur ucapan, mestinya ditulis dengan huruf kapital. Ke-
di sini adalah imbuhan, bukan kata depan. Maka, penulisan yang tepat adalah HUT Ke-76 Republik Indonesia, bukan HUT ke-76 Republik Indonesia. Dirgahayu HUT RI Tulisan
yang juga tidak tepat adalah Dirgahayu HUT RI untuk menandakan bahwa RI
sedang berulang tahun. Contoh, ”Ucapan Dirgahayu HUT RI Ke-74 Bertebaran di
Mana-mana”. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia daring, kata dirgahayu bermakna ’berumur panjang
(biasanya ditujukan kepada negara atau organisasi yang sedang memperingati
hari jadinya)’. Bisa juga bermakna ’(semoga) panjang umur’. Contoh dalam KBBI
ialah dirgahayu Republik Indonesia, yang berarti ’(semoga) panjang umur
Republik Indonesia’. Penempatan
kata dirgahayu yang berasal dari bahasa Sanskerta sebelum HUT menyebabkan
maknanya tidak sesuai dengan maksud si pembuat ucapan. Dirgahayu HUT berarti
’(semoga) panjang umur HUT’ atau ’(semoga) HUT berumur panjang’. Kata
dirgahayu lebih pas jika disandingkan dengan RI yang berulang tahun, bukan
dengan HUT. Jadi, Dirgahayu RI, ’(semoga) panjang umur RI’ atau ’(semoga) RI
berumur panjang’, adalah ucapan yang dianjurkan. Bagaimana
pula jika kita ingin mengganti Indonesia, atau menambahkan kata kemerdekaan,
di samping kata Indonesia, kita pun dapat melakukannya. Misalnya, Dirgahayu Kemerdekaan Indonesia atau Dirgahayu Kemerdekaan RI. Makna
yang timbul dari ungkapan tersebut adalah ’(semoga) panjang umur kemerdekaan
RI’. Kita mendoakan agar kemerdekaan yang kita raih dan miliki panjang
usianya, berlanjut ke akhir zaman, karena kita tidak mau penjajahan oleh
bangsa lain terjadi lagi. Dalam
tulisan yang tersebar di media daring, yang semuanya merujuk ke sebaran yang
diberikan Badan Bahasa, kata bilangan tidak dianjurkan untuk ditempatkan
dalam struktur dirgahayu RI atau dirgahayu kemerdekaan RI. Dalam
sebaran dinyatakan bahwa ucapan yang dianggap benar adalah Dirgahayu Republik Indonesia, Dirgahayu
RI, atau Dirgahayu Kemerdekaan
Indonesia. Sementara Dirgahayu HUT
RI, Dirgahayu RI Ke-76, dan
Dirgahayu Kemerdekaan Kita Ke-76 dianggap salah. Mungkin
perlu dipertimbangkan pendapat yang diungkapkan JS Badudu (almarhum)
bertahun-tahun lalu (1983). Mahaguru bahasa ini menganggap penulisan kata
bilangan, misalnya ke-76, dapat disandingkan dengan Dirgahayu RI. Ia
menyarankan penulisannya demikian: Dirgahayu
RI Ber-HUT Ke-76. Jika diparafrasakan kira-kira ’semoga panjang umur RI
yang berulang tahun ke-76’. Hemat penulis, bisa juga dituliskan menjadi Dirgahayu RI yang Ber-HUT Ke-76. Penulisan
lengkap demikian dianggap perlu karena informasi bisa didapatkan sekaligus.
Selain ucapan (semoga) panjang umur, informasi ulang tahun yang keberapa pun
dapat diperoleh. Sudah diingatkan dari dulu Penulisan
ucapan yang terkait dengan HUT RI sudah dibahas dari dulu. Badan Bahasa (dulu
Pusat Bahasa), juga mahaguru bahasa Anton Moeliono dan JS Badudu, selalu
mengingatkan kesalahan yang muncul tersebut. Namun,
kesalahan yang sama terjadi lagi. Ujaran dalam peribahasa memang tidak bisa
dilawan: malu bertanya, sesat di jalan. Barangkali kesalahan yang selalu
muncul disebabkan ketidaktahuan pengguna bahasa. Maka, mencari tahu,
bertanya, wajib dilakukan, supaya tidak tersesat jalannya. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar